Milawati Ainun Nisa
B91217076
Makna Islam Nusantara
Upaya pemaknaan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya
memahami hakekat Islam Nusantara. Sebagai hakekat, sulit dipahami tanpa
mengetahui ciri atau karakteristiknya. Selanjutnya makna tersebut memberikan
pemahaman awal pada seseorang yang berusaha memahami substansinya.
Dengan kata lain, makna Islam Nusantara berfungsi membuka jalan awal bagi
pemahaman seseorang dalam menggali dan mengkaji pemikiran, pemahaman
dan pengamalan ajaran-ajaran Islam yang mencerminkan dan dipengaruhi
oleh kawasan ini.
Ada beberapa definisi tentang Islam Nusantara yang dikemukakan
oleh pemikir-pemikir Islam, antara lain: “Islam Nusantara ialah paham dan
praktek keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks
syariat dengan realitas dan budaya setempat.” (Muhajir dalam Sahal & Aziz,
2015: 67). Pemaknaan senada, “Islam Nusantara adalah Islam yang khas
ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal,
budaya, adat istiadat di tanah air” (Bizawie dalam Sahal & Aziz, 2015: 239).
Definisi pertama ini menunjukkan bahwa secara substantif, Islam Nusantara
merupakan paham Islam dan implementasinya yang berlangsung di kawasan
Nusantara sebagai akibat sintesis antara wahyu dan budaya lokal, sehingga memiliki kandungan nuansa kearifan lokal (local wisdom). Sedangkan definisi
kedua merupakan Islam yang berkarakter Indonesia, tetapi juga sebagai hasil
dari sintesis antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal.
Hanya saja, wilayah geraknya dibatasi pada wilayah Indonesia, sehingga lebih
sempit daripada wilayah gerak dalam pengertian yang pertama yang menyebut
bumi Nusantara. Sayangnya, dalam sumber-sumber tersebut bumi Nusantara
tidak dijelaskan wilayah jangkauannya.
Selanjutnya, terdapat pemaknaan Islam Nusantara yang ditekankan
sebagai metodologi dakwah yang berbeda dengan pemaknaan yang pertama
maupun kedua.
“Islam Nusantara adalah metodologi dakwah untuk memahamkan dan
menerapkan universalitas (syumuliyah) ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip
Ahlussunnah waljama’ah, dalam suatu model yang telah mengalami proses
persentuhan dengan tradisi baik (‘urf shahih) di Nusantara, dalam hal ini
wilayah Indonesia, atau merupakan tradisi tidak baik (‘urf fasid) namun
sedang dan/atau telah mengalami proses dakwah amputasi, asimilasi, atau
minimalisasi, sehingga tidak bertentangan dengan diktum-diktum syari’ah."
Karakteristik Islam Nusantara
Islam Nusantara ini memiliki karakteristik-karakteristik yang khas
sehingga membedakan dengan karakteristik-karakteristik Islam kawasan
lainnya, khususnya Islam Timur Tengah yang banyak mempengaruhi Islam di
berbagai belahan bumi ini. Wilayah Nusantara memiliki sejumlah keunikan
yang berbeda dengan keunikan di negeri-negeri lain, mulai keunikan geografis,
sosial politik dan tradisi peradaban.
Keunikan-keunikan ini menjadi pertimbangan para ulama ketika menjalankan Islam di Nusantara. Akhirnya, keunikan-keunikan ini membentuk warna Islam
Nusantara yang berbeda dengan warna Islam di Timur Tengah. Islam Nusantara
merupakan Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi
terhadap masalah-masalah bangsa dan negara (Bizawie dalam Sahal & Aziz,
2015; 240). Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur,
sub kultur, dan agama yang beragam. Islam bukan hanya dapat diterima
masyarakat Nusantara, tetapi juga layak mewarnai budaya Nusantara untuk
mewujudkan sifat akomodatifnya, yakni rahmatan li al-‘alamin. Pesan rahmatan
li al-‘alamin ini menjiwai karakteristik Islam Nusantara, sebuah wajah yang
moderat, toleran, cinta damai, dan menghargai keberagaman (Bizawie dalam
Sahal & Aziz, 2015: 242). Islam yang merangkul bukan memukul; Islam yang
membina, bukan menghina; Islam yang memakai hati, bukan memaki-maki;
Islam yang mengajak tobat, bukan menghujat; dan Islam yang memberi
pemahaman, bukan memaksakan.
Semenjak awal, Islam Indonesia memiliki corak dan tipologi tersendiri,
yaitu Islam yang ramah dan moderat dan merupakan Islam garis tengah yang
menganut landasan ideologi dan filosofis moderat (Sucipto, 2007: 18). Arus
besar yang diwakili NU dan Muhammadiyah telah menjadi merek paten bagi
gerakan Islam moderat, modern, terbuka, inklusif, dan konstruktif (Ma’arif,
2009: 304). Moderasi dan toleransi menjadi karakteristik mainstream anggota
kedua organisasi tersebut (Bruinessen dalam Samuel dan Norddholt, 2004:
61). NU dan Muhammadiyah berperan sebagai penjaga gawang moderasi
(Qomar, 2013: 153). Moderasi NU dan Muhammadiyah ini mewarnai corak
Islam Nusantara selama ini. Sebab dua organisasi Islam terbesar ini merupakan
simbol Islam Nusantara, kendatipun ada juga organisasi Islam yang radikal
maupun liberal, tetapi keduanya sangat kecil sehingga tidak patut menjadi
kelompok mainstream yang mewakili Islam Nusantara. Dalam konteks Islam Nusantara ini, akulturasi yang paling dominan
terjadi antara Islam dengan budaya (tradisi) Jawa, sebab keduanya sama-sama
kuat. Kebudayaan dan tradisi Jawa di masa silam, sejak berdiri dan kejayaan
kerajaan Demak, Pajang hingga Mataram tetap mempertahankan tradisi
Hindu-Budha dan Animisme-Dinamisme sebagai produk budaya pra Hindu-
Budha (Khalil, 2008: 149). Tradisi ini diperkaya dan disesuaikan dengan
nilai-nilai Islam. Istana kerajaan Pajang dan Mataram bernuansa Islam, tetapi
adat istiadat masih dipertahankan (Hariwijaya, 2006: 206). Gambaran Islam
lokal ini terjadi pada masa lampau, dan realitasnya masih terpateri secara jelas
hingga sekarang ini. Banyak sekali budaya, tradisi, dan adat istiadat lokal yang
diwarnai Islam terus berkembang, dan sebaliknya juga banyak pemahaman serta pengamalan ajaran Islam yang dipengaruhi oleh budaya dan tradisi lokal
yang telah berkembang dan mengakar di masyarakat.
Premis1:
Islam Nusantara ialah paham dan
praktek keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks
syariat dengan realitas dan budaya setempat.
Premis 2:
Islam Nusantara ini memiliki karakteristik-karakteristik yang khas
sehingga membedakan dengan karakteristik-karakteristik Islam kawasan
lainnya, khususnya Islam Timur Tengah yang banyak mempengaruhi Islam di
berbagai belahan bumi ini. Wilayah Nusantara memiliki sejumlah keunikan
yang berbeda dengan keunikan di negeri-negeri lain, mulai keunikan geografis,
sosial politik dan tradisi peradaban.
Konklusi:
Islam Nusantara
merupakan identitas Islam ditinjau dari segi kawasan, yang bisa disejajarkan
dengan Islam Arab, Islam India, Islam Turki, dan sebagainya. Islam Nusantara
ini merupakan model pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran
Islam melalui pendekatan kultural, sehingga mencerminkan identitas Islam
yang bernuansa metodologis. Islam Nusantara ini merefleksikan pemikiran,
pemahaman, dan pengamalan Islam yang moderat, inklusif, toleran, cinta
damai, menyejukkan, mengayomi dan menghargai keberagaman (kebinekaan) sehingga keberadaan Islam Nusantara tersebut sebagai antitesis terhadap
tindakan-tindakan radikal yang mengatasnamakan Islam.
Daftar Pustaka:
Anam, Faris Khoirul. 2015. Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara Memahami Sepuluh
Prinsip Tema Peradaban Indonesia dan Dunia. Malang: Darkah Media.
Azhari, Muntaha dan Saleh, Abdul Mun’im, (Eds.). 1989. Islam Indonesia
Menatap Masa Depan. Jakarta: P3M.
Mujamil Qomar, ISLAM NUSANTARA:
Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemahaman,
dan Pengamalan Islamel Harakah Vol.17 No.2 Tahun 2015
Ali, Mohamad. 2006. Islam Muda Liberal, Post-Puritan, Post-Tradisional. Yogyakarta:
Apeiron Philotes