Nama : Hijratu Rahmatin
Nadzifa
Kelas : A2 / B01217021
Radikalisme
Islam di Indonesia
Kajian Material : Ilmu
Kalam
Kajian Formal : Islam
Radikal
Secara historis munculnya Islam di
Indonesia sangat damai dan toleransi relevan dengan apa yang diajarkan oleh
para wali melalui singkronitas budaya lokal, bahan saling dapat hidup damai
berdampingan dengan umat lain yang hidup masa itu. Namun sangat disayangkan
dengan perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial di tengah masyarakat
Indonesia yang begitu luas, maka bermunculanlah sekte-sekte, aliran-aliran, dan
mazhab-mazhab baru yang mengatasnamakan Islam berkembang pesat sesuai dengan
latar belakang kebudayaan dan kondisi alam yang eksis di daerah penganutnya.
Dari term di atas, dapat dicermati bahwa di Indonesia akhirakhir ini banyak
berkembang isu-isu radikalisme1 di antaranya adalah kelompok yang mengklaim
dirinya al-Qaeda dan ISIS, dimana keduanya menjadi isu global. Munculnya
kelompok ini merupakan format perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap
ketidakadilan dunia. Hal ini dikaitkan dengan kebijakan miring pemimpin dunia
terhadap Palestina, kesenjangan sosialekonomi di negara-negara muslim bahkan
ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti hedonisme
dan materialisme. Para pemimpin dunia Islam dianggap tidak berdaya dan tunduk
pada kemauan Barat. Isu tersebut dengan cepat menyebar keseluruh penjuru dunia
melalui jaringan maya, bukan saja di negara-negara Islam, tetapi juga di
negara-negara Barat sebagai akibat kebijakan banyak negara yang memberikan
perlindungan kepada kelompok-kelompok perlawanan yang lari dari negara
masing-masing.
Di
sisi lain, munculnya radikalisme di Indonesia menjadi nyata, seiring perubahan
tatanan sosial dan politik, terlebih setelah hadirnya orang-orang Arab muda
dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air,
turut mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang mereka
bawa lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi oleh mazhab
maliki yang diadobsi dan diintrodusir oleh Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi
yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. Di samping
historisitas radikalisme di Indonesia dan pertumbuhannya begitu pesat, dan hal
itu merupakan kemungkaran, maka antropositas faham dimaksud harus dilakukan
secara bijak dan cermat sebagaimana yang diintrodusir Ibnu Qayyim al-Jauziyah
menegaskan bahwa ada empat dimensi di dalam memberikan solusi kemungkaran atau
radikalisme: pertama, menyingkirkan kemungkaran dan menggantinya dengan
kema’rufan; kedua, menyingkirkan kemungkaran dengan menguranginya walaupun
tidak menghapuskan secara keseluruhan; ketiga, menyingkirkan kemungkaran dengan
memunculkan kemungkaran serupa; dan keempat, menyingkirkan kemungkaran dengan
memunculkan kemungkaran yang lebih jahat dari padanya. Dengan demikian dapat
dicermati bahwa dimensi pertama dan kedua merupakan penanggulangan radikalisme
yang disyari’atkan, sementara dimensi kedua merupakan penanggulangan
radikalisme ijtihadi, sedangkan dimensi keempat merupakan penanggulangan
radikalisme yang diharamkan. Radikalisme agama Islam bisa dikatakan sebagai
perilaku keagamaan yang menghendaki perubahan secara drastis dengan mengambil
karakter keras yang bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tertentu di
tinjau dari naluri. Dan apabila di tinjau dari prilaku yaitu tidak mau tunduk
pada pemerintahan yang sah. Dalam
kesejarahan Islam, fenomena radikalisme dalam Islam sudah berlangsung sejak
wafatnya nabi Muhammad saw. Pergantian setiap khalifah hingga permusuhan Ali
dan Muawiyah mewarnai dunia perpolitikan Islam. Permusuhan Ali dan Muawiyah
melahirkan arbitrase antar keduanya. Dari sikap Ali tersebut, ada sebagian
kelompok yang menentangnya, yang kemudian kelompok ini menamakan dirinya Khawarij
yang didirikan oleh Dhu al-Khuwaysirah. Kelompok Khawarij ini menganggap Ali
dan Muawiyah melakukan dosa besar, sampai pada kesimpulan bahwa darah mereka
halal untuk dibunuh.
Di Indonesia fenomena radikalisme semakin
terlihat nyata. Dalam analisisnya Sidney Jones jumlah mereka minoritas, dan
lebih sedikit dari mereka yang menggunakan kekerasan. Greg Barton juga
menambahkan bahwa radikalisme agama terjadi lagi pada dekade 1950, hal mana ini
ditandai dengan munculnya gerakan Darul Islam. Namun pada tahun 1962 gerakan
DI/TII dapat dipatahkan oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi gerakan ini
telah terlanjur mendapat simpati dan dukungan dari sebagian kalangan umat Islam
di Indonesia. Oleh karenanya, para aktivis yang tidak tertangkap menjadi embrio
untuk menggerakkan lagi tradisi radikalisme di Indonesia. Nampaknya kemunculan
DI/TII tidak bisa ditutupi lagi. Setelah ada yang lolos, mereka mendirikan
Darul Islam dan bersemayam di Solo yang dipimpin oleh Abu Bakar Baasyir. Tumbuhnya
gerakan radikalisme di Indonesia tidak hanya dari dalam melainkan juga
dibarengi dengan adanya ilfiltrasi dari luar. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Barton bahwa gerakan Wahabi mulai tumbuh tidak lepas dari peran Muhammad
Natsir. Melalui organisasi yang dibangun Natsir yakni Dewan Dakwah Islam
Indonesia berhasil memberikan beasiswa kepada mahasiswa untuk melanjutkan
jenjang pendidikan di universitas Ibn Saud. Dalam perkembangannya, DDII
bekerjasama dengan universitas tersebut untuk mendirikan Lembaga Pengetahuan
Bahasa Arab-LPBA atau lebih dikenal LIPIA. Salah satu lulusan yang terkenal
dari LIPIA adalah Ja‟far Umar Thalib, pendiri dan pimpinan Forum Komunikasi
Ahlusunnah Wal-Jamaah (FKAWJ). Hemat penulis, dari fenomena Darul Islam dan
LIPIA menjadi cikal bakal tumbuh kembangnya Islam radikal di Indonesia, baik
secara struktural maupun kultural.
Premis :
1. Radikalisme
agama Islam bisa dikatakan sebagai perilaku keagamaan yang menghendaki
perubahan secara drastis dengan mengambil karakter keras yang bertujuan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan tertentu di tinjau dari naluri.
2. Di
Indonesia fenomena radikalisme semakin terlihat nyata. Dalam analisisnya Sidney
Jones jumlah mereka minoritas, dan lebih sedikit dari mereka yang menggunakan
kekerasan.
3. Tumbuhnya
gerakan radikalisme di Indonesia tidak hanya dari dalam melainkan juga
dibarengi dengan adanya ilfiltrasi dari luar.
Konklusi
:
Radikalisme
merupakan faham, wacana dan aktivisme yang berupaya mengubah sistem politik,
ekonomi, sosial dan budaya yang ada secara radikal. Sebuah proses bertahap di
mana seseorang semakin menerima perlunya penggunaan kekerasan, termasuk
terorisme, dalam upaya mencapai tujuan politik dan atau ideologis tertentu
Abdullah, Junaedi, “Radikalisme Agama:
Dekonstruksi Ayat Kekerasan dalam Al-Qur’an”, dalam Jurnal Kalam, Vol. 8, No.
2, Desember 2014.
Binder, Leonard, Islamic Liberation: A
Critique of Development Ideologies, Chicago and London: The University of
Chicago Press, 1988.
Casanova, Jose, Agama Publik, Agama di Era
Modern, Malang: Riset dan UMM Press, 2007.
Chirzin, Muhammad, dkk., Belajar dari
Kisah-kisah Para Sahabat, Yogyakarta: Jaringan Intelektual Muhammadiyah, 2005.
Dikmejian, R. Hrair, Islam in Revolution,
Fundamentalism in the Arab World, New York: Sycracuse University Press, 1985.
Engineer, Asghar Ali, “Islam and Doctrines
of Peace and Non-Violence”, dalam Jurnal Internasional Ihya Ulumuddin,
Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2001.