Tuesday, June 25, 2019

(Eza Alroisi Arhan Saputra) ISLAM LIBERAL


EZA ALROISI ARHAN SAPUTRA/B01217015

ISLAM LIBERAL
A.    Objek kajian
1.     Kajian material : Ilmu Kalam
2.     Kajian Formal : Doktrin, ajaran

B.    Kutipan Jurnal
Kata  Islam  bila  disandingkan  dengan  kata  liberal  maksudnya  Islam  yang bebas,  yang tidak  harus  memahami  ajaran  Islam  secara  tekstual,  Islam  yangtoleran terhadap non Islam, Islam  yang berpola pikir terbuka dan luas mengikuti perkembangan  zaman,  Islam  yang  tidak  mau  disusahkan  oleh  tradisi  ortodok.[1]
liberalisme adalah paham yang berusaha memperbesar wilayah kebebasan indi vidu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan atau kalau kita lihat dengan perspektif filosofis, merupakan tata pemikiran yang landasan pemikirannya adalah manusia yang bebas. Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan apa yang di inginkan. Liberalisme adalah paham pemikiran yang optimistis tentang manusia.[2]
Seorang tokoh Jaringan Islam Liberal di Indonesia, Denny JA lebih jauhmenyatakan bahawa Islam Liberal adalah golongan yangmenginterprestasikan Islam yang sesuai dengan kemodernan dan demokrasi“dan demokrasi sebagaimana yang diteorikan dan dipraktikkan di seluru dunia bersikap sekular, dimana negara mengambil jarak yang sama atas pluralisme agama atau pun pluralisme interprestasi agama[3]
Pada awalnya falsafah liberalisme yang berkembang di negara Barat yang masuk ke dalam seluruh  bidang  kehidupan  seperti  liberalisme  ekonomi,  liberalisme  budaya, liberalisme politik, dan liberalisme agama. Pada periode ini pengaruh liberalisme yang  telah  terjadi  dalam  agama  Yahudi  dan  Kristian  mulai  diikuti  oleh sekumpulan sarjana dan pemikir muslim seperti yang dilakukan  oleh Nasr Hamid Abu  Zayd  (Mesir),  Muhammad  Arkoun  (Al  Jazair),  Abdulah  Ahmed  Naim (Sudan), Asghar Ali Enginer (India), Aminah Wadud (Amerika), Nurcholis Madjid, Syafii  Maarif,  Abdurrahman  Wahid,  Ulil  Abshar  Abdalla  (Indonesia),  Muhamad Shahrour (Syria), Fatima Mernissi (Marocco), Abdul Karim Soroush (Iran), Khaled Abou  Fadl  (Kuwait)  dan  lain-lain.  Di  samping  itu  terdapat  banyak  kelompok diskusi, dan institusi seperti Jaringan Islam Liberal (JIL-Indonesia), Sister in Islam (Malaysia)  hampir  di  seluruh  negara   Islam  (Puslitbang  Kehidupan Keagamaan, 2007).[4]
tumbuhnya gerakan liberal Islam  di  Indonesia,  adalah  adanya  kebuntuan  Islam  dalam  merespons pelbagai  persoalan  yang  muncul  di  masyarakat;  padahal  kitab  suci sudah  tidak  lagi  diturunkan  oleh  Tuhan,  sehingga  mengakibatkan  ada sebagian  orang  yang  gelisah,  sehingga  mereka  berusaha  keluar  untuk menerobos  kebuntuan-kebuntuan  tersebut  dengan melakukan tafsir-tafsir baru atas kitab suci yang diyakini sakral tersebut.[5] Dalam pemikirannya islam liberal berlandaskan hal-hal berikut :
a.     Membuka pintu ijtihad dalam semua dimensi islam
b.     Mengutamakan semangat religio-etik bukan literal teks
c.     Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural
d.     Memihak pada minoritas dan tertindas
e.     Meyakini kebebasan beragama
f.      Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrowi[6]

kehadiran  kaum  liberal  (JIL)  kerap mempunyai  pandangan  yang  berseberangan  dengan  pemahaman mainstream yang  diyakini  secara  luas  selama  ini  oleh  umat  Islam, khususnya  terkait  penggunaan  dalil  maslahat  dalam  menuntaskan pelbagai  persoalan  kekinian.  Untuk  menguatkan  dan  mendukung pandangannya,  kelompok  Islam  liberal  kerap  menyandarkan  peristiwa  tidak  berlakunya  hukuman  potong  tangan  pada  masa  khalifah Umar bin Khattab sebagai dalil justifikasi bahwa kemaslahatan mesti didahulukan manakala terjadi semacam kontradiksi dan perbenturan antara perintah nas dan kondisi masyarakat. Pengguguran hukuman hadd  potong  tangan  (Q.  S.  Al-Maidah:  38)  oleh Umar  di  musim paceklik  menjadi  bukti  yang  paling  absah—dalam  pandangan  Islam liberal—bahwa nas sekalipun pantas untuk ‘dipinggirkan’ manakala tidak sejalan dengan logika akal dan kemaslahatan.Pada gilirannya hal ini akan menggiring kajian hukum Islam kepada relativisme dan nihilisme, mengingat beragamnya logika akal yang dimiliki manusia. Pandangan  demikian,  seolah  menekankan  bahwa  standar  baik  dan buruk cukuplah dituntaskan dengan akal saja tanpa bimbingan wahyu (nas). Sebuah kajian klasik yang telah melahirkan banyak firqah dalam sejarah Islam, semisal Mu’tazilah, Maturidiyyah,[7]
Nurcholish Majid, pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah yang identik, atau setidaknya hampir identik, dengan pengertian rasionalisasi. Hal ini berarti proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak akliah (irasional), dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang akliah. Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan, tidak lain adalah pemahaman manusia terhadap hukumhukum objektif yang menguasai alam, ideal, dan material, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Orang yang bertindak menurut ilmu pengetahuan (ilmiah) berarti bertindak menurut hukum alam yang berlaku. Oleh karena tidak melawan hukum alam, atau sebaliknya justru menggunakan hukum alam itu sendiri, ia memperoleh daya guna yang tinggi. Sehingga, sesuatu dapat disebut modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan berkesesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam. Bagi seorang Muslim, yang sepenuhnya meyakini kebenaran Islam sebagai way of life, semua nilai dasar way of lifeyang menyeluruh tercantum dalam kitab suci al-Qur’an. Sebagai penganut way of life Islam(dalam rangka beragama Islam), dengan sendirinya juga menganut cara berfikir Islami. Dengan demikian, dalam menetapkan penilaian tentang modernis, juga berorientasi pada nilai nilaibesar Islam. Modernisasi dapat dianggap sebagai suatu keharusan, atau bahkan kewajiban mutlak bagi manusia di muka bumi.[8]

C.    Premis

1.     Islam liberal adalah islam menjunjung tinggi kebebasan dalam berfikir
2.     Kehadiran islam liberal dikarenakan kebuntuan umat islam dalam menanggapi persoalan di masyarakat

3.     Islam liberal menyetujui adanya pemisahan urusan dunia dan akhirat atau urusan politik dan agama.

D.    Konklusi
islam liberal adalah islam yang menjunjung tinggi kebebasan dalam berfikir yang disebabkan kebuntuan dalam menghadapi persoalan di masyarakat, mereka membuat pemisahan antara agama dan politik


[1] https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwipwJLpj4jiAhUL5awKHU3fAWgQFjACegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Feprints.uns.ac.id%2F11144%2F1%2F324-1548-2-PB.pdf&usg=AOvVaw32MGSDkD0qaGpwY0F_GYkK
[2] https://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/325
[3] https://www.academia.edu/10560738/CABARAN_AKIDAH_PEMIKIRAN_ISLAM_LIBERAL
[4] https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwipwJLpj4jiAhUL5awKHU3fAWgQFjAAegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fdigilib.uinsby.ac.id%2F11011%2F5%2Fbab%25202.pdf&usg=AOvVaw3h8y8S9WzQM16rwRK43Xlo
[5] http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/63/57
[6] http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/1530/pdf
[7] https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/43
[8]