Nama
: M sultan hakim
Nim : B01217028
Kelas
: A2
Muslim Radikal
A.
Objek Kajian
1.
Kajian formal :
Ilmu kalam
2.
Kajian material: Ilmu kalam Ajaran dan politik
muslim radikal
B. Penyajian Data
Istilah radikalisme tersebut berasal dari kata al - tatharuf yang
berarti “berdiri di ujung, jauh dan pertengahan”. Bisa juga diartikan
berlebihan dalam menyikapi sesuatu, seperti berlebihan dalam ber- agama,
berfikir dan berprilaku..
Kajian gerakan Islam radikal tentu tidak bisa dilepaskan dengan
kajian gerakan sosial. Karena secara sosiologis gerakan Islam sebagai bagian
dari gerakan keagamaan secara umum berada pada kerangka teoritik kajian gerakan
sosial. Ada kesamaan karakteristik yang mendorong lahirnya ketiga model gerakan
ini, yakni konflik sosial atau dalam bahasa yang lebih netral adalah problem
sosial. Meski demikian konflik sosial sebagai pendorong lahirnya gerakan sosial
tentu akan berbeda dengan konflik sosial yang bersumber dari motif keagamaan
atau dalam hal ini keislaman itu sendiri.
Radikalisme memang tidak persis sama dan juga tidak bisa disamakan
dengan terorisme. Ahmad Syafii Maarif pernah menyatakan bahwa radikalisme yaitu
lebih terkait dengan cara pengungkapan keberagamaan seseorang, dan model sikap, sedangkan terorisme secara
jelas mencakup tindakan kriminal untuk tujuan-tujuan politik. Radikalisme lebih
terkait dengan problem intern keagamaan, sedangkan terorisme adalah fenomena
global yang memerlukan tindakan global juga. Namun radikalisme kadang-kala bisa
berubah menjadi terorisme, meskipun tidak semuanya dan selamanya begitu.
Ideologi keagamaan sebagai tudingan praktis dalam melakukan
tindakan anarkis yang cenderung tidak humanis oleh sekelompok oknum bisa saja
dibenarkan, karena Islam sebagai agama samawi, ajarannya yang bersumber pada
wahyu ilahi dan memposisikan al-Qur'an dan al-Hadis adalah sumber tasyri’ yang
diakui keberadaan dan kebenarannya. Di dalamnya seringkali memerintahkan umat
muslim bertindak keras dan anarkis, seperti halnya seruan Jihad, yang tersirat
pada surat at-Taubat: 14- 15, al-Baqaarah: 190, Muhammad: 20, al-Anfal: 39 dan
masih banyak ayat yang secara ‘tekstual’ bernuansa ‘kekerasan’ dan tindakan
yang tidak humanis.
Gerakan kaum Khawarij yang muncul di akhir masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib dengan prinsip-prinsipnya yang radikal inilah kemudian yang
sering dijadikan contoh gerakan fundamentalisme klasik dalam sejarah Islam dan
juga menandai terbentuknya gejala takfirisme (takfi>riyah) dalam Islam.
Suatu doktrin yang mengkafirkan sesama muslim yang berbeda dengan mereka,
bahkan sampai menghalalkan darahnya.
Kriteria muslim radikal antara lain: pertama, mempunyai keyakinan
ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk meng-gantikan
tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung; kedua, dalam kegiatannya
mereka seringkali menggunakan aksi-aksi yang keras,bahkan tidak menutup
kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompoklain yang dinilai bertentangan
dengan keyakinan mereka; ketiga, secarasosio-kultural dan sosio-religius,
kelompok radikal mempunyai ikatankelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri
penampilan diri dan ritualyang khas; keempat, kelompok Islam radikal seringkali
bergerak secara bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara
terang-terangan.
Akibat dari euforia demokrasi yang terjadi di Indonesia. Beberapa
kelompok ingin mensucikan dan menegakkan syariat Islam sebagai sebuah buku
panduan dalam memberantas ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan perilaku
amoral lainnya seperti perjudian, mabuk- mabukan dan perzinahan. Sebagai contoh di Jakarta, berdiri gerakan yang
ingin menjadikan syariat Islam sebagai sebuah acuan dalam memberantas
kemaksiatan yaitu Front Pembela Islam (FPI). Di Solo, muncul beberapa gerakan
yang lebih percaya diri untuk membangun identitasnya sebagai sekelompok orang
yang ingin mem- perjuangkan Islam politik.
Islam bagi mereka, bukanlah agama
dalam pengertian Barat, tetapi Islam adalah cara hidup yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Mereka dengan tegas menolak setiap usaha untuk mengidentifikasi
Islam dengan demokrasi, kapitalisme, sosialisme atau ideologi barat lainnya.
Hanya saja, berbeda dari islamis atau neo-fundamentalis, radikalisme Islam
memperbolehkan penggunaan cara kekerasan
atau bahkan pembunuhan untuk mewujudkan agenda dan tujuan politiknya.
Dalam bidang pencegahan, BNPT menggunakan dua strategi pertama,
kontra radikalisasiyakni upaya penanaman nilai-nilaike-Indonesiaan serta
nilai-nilai non-kekerasan. Dalam prosesnya strategi ini dilakukan melalui
pendidikan baik formal maupun non formal. Kontra radikalisasi diarahkan
masyarakat umum melalui kerjasama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan stakehorlder lain dalam memberikan
nilai-npilai kebangsaan.
C. Premis
1.
Istilah radikalisme tersebut berasal dari kata al - tatharuf yang
berarti “berdiri di ujung, jauh dan pertengahan”. Bisa juga diartikan
berlebihan dalam menyikapi sesuatu, seperti berlebihan dalam ber- agama,
berfikir dan berprilaku..
2.
Ideologi keagamaan sebagai tudingan praktis dalam melakukan
tindakan anarkis yang cenderung tidak humanis oleh sekelompok oknum bisa saja
dibenarkan, karena Islam sebagai agama samawi, ajarannya yang bersumber pada
wahyu ilahi dan memposisikan al-Qur'an dan al-Hadis adalah sumber tasyri’ yang
diakui keberadaan dan kebenarannya.
3.
Mereka dengan tegas menolak setiap usaha untuk mengidentifikasi
Islam dengan demokrasi, kapitalisme, sosialisme atau ideologi barat lainnya.
Hanya saja, berbeda dari islamis atau neo-fundamentalis, radikalisme Islam
memperbolehkan penggunaan cara kekerasan
atau bahkan pembunuhan untuk mewujudkan agenda dan tujuan politiknya.
D. Konklusi
Radikalisme
yang berasal dari kata al- Tatharuf yang artinya “bediri di ujung jauh dan
pertengahan” atau juga disebut berlebihan dalam menyikapi sesuatu. Mereka
menyebarkan ideologi yang anarkis dan tidak humanis dan berasumsi bahwa
al-Qur’an dan Hadis membenarkannya.
Dalam politik,
mereka menolak segala ideologi barat tetapi menghalalkan cara kekerasan untuk
melancarkan kegiatan politik mereka.