EZA ALROISI
ARHAN SAPUTRA/B01217015
ISLAM LIBERAL
A.
Objek kajian
1. Kajian material : Ilmu Kalam
2. Kajian Formal : Doktrin, ajaran
B.
Kutipan Jurnal
Kata Islam
bila disandingkan dengan
kata liberal maksudnya
Islam yang bebas, yang tidak
harus memahami ajaran
Islam secara tekstual,
Islam yangtoleran terhadap non
Islam, Islam yang berpola pikir terbuka
dan luas mengikuti perkembangan
zaman, Islam yang
tidak mau disusahkan
oleh tradisi ortodok.[1]
liberalisme adalah paham yang berusaha memperbesar
wilayah kebebasan indi vidu dan mendorong kemajuan sosial. Liberalisme
merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki kebebasan atau kalau kita
lihat dengan perspektif filosofis, merupakan tata pemikiran yang landasan
pemikirannya adalah manusia yang bebas. Bebas, karena manusia mampu berpikir
dan bertindak sesuai dengan apa yang di inginkan. Liberalisme adalah paham
pemikiran yang optimistis tentang manusia.[2]
Seorang tokoh Jaringan Islam Liberal di Indonesia,
Denny JA lebih jauhmenyatakan bahawa Islam Liberal adalah golongan
yangmenginterprestasikan Islam yang sesuai dengan kemodernan dan demokrasi“dan
demokrasi sebagaimana yang diteorikan dan dipraktikkan di seluru dunia bersikap
sekular, dimana negara mengambil jarak yang sama atas pluralisme agama atau pun
pluralisme interprestasi agama[3]
Pada awalnya falsafah
liberalisme yang berkembang di negara Barat yang masuk ke dalam seluruh bidang
kehidupan seperti liberalisme
ekonomi, liberalisme budaya, liberalisme politik, dan liberalisme
agama. Pada periode ini pengaruh liberalisme yang telah
terjadi dalam agama
Yahudi dan Kristian
mulai diikuti oleh sekumpulan sarjana dan pemikir muslim
seperti yang dilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd
(Mesir), Muhammad Arkoun
(Al Jazair), Abdulah
Ahmed Naim (Sudan), Asghar Ali
Enginer (India), Aminah Wadud (Amerika), Nurcholis Madjid, Syafii Maarif,
Abdurrahman Wahid, Ulil
Abshar Abdalla (Indonesia),
Muhamad Shahrour (Syria), Fatima Mernissi (Marocco), Abdul Karim Soroush
(Iran), Khaled Abou Fadl (Kuwait)
dan lain-lain. Di
samping itu terdapat
banyak kelompok diskusi, dan
institusi seperti Jaringan Islam Liberal (JIL-Indonesia), Sister in Islam
(Malaysia) hampir di
seluruh negara Islam
(Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
2007).[4]
tumbuhnya gerakan
liberal Islam di Indonesia,
adalah adanya kebuntuan
Islam dalam merespons pelbagai persoalan
yang muncul di
masyarakat; padahal kitab
suci sudah tidak lagi
diturunkan oleh Tuhan,
sehingga mengakibatkan ada sebagian
orang yang gelisah,
sehingga mereka berusaha
keluar untuk menerobos kebuntuan-kebuntuan tersebut
dengan melakukan tafsir-tafsir baru atas kitab suci yang diyakini sakral
tersebut.[5]
Dalam pemikirannya islam liberal berlandaskan hal-hal berikut :
a.
Membuka
pintu ijtihad dalam semua dimensi islam
b.
Mengutamakan
semangat religio-etik bukan literal teks
c.
Mempercayai
kebenaran yang relatif, terbuka dan plural
d.
Memihak
pada minoritas dan tertindas
e.
Meyakini
kebebasan beragama
f.
Memisahkan
otoritas duniawi dan ukhrowi[6]
kehadiran kaum
liberal (JIL) kerap mempunyai pandangan
yang berseberangan dengan
pemahaman mainstream yang
diyakini secara luas
selama ini oleh
umat Islam, khususnya terkait
penggunaan dalil maslahat
dalam menuntaskan pelbagai persoalan
kekinian. Untuk menguatkan
dan mendukung pandangannya, kelompok
Islam liberal kerap
menyandarkan peristiwa tidak
berlakunya hukuman potong
tangan pada masa
khalifah Umar bin Khattab sebagai dalil justifikasi bahwa kemaslahatan
mesti didahulukan manakala terjadi semacam kontradiksi dan perbenturan antara
perintah nas dan kondisi masyarakat. Pengguguran hukuman hadd potong
tangan (Q. S.
Al-Maidah: 38) oleh Umar
di musim paceklik menjadi
bukti yang paling
absah—dalam pandangan Islam liberal—bahwa nas sekalipun pantas
untuk ‘dipinggirkan’ manakala tidak sejalan dengan logika akal dan
kemaslahatan.Pada gilirannya hal ini akan menggiring kajian hukum Islam kepada
relativisme dan nihilisme, mengingat beragamnya logika akal yang dimiliki
manusia. Pandangan demikian, seolah
menekankan bahwa standar
baik dan buruk cukuplah
dituntaskan dengan akal saja tanpa bimbingan wahyu (nas). Sebuah kajian klasik
yang telah melahirkan banyak firqah dalam sejarah Islam, semisal Mu’tazilah,
Maturidiyyah,[7]
Nurcholish
Majid, pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah yang identik, atau
setidaknya hampir identik, dengan pengertian rasionalisasi. Hal ini berarti
proses perombakan pola berfikir dan tata kerja lama yang tidak akliah
(irasional), dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru yang
akliah. Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang
maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penemuan mutakhir manusia dalam
ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan, tidak lain adalah pemahaman manusia
terhadap hukumhukum objektif yang menguasai alam, ideal, dan material, sehingga
alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis. Orang yang bertindak
menurut ilmu pengetahuan (ilmiah) berarti bertindak menurut hukum alam yang
berlaku. Oleh karena tidak melawan hukum alam, atau sebaliknya justru
menggunakan hukum alam itu sendiri, ia memperoleh daya guna yang tinggi.
Sehingga, sesuatu dapat disebut modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah, dan
berkesesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam. Bagi seorang Muslim,
yang sepenuhnya meyakini kebenaran Islam sebagai way of life, semua nilai dasar
way of lifeyang menyeluruh tercantum dalam kitab suci al-Qur’an. Sebagai
penganut way of life Islam(dalam rangka beragama Islam), dengan sendirinya juga
menganut cara berfikir Islami. Dengan demikian, dalam menetapkan penilaian
tentang modernis, juga berorientasi pada nilai nilaibesar Islam. Modernisasi
dapat dianggap sebagai suatu keharusan, atau bahkan kewajiban mutlak bagi
manusia di muka bumi.[8]
C.
Premis
1.
Islam
liberal adalah islam menjunjung tinggi kebebasan dalam berfikir
2.
Kehadiran
islam liberal dikarenakan kebuntuan umat islam dalam menanggapi persoalan di
masyarakat
3.
Islam
liberal menyetujui adanya pemisahan urusan dunia dan akhirat atau urusan
politik dan agama.
D.
Konklusi
islam liberal adalah islam yang menjunjung tinggi kebebasan dalam
berfikir yang disebabkan kebuntuan dalam menghadapi persoalan di masyarakat, mereka
membuat pemisahan antara agama dan politik
[1] https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwipwJLpj4jiAhUL5awKHU3fAWgQFjACegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Feprints.uns.ac.id%2F11144%2F1%2F324-1548-2-PB.pdf&usg=AOvVaw32MGSDkD0qaGpwY0F_GYkK
[2] https://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/325
[3] https://www.academia.edu/10560738/CABARAN_AKIDAH_PEMIKIRAN_ISLAM_LIBERAL
[4] https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwipwJLpj4jiAhUL5awKHU3fAWgQFjAAegQIAxAC&url=http%3A%2F%2Fdigilib.uinsby.ac.id%2F11011%2F5%2Fbab%25202.pdf&usg=AOvVaw3h8y8S9WzQM16rwRK43Xlo
[5] http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/63/57
[6] http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/1530/pdf
[7] https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/43