Tuesday, June 11, 2019

[Hariri Ulfa'i Rrosyidah] Peran Walisongo dalam Pengembangan Islam Nusantara


Nama   : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim     : B91217119


Peran Walisongo dalam Pengembangan Islam Nusantara
Objek Kajian : 
  1. Kajian Material : Ilmu Kalam
  2. Kajian Formal   : Definisi, teologi, dan peran walisongo dalam pengembangan Islam Nusantara


Memahami Islam Nusantara
Islam di Nusantara dan Islam Nusantara adalah kalimat yang mirip namun pada pemaknaannya memiliki arti yang berbeda, secara terminologi, kalimat Islam di Nusantara memiliki makna Agama Islam yang berkembang dan menjadi salah satu Agama yang diakui di Nusantara, sedangkan Islam Nusantara setidaknya memiliki makna Agama Islam yang memiliki interaksi, kontekstualisasi, Islam universal dengan realitas sosial, budaya dan agama di Indonesia secara khusus, dan atau Islam yang khas Nusantara. Sedangkan Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Islam Nusantara bukanlah ajaran atau sekte baru dalam Islam sehingga tidak perlu dikhawatirkan, konsep ini merupakan pandangan umat Islam Indonesia yang melekat dengan budaya nusantara. Ia menjelaskan bahwa umat Islam yang berada di Indonesia sangat dekat dengan budaya di tempat mereka tinggal dan inilah yang menjadi landasan munculnya konsep Islam Nusantara.
Bagi Kang Said, Islam Nusantara dapat menjadi jembatan perdamaian antar agama, dalam pandangannya, Islam mengajarkan pentingnya memajukan peradaban, dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan Islam Nusantara, agama dan budaya terkoneksi secara harmonis. “Islam Nusantara itu menghormati budaya. Selama tidak bertentangan dengan Islam, justru akan menambah estetika. Budaya sebagai infrastruktur agama.”
Namun terdapat prdebatan mengenai istilah Islam Nusantara di kalangan intelektual NU terletak pada label kata “nusantara” yang mengikuti kata “Islam”. Kata ini bisa memengaruhi makna Islam yang tidak hanya dimaknai secara normatif, tapi juga variatif. Ketika Islam dan Nusantara menjadi frase Islam Nusantara, artinya sangat beragam. Tergantung cara padang atau pendekatan keilmuan yang dipakai. [1] Rais Am PBNU KH. A. Mutofa Bisri berpendapat, di Nusantara Islam dikembangkan dan dipelihara melalui jaringan para ulama Ahlussunah wa al-Jamaah (Aswaja) yang mendalam ilmunya sekaligus terlibat secara intens dalam kehidupan masyarakat di lingkungan masing-masing, maka masyarakat muslim yang terbentuk adalah masyarakat muslim yang dekat dengan bimbingan para ulama sehingga peri hidupnya lebih mencerminkan ajaran Islam yang berintikan rahmat. “Islam Nusantara adalah solusi untuk peradaban,” Islam Nusantara telah memiliki wajah yang mencolok, sekaligus meneguhkan nilai-nilai harmoni sosial dan toleransi dalam kehidupan masyarakatnya, karena para ulama Aswaja memberikan bimbingan dengan ilmunya yang mendalam, kontekstual, serta mengedepankan kebersamaan dan persatuan masyarakat/bangsa secara keseluruhan. [2]

Islam Nusantara ini merupakan cara melaksanakan Islam melalui pendekatan kultural, sehingga merawat dan mengembangkan budaya (tradisi) lokal yang sesuai dengan ajaran Islam, dan berusaha mewarnai budaya (tradisi) lokal itu dengan nilai-nilai Islam manakala budaya (tradisi) tersebut masih belum senafas dengan Islam. Islam sangat menghargai kreasi-kreasi kebudayaan masyarakat, sejauh tidak menodai prinsip-prinsip kemanusiaan, ia tetap dipertahankan. Namun, jika budaya (tradisi) itu mencederai martabat kemanusiaan, ia harus ditolak. Maka Islam Nusantara ini tidak menghamba pada tradisi karena tidak kebal kritik.[3] Karakteristik teologi Islam Nusantara adalah islam di wilayah melayu (Asia Tenggara). Karakter diktrinalnya adalah berpaham Asy’ariyah dari segi kalam (teologi), berfikih mazhab syai’i sekalipun menerima tasawuf model imam Ghazali.[4]

Peran Walisongo dalam Pengembangan Islam Nusantara
Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar dalam pengembangan islam di Indonesia. Bahkan mereka adalah perintis utama dalam bidang dakwah islam di indonesia. Sekaligus pelopor penyiaran agama islam di nusantara ini. “wali” adalah singkatan dari perkataan Arab Waliyullah dan itu bermaksud “orang yang mencintai Allah dan dicintai Allah” sedangkan “songo” juga perkataan jawa yang bermaksud sembilan. Jadi “walisongo” merujuk kepada wali sembilan yakni sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah. Mereka diberi gelaran yang sedemikian karena mereka dianggap penyiar-penyiar agama islam yang terpenting. Karena sesungguhnya mereka mengajar dan menyebarkan islam. Disamping itu, islam juga merupakan para intektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Adapun kesembilan wali tersebut adalah : Sunan Gresik (Syeikh Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim), Sunan Drajat (Syeikh Syarifudin), Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shadiq), Sunan Muria (Raden Umar Said), Sunan Gunung Jati ( Sayid Syarif Hidayatullah), dan Sunan Kalijaga (Raden Mahmud Syahid). Para Wali ini mempunyai cara pendekatan da’wah yang beragam diantaranya :
Pendekatan Teologis
Menanamkan dasar-dasar keyakinan dan pandangan hidup islami yang dilakukan oleh Sunan Gresik dan Sunan Ampel dimana yang menjadi sasaran adalah rakyat bawah yeng merupakan mayoritas penduduk.
Pendekatan Ilmiah
Seperti yang dilakukan Sunan Giri yaitu dengan mendirikan pesantren dan melakukan pelatihan da’wah secara sistematik, metodelogis seperti permainan anak, lagu-lagu(lir –ilir, padang-padang bulan) yang mengandung nilai dan makna islami. dan juga sekaligus penugasan da’i untuk dikirim ke daerah-daerah seperti Madura, Bawean sampai Maluku.
Pendekatan kelembagaan
Dengan mendirikan pemerintahan atau kerajaan, lembaga peribadatan seperti masjid-masjid atau bangunan lainnya yang memberikan ketertarikan masyarakat untuk mengetahui lebih dalam mengenai agama Islam, seperti yang dilakukan oleh Sunan Demak, Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati.

Pendekatan Sosial
Yang dilakukan oleh Sunan Muria dan Sunan Drajat yang lebih senang hidup ditengah-tengah rakyat kecil yang jauh dari keramaian, membina dan meningkatkan kualitas keagamaan dan kehidupan sosial.
Pendektan Kultural
Dengan kemampuan intelektual dan pendalamannya terhadap islam Sunan Kalijaga, Sunan Bonang melakukan islamisasi budaya yaitu budaya masyarakat yang telah ada diislamkan.

Budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya Indonesia sebagai “tuan rumah” aktif dalam menjaga, memberi tempat, dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan bahwa ketika masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan dalam posisi tertentu sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain.[5] Agama Islam sebagai suatu norma, aturan, maupun segenap aktivitas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pedoman masyarakat. Dalam hal inilah Islam sebagai agama sekaligus menjadi budaya masyarakat Indonesia. Di satu sisi berbagai budaya lokal yang ada di masyarakat, tidak secara otomatis hilang dengan adanya Islam. Budaya-budaya lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya lokal dan Islam.[6]

Premis :
  1. Konsep Islam Nusantara muncul dilandasi dengan adanya budaya yang dekat dengan tempat tinggal umat islam
  2. Teologi Islam Nusantara memiliki karakter diktrinal dengan berpaham Asy’ariyah dari segi kalam, berfikih mazhab syai’i, namun juga menerima tasawuf dari imam Ghazali
  3.  Melalui dakwahnya, walisongo memiliki peran yang besar dalam pengembangan Islam Nusantara


Konklusi :
Landasan munculnya konsep Islam Nusantara yakni dengan adanya budaya yang dekat dengan tempat tinggal umat islam, menjadikan agama dan budaya ini terkoneksi secara harmonis. Islam Nusantara ini merupakan cara melaksanakan Islam melalui pendekatan kultural, sehingga merawat dan mengembangkan budaya (tradisi) lokal yang sesuai dengan ajaran Islam. Teologi Islam Nusantara memiliki karakter diktrinal dengan berpaham pada Asy’ariyah dari segi kalam, berfikih mazhab syai’i, namun juga menerima tasawuf dari imam Ghazali. Dalam perkembangan Islam Nusantara ini, terdapat peran yang besar dari walisongo melalui cara pendekatan dakwahnya yang beragam.



[2] http://digilib.uinsby.ac.id/26550/1/Rozi%20El%20Umam_F05214077.pdf diakses tanggal 10 Juni 2019 pada pukul 23.21