Saturday, June 15, 2019

[Hariri Ulfa'i Rrosyidah] Asas Pemikiran Islam Liberal

Nama   : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim     : B91217119
Asas Pemikiran Islam Liberal
Objek Kajian :
  1.  Kajian Material : Ilmu Kalam
  2.  Kajian Formal : Definisi, latar belakang, asas pemikiran Islam Liberal


Latar Belakang Islam Liberal
Islam liberal merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Leonard Binder dan Charlez Kurzman dalam bukunya Liberal Islam : The Source Book yang merupakan kumpulan sejumlah artikel dari pemikir-pemikir Islam berbagai negara.[1] Latar belakang pemikiran liberal Islam mempunyai akar yang jauh sampai di masa keemasan Islam (the golden age of Islam). Teologi rasional Islam yang dikembangkan oleh Mu’tazilah dan para filsuf, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan sebagainya, selalu dianggap telah mampu menjadi perintis perkembangan kebudayaan modern dewasa ini. Pemikiran liberal Islam yang memberi bobot besar terhadap penafsiran baru ajaran Islam.
Menurut Liutfhi Asy-Syaukanie, istilah Islam liberal mulai dipopulerkan sejak tahun  1950-an. Ditimur tengah, akar-akar gerakan Liberalisme bisa ditelusuri hingga awal abad ke-19, ketika apa yang disebut “gerakan kebangkitan” (Harakah al-Nahdhah) di kawasan itu secara hampir serentak dimulai. Di Indonesia sendiri mulai timbul sekitar tahun 1980-an yang dibawa olah tokoh utama dan sumber rujukan utama kamunitas Islam Liberal Indonesia.
Nama Islam Liberal menggambarkan prinsip-prinsip yang menekankan kebebasan pribadi (sesuai dengan doktrin Mu’tazilah tentang kebebasan manusia), dan ‘pembebasan’ struktur sosial-politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas.[2] Paham Mu’tazilah yang bercorak Rasional pada hakikatnya sudah muncul dengan wajah barunya. Ialah Islam Liberal yang mengangkat sisi lain dari pemahamannya tentang ajaran Islam. Azas kebebasan berfiikir, berkeyakinan dan beragama yang dianut oleh aliran Islam Liberal. Pada Intinya, Islam Liberal melalui corak pemikirannya ingin mengubah ajaran Islam agar sesuai dengan zaman, aqidahnya diubah, syariatnya diubah dan sebagainya. Ide-ide Pokok yang dikembangkan itu pada dasarnya adalah ideologi kaum rasionalis mereka sebagai paham yang diusung oleh Jaringan Islam Liberal (JIL).[3] Golongan Islam Liberal tidak mengizinkan diri mereka sebagai orang yang menolak agama, tetapi berselindung dengan gagasan mengkaji semula agama, mentafsir semula al-Qur’an, dan menilai semula syari’at dan hukum-hukum fiih.[4]
Asas Pemikiran Islam Liberal
Secara umum asas liberalisme ada 3 Yaitu kebebasan, individualisme, rasionalis (‘aqlani, mendewakan akal).
Asas Pertama, Kebebasan : Yang dimaksud dengan asas ini, ialah setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi.
Asas Kedua, Individualism (al-fardiyah) : Dalam hal ini meliputi dua pengertian.
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan pragmatisme.

Asas ketiga, yaitu rasionalisme (aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:
  1. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar materi yang dapat disaksikan (abstrak). Dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, panca indera dan percobaan.
  2. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga menurut mereka- manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu.  
  3. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan –versi seluruh kelompok liberal – adalah undangundang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka.Sumber hukum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.[5]


Premis :
  1.  Islam Liberal mengangkat corak pemikiran paham Mu’tazilah
  2. Islam Liberal menekankan kebebasan pribadi
  3. Terdapat 3 asas pemikiran Islam Liberal. Yakni kebebasan, individualism, dan rasionalisme.


Konklusi :
Islam Liberal menggambarkan prinsip-prinsip yang menekankan kepada kebebasan pribadi. Hal ini sesuai dengan doktrin Mutazilah tentang kebebasan manusia.  Paham Mu’tazilah yang bercorak Rasional pada hakikatnya sudah muncul dengan wajah barunya. Ialah Islam Liberal yang mengangkat sisi lain dari pemahamannya tentang ajaran Islam. Islam Liberal melalui corak pemikirannya ingin mengubah ajaran Islam agar sesuai dengan zaman, aqidahnya diubah, syariatnya diubah dan sebagainya. Terdapat 3 asas pemikiran Islam Liberal. Yang pertama, Kebebasan. Artinya, Setiap individu bebas melakukan perbuatan. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Asas Kedua, Individualism (al-fardiyah). Dalam hal ini meliputi dua pengertian, cinta diri sendiri dan kemerdekaan pribadi. Dan asas yang terakhir  yaitu rasionalisme (aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.