Nama : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim : B91217119
Peran
Walisongo dalam Pengembangan Islam Nusantara
Objek Kajian :
- Kajian Material : Ilmu Kalam
- Kajian Formal : Definisi, teologi, dan peran walisongo dalam pengembangan Islam Nusantara
Memahami
Islam Nusantara
Islam
di Nusantara dan Islam Nusantara adalah kalimat yang mirip namun pada
pemaknaannya memiliki arti yang berbeda, secara terminologi, kalimat Islam di
Nusantara memiliki makna Agama Islam yang berkembang dan menjadi salah satu
Agama yang diakui di Nusantara, sedangkan Islam Nusantara setidaknya memiliki
makna Agama Islam yang memiliki interaksi, kontekstualisasi, Islam universal
dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia secara khusus, dan atau Islam
yang khas Nusantara. Sedangkan Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Islam
Nusantara bukanlah ajaran atau sekte baru dalam Islam sehingga tidak perlu
dikhawatirkan, konsep ini merupakan pandangan umat Islam Indonesia yang melekat
dengan budaya nusantara. Ia menjelaskan bahwa umat Islam yang berada di
Indonesia sangat dekat dengan budaya di tempat mereka tinggal dan inilah yang
menjadi landasan munculnya konsep Islam Nusantara.
Bagi
Kang Said, Islam Nusantara dapat menjadi jembatan perdamaian antar agama, dalam
pandangannya, Islam mengajarkan pentingnya memajukan peradaban, dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan Islam Nusantara, agama dan budaya terkoneksi secara
harmonis. “Islam Nusantara itu menghormati budaya. Selama tidak bertentangan
dengan Islam, justru akan menambah estetika. Budaya sebagai infrastruktur
agama.”
Namun
terdapat prdebatan
mengenai istilah Islam Nusantara di kalangan intelektual NU terletak pada label
kata “nusantara” yang mengikuti kata “Islam”. Kata ini bisa memengaruhi makna
Islam yang tidak hanya dimaknai secara normatif, tapi juga variatif. Ketika
Islam dan Nusantara menjadi frase Islam Nusantara, artinya sangat beragam.
Tergantung cara padang atau pendekatan keilmuan yang dipakai. [1] Rais
Am PBNU KH. A. Mutofa Bisri berpendapat, di Nusantara Islam
dikembangkan dan dipelihara melalui jaringan para ulama Ahlussunah wa al-Jamaah
(Aswaja) yang mendalam ilmunya sekaligus terlibat secara intens dalam kehidupan
masyarakat di lingkungan
masing-masing, maka masyarakat muslim yang terbentuk
adalah masyarakat muslim yang dekat dengan bimbingan para ulama
sehingga peri hidupnya lebih mencerminkan ajaran Islam yang berintikan
rahmat. “Islam Nusantara adalah solusi untuk peradaban,”
Islam Nusantara telah memiliki wajah yang mencolok, sekaligus
meneguhkan nilai-nilai harmoni sosial dan toleransi dalam kehidupan
masyarakatnya, karena para ulama Aswaja memberikan bimbingan
dengan ilmunya yang mendalam, kontekstual, serta mengedepankan
kebersamaan dan persatuan masyarakat/bangsa secara
keseluruhan. [2]
Islam
Nusantara ini merupakan cara melaksanakan Islam melalui pendekatan kultural,
sehingga merawat dan mengembangkan budaya (tradisi) lokal yang sesuai dengan
ajaran Islam, dan berusaha mewarnai budaya (tradisi) lokal itu dengan
nilai-nilai Islam manakala budaya (tradisi) tersebut masih belum senafas dengan
Islam. Islam sangat menghargai kreasi-kreasi kebudayaan masyarakat, sejauh
tidak menodai prinsip-prinsip kemanusiaan, ia tetap dipertahankan. Namun, jika
budaya (tradisi) itu mencederai martabat kemanusiaan, ia harus ditolak. Maka
Islam Nusantara ini tidak menghamba pada tradisi karena tidak kebal kritik.[3] Karakteristik
teologi Islam Nusantara adalah islam di wilayah melayu (Asia Tenggara).
Karakter diktrinalnya adalah berpaham Asy’ariyah dari segi kalam (teologi),
berfikih mazhab syai’i sekalipun menerima tasawuf model imam Ghazali.[4]
Peran Walisongo dalam Pengembangan Islam Nusantara
Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan islam di
Indonesia. Bahkan mereka adalah perintis utama dalam bidang dakwah islam di
indonesia. Sekaligus pelopor penyiaran agama islam di nusantara ini. “wali”
adalah singkatan dari perkataan Arab Waliyullah dan itu bermaksud “orang yang
mencintai Allah dan dicintai Allah” sedangkan “songo” juga perkataan jawa yang
bermaksud sembilan. Jadi “walisongo” merujuk kepada wali sembilan yakni
sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah. Mereka diberi gelaran yang
sedemikian karena mereka dianggap penyiar-penyiar agama islam yang terpenting.
Karena sesungguhnya mereka mengajar dan menyebarkan islam. Disamping itu, islam
juga merupakan para intektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Adapun
kesembilan wali tersebut adalah : Sunan Gresik (Syeikh Maulana Malik Ibrahim),
Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Bonang (Raden Makdum
Ibrahim), Sunan Drajat (Syeikh Syarifudin), Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shadiq),
Sunan Muria (Raden Umar Said), Sunan Gunung Jati ( Sayid Syarif Hidayatullah),
dan Sunan Kalijaga (Raden Mahmud Syahid). Para Wali ini mempunyai cara
pendekatan da’wah yang beragam diantaranya :
Pendekatan Teologis
Menanamkan dasar-dasar keyakinan dan pandangan hidup islami yang dilakukan
oleh Sunan Gresik dan Sunan Ampel dimana yang menjadi sasaran adalah rakyat
bawah yeng merupakan mayoritas penduduk.
Pendekatan Ilmiah
Seperti yang dilakukan Sunan Giri yaitu dengan mendirikan pesantren dan
melakukan pelatihan da’wah secara sistematik, metodelogis seperti permainan
anak, lagu-lagu(lir –ilir, padang-padang bulan) yang mengandung nilai dan makna
islami. dan juga sekaligus penugasan da’i untuk dikirim ke daerah-daerah
seperti Madura, Bawean sampai Maluku.
Pendekatan kelembagaan
Dengan mendirikan pemerintahan atau kerajaan, lembaga peribadatan seperti
masjid-masjid atau bangunan lainnya yang memberikan ketertarikan masyarakat
untuk mengetahui lebih dalam mengenai agama Islam, seperti yang dilakukan oleh
Sunan Demak, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.
Pendekatan Sosial
Yang dilakukan oleh Sunan Muria dan Sunan Drajat yang lebih senang hidup
ditengah-tengah rakyat kecil yang jauh dari keramaian, membina dan meningkatkan
kualitas keagamaan dan kehidupan sosial.
Pendektan Kultural
Dengan kemampuan intelektual dan pendalamannya terhadap islam Sunan
Kalijaga, Sunan Bonang melakukan islamisasi budaya yaitu budaya masyarakat yang
telah ada diislamkan.
Budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya
Indonesia sebagai “tuan rumah” aktif dalam menjaga, memberi tempat, dan membina
Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan bahwa ketika masuk dalam budaya
lokal, Islam diletakkan dalam posisi tertentu sehingga tidak memengaruhi
unsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan masuk ke
kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain.[5] Agama Islam sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap
aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pedoman masyarakat.
Dalam hal inilah Islam sebagai agama sekaligus menjadi budaya masyarakat
Indonesia. Di satu sisi berbagai budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak
secara otomatis hilang dengan adanya Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian
terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian
melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam.[6]
Premis :
- Konsep Islam Nusantara muncul dilandasi dengan adanya budaya yang dekat dengan tempat tinggal umat islam
- Teologi Islam Nusantara memiliki karakter diktrinal dengan berpaham Asy’ariyah dari segi kalam, berfikih mazhab syai’i, namun juga menerima tasawuf dari imam Ghazali
- Melalui dakwahnya, walisongo memiliki peran yang besar dalam pengembangan Islam Nusantara
Konklusi :
Landasan munculnya konsep Islam Nusantara yakni
dengan adanya budaya yang dekat dengan tempat tinggal umat islam, menjadikan
agama dan budaya ini terkoneksi secara harmonis. Islam Nusantara
ini merupakan cara melaksanakan Islam melalui pendekatan kultural, sehingga
merawat dan mengembangkan budaya (tradisi) lokal yang sesuai dengan ajaran Islam.
Teologi Islam Nusantara memiliki karakter diktrinal dengan berpaham pada Asy’ariyah
dari segi kalam, berfikih mazhab syai’i, namun juga menerima tasawuf dari imam
Ghazali. Dalam perkembangan Islam Nusantara ini, terdapat peran yang besar dari
walisongo melalui cara pendekatan dakwahnya yang beragam.
[1] http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/shahih/article/viewFile/53/45
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 23.46
[2] http://digilib.uinsby.ac.id/26550/1/Rozi%20El%20Umam_F05214077.pdf
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 23.21
[3] https://media.neliti.com/media/publications/23806-ID-islam-nusantara-sebuah-alternatif-model-pemikiran-pemahaman-dan-pengamalan-islam.pdf
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 23.48
[4] http://kelompok11studisuinjkt.blogspot.com/2016/06/makalah-islam-nusantara.html
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 00.59
[5] http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/shahih/article/viewFile/53/45
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 0.05
[6] http://studi-agama-islam.blogspot.com/2017/01/islam-nusantara-sejarah-dan-akar.html
diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 1.04