Sunday, June 23, 2019

( Hijratu R Nadzifa ) Muslim Liberal

Nama : Hijratu Rahmatin Nadzifa
Kelas : A2 / B01217021
TEOLOGI TRANSFORMATIF JARINGAN ISLAM LIBERAL
Kajian Material : Ilmu Kalam
Kajian Formal : Teologi transformatif jaringan islam liberal
Di Barat liberalisme berasaldari ideologi politik yang berpusat pada individu. Didalamnya terdapatpembelaanhak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama danideologi.. Fenomena liberalisme ini adalah salah satu dari gerakan-gerakan pembaharuan. Kelompok liberalis menginginkan kebebasan sepenuhnyadan menuntut hak-hak inidividu sebebas-bebasnya untuk mengekspresikan dirinyasesuai dengan perkembangan zaman. Termasuk di dalamnya kebebasan dalamritual dan konteks keagamaan, begitu pula dengan ajaran islam. Manusia tidak harus selalu bergantung pada Al Qur’an dan hadits, kaum liberal ini mengutamakan rasional mereka dalam pengambilan hukum syari’ah. Sehinggamuncullah gerakan pembaharuan Islam agar dapat disesuaikan dengan keadaanzaman yang rasional dan sesuai dengan isu modernitas.Liberalisme dalam Islam, menurut kelompok Islam Progresif adalahkeinginan menjembatani antara masa lalu dengan masa sekarang. Jembatannyaadalah melakukan penafsiran-penafsiran ulang sehingga Islam menjadi agamayang hidup. Karena kita hidup dalam situasi yang dinamis dan selalu berubah,sehingga agar agama tetap relevan, menurut mereka, diperlukan sebuah cara pandang baru atau tafsir baru dalam melihat dan memahami agama. Namun, pada perkembangannya liberalisme merambah kepada bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berartiindependen secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Bahkan kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapatdilacak seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomidari tatanan moral, supernatural dan bahkan Tuhan.


Pada dasarnya, teologi merupakan jiwa kehidupan umat beragama yang hendak berkarya dengan sabda Tuhan di muka bumi. Dengan teologi, manusia hidup dalam lanskap pengharapan masa depan yang baik. Memang tidak semua harapan hidup yang lebih baik di masa depan dapat terpenuhi, tetapi sekurang-kurangnya teologi memberikan rintisan jalan untuk terhidar dari jiwa yang galau. Stres yang diakibatkan oleh tujuan hidup yang tidak menentu dan tidak terarah, akan sangat mungkin dihindari tatkala bangunan teologinya semakin matang dan bersahabat dengan realitas kehidupan yang fanâ (sementara) ini. Oleh karena itu, wajah teologi sebenarnya adalah wajah umat manusia dalam kenyataan sehari-hari. Teologi menjadi mandul tatkala teologi tidak mampu memberikan inspirasi pada pembebasan umat manusia dari segala jenis keterpurukan moral spiritual. Disinilah peran penting dari teologi, yaitu; teologi harus dijadikan basis pembebasan atas kaum tak berdaya sehingga ia akan benar-benar bermanfaat bagi mereka yang lemah dan miskin. Problem dalam dunia Islam, melintasi momen transformatif dengan latar era kontemporer global, Islam saat ini ditandai dengan pergulatan keras antara dua paradigma pemikiran: yaitu moderat dan puritan atau fundamentalis. Di saat terjadinya kekosongan otoritas keagamaan dalam dunia Islam modern, keduanya saling berebut klaim untuk mendefinisikan makna ―kebenaran iman Islam‖. Keduanya juga membangun basis teologi masing-masing sebagai landasan pijakan aktivitasnya yaitu sama-sama diambil dari teks suci Al-Qur‘ân. 
Di Indonesia, pasca runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, banyak bermunculan ormas-ormas Islam yang mencerminkan wajah Islam yang kedua, yaitu garang, tidak toleran dan seterusnya; semua ormas itu seakan berlomba satu sama lain untuk menunjukkan merekalah yang paling gigih memperjuangkan Islam. Ormas-ormas ini antara lain: Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad (LJ), Front Pembela Islam (FPI), Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI), dan Hijbut Tahrir Indoesia (HTI).4 Sedangkan wajah Islam pertama, adalah NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam ―Moderat‖. Yang pada dasarnya dari kedua organisasi tersebuat muncul embrio dua wajah Islam di Indonesia; yaitu fundamentalis dan liberal. Yang menarik, dan menjadi kajian dalam pembahasan dalam makalah ini adalah ―Islam Liberal‖ yang menampilkan wajah santun dan toleran yaitu JIL (Jaringan Islam Liberal). Sebab kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) ini selalu mendapat ancaman yang mematikan dari kelompok-kelompok yang tidak bertangungjawab, tetapi diindikasikan bahwa ancaman itu datangnya dari umat Islam sendiri yang berhaluan keras dan tidak senang dengan pola pikir dan tindakan kelompok JIL. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, keluarnya fatwa hukuman mati dari kelompok Islam garis keras itu yakni Forum Ulama Umat (FUU) di tujukan pada Ulil Abshar Abdallah selaku pimpinan JIL.5 Bertolak dari berbagai problem yang sangat menggelisahkan secara akademis itu, maka pembahasan ini akan mencermati bagaimana potret bangunan teologi kaum liberal khususnya JIL, karena dimungkinkan kelompok pemikir liberal Islam ini untuk jangkauan ke depan pemikirannya dapat menyesuaikan pemahaman keislaman yang sesuai dengan tuntutan zaman. 

Premis :
1.      Munculnya generasi baru Muslim liberal di Indonesia, dengan perspektif yang agak berbeda dalam memandang realitas dan teks kitab suci, disebabkan karena faktor modernisasi pendidikan Islam yang mengadopsi model pendidikan Barat Kristen.
2.      Fenomena liberalisme ini adalah salah satu dari gerakan-gerakan pembaharuan
3.      Islam Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berartiindependen secara intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Bahkan kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik.

Konklusi
Gerakan Islam liberal di Indonesia pasca revormasi, yang paling terkenal dan menentang arus pemikiran di Indonesia adalah gerakan pemikiran yang dimotori oleh kelompok Jaringan Islam Liberal ( JIL ) yang digerakanoleh tokoh tokoh muda seperti Ulil Absar Abdalla dan kawan kawannya. Yang menarik, dan menjadi kajian dalam pembahasan dalam makalah ini adalah ―Islam Liberal‖ yang menampilkan wajah santun dan toleran yaitu JIL (Jaringan Islam Liberal). Sebab kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) ini selalu mendapat ancaman yang mematikan dari kelompok-kelompok yang tidak bertangungjawab, tetapi diindikasikan bahwa ancaman itu datangnya dari umat Islam sendiri yang berhaluan keras dan tidak senang dengan pola pikir dan tindakan kelompok JIL.







Daftar Pustaka

Asysaukanie, Luthfi. Islam Benar Versus Islam Salah. Jakarta: KataKita, 2007. -----. Wajah Liberal Islam Indonesia. Jakarta: Teater Utan Kayu, 2002.
Barton, Greg. Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Jakarta: Pustaka Antara Paramadina, 1999.
Dzulmani (ed.), Islam Liberal dan Fundamental: Sebuah Pertarungan Wacana. Yogyakarta: EISAQ Press, 2005.
 El-Fadl, Khaled Abou. The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists, terj. Helmi Mustofa. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Gaus AF, Ahmad. ―Islam Progresif: Wacana Pasca Arus Utama‖, dalam Tashwirul Afkar, Vol. 22. Jakarta: Lakpesdam, 2007.
Khalimi. Ormas-Ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi, dan Politik. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Qodir, Zuly. Islam Liberal: Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002. Yogyakarta: LKiS, 2010. 
Schwartz, Stephen Sulaiman. Dua wajah Islam, Moderatisme Vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, terj. Hodri Ariev. Jakarta: Blantika & The Wahid Institute.