Nama
: Hijratu Rahmatin Nadzifa
Kelas
: A2 / B01217021
Sebuah
Argumentasi Beragama dalam Bingkai Kultural
Kajian Material : Ilmu
Kalam
Kajian
Formal : Sebuah Argumentasi Beragama dalam Bingkai Kultural
Pemunculan
Islam Nusantara merupakan ciri khas Indonesia,
di mana Islam Nusantara ini di nyatakan sebagai agama yang universal,
dimanifestasikan dalam ajarannya, yang mencakup hukum agama (fiqh), kepercayaan
(tauhid), serta etika (akhlak). Meskipun Islam Nusantara memberikan nuansa baru
dalam beragama Islam dengan memasukkan budaya dalam agamanya, namun cara
beragama seperti ini tidak menghilangkan kemurnian ajaran Islam itu sendiri,
dengan menjadikan al Quran dan Hadits sebagai pedoman dan tuntunan dalam
kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Islam adalah sebuah risalah yang telah
dikirim ke seluruh umat manusia tanpa memandang ras mereka, kebangsaan, serta
struktur sosial (al-Islam salih likulli zaman wa makan). Islam tidak dikirim ke
negara tertentu, komunitas yang dipilih, sehingga orang lain harus mematuhi
mereka. Risalah Islam adalah panduan dan rahmat untuk seluruh umat manusia,
seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an shurah al-Anbiya ayat 107, yang
artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam. Dalam Q.S. al-Anbiya: 107, jelas bahwa Islam adalah agama
belas kasihan bagi semua makhluk (manusia, hewan, tumbuhan, dan semua makhluk).
Melihat
dari pernyataan di atas sudah jelas, bahwa agama Islam adalah agama yang sangat
menghargai dan saling toleransi, agama yang mengajarkan penganutnya untuk saling
menyayangi, mengasihi dan mengayomi tanpa memandang ras mereka, kebangsaan,
serta struktur sosial. Hal ini sejalan dengan Islamnya Indonesia yang biasa
disebut ‘Islam Nusantara’. Meskipun bukan negara Islam, namun penduduk Indo
nesia mayoritas beragama Islam. Indonesia merupakan negara yang tidak begitu
terpengaruh dengan arabisasi, sebab masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
multikultural, masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kebudayaan. Namun, tidak
berarti Islam yang mereka anut menyimpang dari kemurnian ajaran Islam itu
sendiri. Masyarakat Indonesia dikatakan multikultural karena konsep ini
mengedepankan budaya. Sehingga ketika mendengar istilah Islam Nusan tara, maka
akan berkaitan dengan pluralitas. Dalam Islam Nu santara, budaya merupakan bagian
dari agama, di mana awal mula Islam dapat dengan mudah diterima di Indonesia
salah satunya melalui akulturasi budaya, sehingga agama Islam terkesan merakyat
dengan masyarakat Indonesia. Dalam pluralitas dan kebeagamaan antara umat dan
bangsa-bangsa dalam kerangka kesatuan manusia, filsafat ini mencetak peradaban
Islam dengan ciri yang moderat, menyelaraskan antara kekhasan individual yang
dimiliki oleh masing-masing umat dan bangsa, dengan keutamaan atau keburukan
yang terjadi pada semua umat dan bangsa. Maka, yang terjadi kemudian adalah
rasa bangga terhadap kekhasan dan keutamaan yang dimiliki tanpa mengingkari
kekhasan dan kelebihan yang lain. Sikap ini tampak dalam peradaban Islam.
Sehingga, hal itu dapat mengalahkan kecenderungan fanatisme non-Arab dan
fanatisme kekabilahan Arab seluruhnya (Imarah, 1997:141). Kajian menarik dari
Islam Nusantara adalah platform untuk menegaskan kembali bahwa Islam di negeri
ini meng adaptasi nilai-nilai lokal yang menjadi ciri khasnya. Warisan-warisan
ulama, menjadi bagian penting dari transformasi keilmuan Islam Nusan tara
(Mizan, 2016:9).
Islam
yang selama ini orang jalani ternyata menjadi unik dan menarik setelah maraknya
fenomena keberagamaan kelompok di luar yang menamakan diri muslim dan membawa
bendera Islam, namun membuat gelisah dunia. Dunia yang kemudian bertanya-tanya
tentang Islam yang rahmatan lil’aalamin, Islam yang ramah, damai, dan teduh pun
mendapatkan jawaban dari perilaku keislaman kita yang ada di nusantara ini.
Maka kalau ‘Islam kita’ Islam yang dijalani di nusantara ini ternyata dapat
membantu peradaban tidak hanya di Indonesia tapi dunia. Tapi harus realistis,
perilaku keislaman itu sendiri saat ini, sudah mulai terganggu oleh berbagai
pengaruh dari luar. Sebagai bangsa Indonesia yang beragama Islam sudah barang
tentu ikut memperkokoh dan mempertahankan cara kita berIslam selama ini,
seperti yang diajarkan oleh guru-guru Islam yang memperoleh Islam dari
guru-guru mereka dari guru-guru sebelumnya dengan sanad yang bersambung hingga
Rasulullah saw (Bisri, 2016:14). Agama (Islam) bersumberkan wahyu dan memiliki
norma-norma nya sendiri. Karena bersifat normatif, maka ia cenderung menjadi
permanen. Sedangkan budaya adalah buatan manusia, karenanya ia berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Perbedaan
ini tidak menghalangi kemungkinan manifestasi kehidupan beragama dalam bentuk
budaya. Maka muncul istilah seudati cara hidup santri, budaya menghormati kiai
dan sebagainya, dengan wawasan budaya dari agama secara langsung diterima dan
dilaksanakan oleh masyarakat tanpa mempersoalkan dalilnya. Umat Islam abangan
yang menjahui malima, madat atau mengonsumsi obat-obat terlarang, madon atau
main perempuan, mabuk, maling, main atau berjudi) belum tentu dengan alasan
keagamaan, tetapi sangat boleh jadi karena alasan-alasan budaya, misalnya
ketaatan kepada kiai atau orangtua (Wahid, 2016:33).
Premis :
1. Ide
Islam Nusantara bukan untuk mengubah doktrin Islam. Ia hanya ingin mencari cara
bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
2. Dari
konteks di atas dapat dilihat meskipun Islam Nusantara menge depankan budaya
atau memberikan nuansa baru dalam beragama Islam.
3. Orang
yang beramal sholeh mampu meng internalisai nilai-nilai agama kedalam ranah
kesadaran spritual dan sosial.
Konklusi
Islam nusantara maka bisa ditelusuri
bahwa Islam Nusantara merupakan agama yang ramah dengan budaya. Orang ber-Islam
secara kaffah namun tidak meninggalkan tradisi-tradisi kebudayaannya, justru
tradisi atau kebudayaannyalah yang membuat mereka semakin kuat dan percaya
dengan agama yang diyakininya. Dalam Islam nusantara terdeskripsikan bagaimana
ajaran yang secara normatif berasal dari Tuhan diakomodasikan ke dalam
kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya
masing-masing.
Daftar Pustaka
Ali,
Mukti dkk. 2004. Metodologi Penelitian Agama suatu Pengantar. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya
Azra,
Azyumardi. 1995. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII. Bandung: Mizan
Imarah,
Muhammad. Islam dan Pluralitas Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai
Persatuan. Jakarta: Gema Insani Press
Karim,
Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher
Luthfi,
Khabibi Muhammad. 2016. “Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal.”
SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary 1, no. 1
Paloutzian,
Raymond F. 1996. Psychology of Religion. Massachusetts: Allyn & Bacon
Qomar,
Mujamil. 2016. “Islam Nusantara: Sebuah Alternatif Model Pe mikiran, Pemahaman,
dan Pengamalan Islam.” El-HARAKAH (TERAKRE DITASI) 17, no. 2
Sahed,
Nur, dan Musari Musari. 2016. “The Discourse of Islamic Education Development
Based on Islam Nusantara Concept in IAIN Salatiga.” Jurnal Pendidikan Islam 5,
no. 1