Sunday, June 23, 2019

( Hijratu R Nadzifa ) Muslim Radikal


Nama : Hijratu Rahmatin Nadzifa
Kelas : A2 / B01217021
Radikalisme Islam di Indonesia
Kajian Material : Ilmu Kalam
Kajian Formal : Islam Radikal
            Secara historis munculnya Islam di Indonesia sangat damai dan toleransi relevan dengan apa yang diajarkan oleh para wali melalui singkronitas budaya lokal, bahan saling dapat hidup damai berdampingan dengan umat lain yang hidup masa itu. Namun sangat disayangkan dengan perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial di tengah masyarakat Indonesia yang begitu luas, maka bermunculanlah sekte-sekte, aliran-aliran, dan mazhab-mazhab baru yang mengatasnamakan Islam berkembang pesat sesuai dengan latar belakang kebudayaan dan kondisi alam yang eksis di daerah penganutnya. Dari term di atas, dapat dicermati bahwa di Indonesia akhirakhir ini banyak berkembang isu-isu radikalisme1 di antaranya adalah kelompok yang mengklaim dirinya al-Qaeda dan ISIS, dimana keduanya menjadi isu global. Munculnya kelompok ini merupakan format perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia. Hal ini dikaitkan dengan kebijakan miring pemimpin dunia terhadap Palestina, kesenjangan sosialekonomi di negara-negara muslim bahkan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti hedonisme dan materialisme. Para pemimpin dunia Islam dianggap tidak berdaya dan tunduk pada kemauan Barat. Isu tersebut dengan cepat menyebar keseluruh penjuru dunia melalui jaringan maya, bukan saja di negara-negara Islam, tetapi juga di negara-negara Barat sebagai akibat kebijakan banyak negara yang memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok perlawanan yang lari dari negara masing-masing.
Di sisi lain, munculnya radikalisme di Indonesia menjadi nyata, seiring perubahan tatanan sosial dan politik, terlebih setelah hadirnya orang-orang Arab muda dari Hadramaut Yaman ke Indonesia yang membawa ideologi baru ke tanah air, turut mengubah konstelasi umat Islam di Indonesia. Ideologi baru yang mereka bawa lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi oleh mazhab maliki yang diadobsi dan diintrodusir oleh Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. Di samping historisitas radikalisme di Indonesia dan pertumbuhannya begitu pesat, dan hal itu merupakan kemungkaran, maka antropositas faham dimaksud harus dilakukan secara bijak dan cermat sebagaimana yang diintrodusir Ibnu Qayyim al-Jauziyah menegaskan bahwa ada empat dimensi di dalam memberikan solusi kemungkaran atau radikalisme: pertama, menyingkirkan kemungkaran dan menggantinya dengan kema’rufan; kedua, menyingkirkan kemungkaran dengan menguranginya walaupun tidak menghapuskan secara keseluruhan; ketiga, menyingkirkan kemungkaran dengan memunculkan kemungkaran serupa; dan keempat, menyingkirkan kemungkaran dengan memunculkan kemungkaran yang lebih jahat dari padanya. Dengan demikian dapat dicermati bahwa dimensi pertama dan kedua merupakan penanggulangan radikalisme yang disyari’atkan, sementara dimensi kedua merupakan penanggulangan radikalisme ijtihadi, sedangkan dimensi keempat merupakan penanggulangan radikalisme yang diharamkan. Radikalisme agama Islam bisa dikatakan sebagai perilaku keagamaan yang menghendaki perubahan secara drastis dengan mengambil karakter keras yang bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tertentu di tinjau dari naluri. Dan apabila di tinjau dari prilaku yaitu tidak mau tunduk pada pemerintahan yang sah.  Dalam kesejarahan Islam, fenomena radikalisme dalam Islam sudah berlangsung sejak wafatnya nabi Muhammad saw. Pergantian setiap khalifah hingga permusuhan Ali dan Muawiyah mewarnai dunia perpolitikan Islam. Permusuhan Ali dan Muawiyah melahirkan arbitrase antar keduanya. Dari sikap Ali tersebut, ada sebagian kelompok yang menentangnya, yang kemudian kelompok ini menamakan dirinya Khawarij yang didirikan oleh Dhu al-Khuwaysirah. Kelompok Khawarij ini menganggap Ali dan Muawiyah melakukan dosa besar, sampai pada kesimpulan bahwa darah mereka halal untuk dibunuh.
 Di Indonesia fenomena radikalisme semakin terlihat nyata. Dalam analisisnya Sidney Jones jumlah mereka minoritas, dan lebih sedikit dari mereka yang menggunakan kekerasan. Greg Barton juga menambahkan bahwa radikalisme agama terjadi lagi pada dekade 1950, hal mana ini ditandai dengan munculnya gerakan Darul Islam. Namun pada tahun 1962 gerakan DI/TII dapat dipatahkan oleh pemerintah Indonesia, akan tetapi gerakan ini telah terlanjur mendapat simpati dan dukungan dari sebagian kalangan umat Islam di Indonesia. Oleh karenanya, para aktivis yang tidak tertangkap menjadi embrio untuk menggerakkan lagi tradisi radikalisme di Indonesia. Nampaknya kemunculan DI/TII tidak bisa ditutupi lagi. Setelah ada yang lolos, mereka mendirikan Darul Islam dan bersemayam di Solo yang dipimpin oleh Abu Bakar Baasyir. Tumbuhnya gerakan radikalisme di Indonesia tidak hanya dari dalam melainkan juga dibarengi dengan adanya ilfiltrasi dari luar. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Barton bahwa gerakan Wahabi mulai tumbuh tidak lepas dari peran Muhammad Natsir. Melalui organisasi yang dibangun Natsir yakni Dewan Dakwah Islam Indonesia berhasil memberikan beasiswa kepada mahasiswa untuk melanjutkan jenjang pendidikan di universitas Ibn Saud. Dalam perkembangannya, DDII bekerjasama dengan universitas tersebut untuk mendirikan Lembaga Pengetahuan Bahasa Arab-LPBA atau lebih dikenal LIPIA. Salah satu lulusan yang terkenal dari LIPIA adalah Ja‟far Umar Thalib, pendiri dan pimpinan Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal-Jamaah (FKAWJ). Hemat penulis, dari fenomena Darul Islam dan LIPIA menjadi cikal bakal tumbuh kembangnya Islam radikal di Indonesia, baik secara struktural maupun kultural.

Premis :
1.      Radikalisme agama Islam bisa dikatakan sebagai perilaku keagamaan yang menghendaki perubahan secara drastis dengan mengambil karakter keras yang bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan tertentu di tinjau dari naluri.
2.      Di Indonesia fenomena radikalisme semakin terlihat nyata. Dalam analisisnya Sidney Jones jumlah mereka minoritas, dan lebih sedikit dari mereka yang menggunakan kekerasan.
3.      Tumbuhnya gerakan radikalisme di Indonesia tidak hanya dari dalam melainkan juga dibarengi dengan adanya ilfiltrasi dari luar.

Konklusi :
Radikalisme merupakan faham, wacana dan aktivisme yang berupaya mengubah sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya yang ada secara radikal. Sebuah proses bertahap di mana seseorang semakin menerima perlunya penggunaan kekerasan, termasuk terorisme, dalam upaya mencapai tujuan politik dan atau ideologis tertentu


                                                   Daftar Pustaka
Abdullah, Junaedi, “Radikalisme Agama: Dekonstruksi Ayat Kekerasan dalam Al-Qur’an”, dalam Jurnal Kalam, Vol. 8, No. 2, Desember 2014.
Binder, Leonard, Islamic Liberation: A Critique of Development Ideologies, Chicago and London: The University of Chicago Press, 1988.
Casanova, Jose, Agama Publik, Agama di Era Modern, Malang: Riset dan UMM Press, 2007.
Chirzin, Muhammad, dkk., Belajar dari Kisah-kisah Para Sahabat, Yogyakarta: Jaringan Intelektual Muhammadiyah, 2005.
Dikmejian, R. Hrair, Islam in Revolution, Fundamentalism in the Arab World, New York: Sycracuse University Press, 1985.
Engineer, Asghar Ali, “Islam and Doctrines of Peace and Non-Violence”, dalam Jurnal Internasional Ihya Ulumuddin, Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2001.