Nama : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim : B91217119
HTI dan
Idiologi Politisnya
Objek Kajian :
1. Kajian Material : Ilmu Kalam
2. Kajian Formal : Definisi,
tujuan, dan idiologi politis HTI
Lahirnya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul
Maqdis), Palestina. Gerakan ini didirikan oleh Taqiyyuddin An Nabhani. Ia
adalah seorang lulusan universitas al-Azhar Mesir tahun 1932 dengan
yudisium istimewa. Setelah menyelesaikan kuliahnya, ia kembali ke Palestina dan menjadi
guru disana. Namun kemudian
pekerjaan ini ia tinggalkan karena ia merasa sistem pendidikan di Palestina
sanagt dipengaruhi oleh sistem pendidikan barat. Kemudian ia memutuskan untuk
menjadi hakim, yang jabatan ini terus dipegangnya sampaipendudukan Israel atas Palestina pada tahun 1942. HTI
ini awalnya bernama Partai Pembebasan Islam (hizb al-tahrir al-Islami). Nama
tahrir diambil oleh nabhani dari gagasan yang ditulis dalam bukunya, seruan
membara kepada orang-orang Islam dari partai pembebasan.[1]
HTI masuk ke Indonesia pada 1983 oleh Abdurrahman
al-Baghdadi, seorang mubalig sekaligus aktivis Hizbut Tahrir yang berbasis di
Australia. Ia memulainya dengan mengajarkan pemahamannya ke beberapa kampus di
Indonesia hingga menjadi salah satu gerakan. Kehadiran HTI tidak bisa
dilepaskan begitu saja dari Hizbut Tahrir di Palestina yang didirikan oleh
Taqiyuddin an-Nabhani pada 1953. Kehadirannya sebagai gerakan politik memang
mengusung panji penegakan sistem khilafah al-Islamiyah. Ide ini memunculkan
konsekuensi bahwa gerakan Hizbut Tahrir—yang awalnya merupakan partai politik
di Palestina—menyebar dan punya sifat lintas negara. Secara garis besar, tujuan
Hizbut Tahrir adalah menghidupkan konsep politik yang diklaim merupakan
kewajiban dalam kitab suci, sunah, dan telah diwujudkan dalam sejarah kekuasaan
Islam sejak era Nabi Muhammad sampai kejatuhan imperium Utsmani (Abad ke-18
Masehi).
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari
kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan,
dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan
pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali
Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah
SWT dapat diberlakukan kembali.[2]
Menurut pendirinya Taqiyuddin an-Nabhani dalam tulisannya di
kitab Daulah Islam dan kitab Mafahim Hizbut Tahrir yang sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh HTI Press sejak 2004 dan 2007, generasi umat Islam
saat ini tidak tertarik dengan konsep khilafah karena tidak pernah menyaksikan
atau punya pengalaman dengan pemerintahan Islam. Karena gambaran tersebut tidak
ada, pada akhirnya Muslim memilih menggunakan falsafah hidup lain yang membuat
kemurnian Islam menjadi terkikis. Bagi Taqiyuddin, ini adalah kemunduran besar
kaum muslimin. Taqiyuddin mengistilahkannya dengan ghazwu ats-tsaqafi (invasi
budaya) yang menyebabkan kaum muslimin enggan menerapkan hukum-hukum Islam pada
sistem pemerintahan mereka.[3]
Karakteristik Ideologi dan Politis HTI
Dalam konteks Indonesia, sebetulnya HTI bukanlah partai politik,
tetapi ia adalah gerakan sosial keagamaan yang aktifitasnya sangat politis. HTI
berideologi Islam, berusaha menerapkan dan menegakkan syari’at Islam dan bahkan
membangun Daulah Islamiyah yang berbentuk khilafah Islamiyyah. Menurut HTI
kemunduran umat Islam disebabkan oleh lemahnya pemahaman umat Islam terhadap
Islam itu sendiri. Segala upaya untuk membangkitkan kaum Muslim menemui
kegagalan dikarenakan tiga hal, yaitu pertama, tidak adanya pemahaman yang
mendalam mengenai fikrah Islamiyyah dikalangan para aktifis kebangkitan Islam.
Kedua, tidak adanya gambaran yang jelas mengenai tariqah Islamiyyah dalam
menerapkan fikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrah Islamiyyah dengan
tariqah Islamiyyah sebagai satu hubungan yang solid, yang tidak terpisahkan.[4]
HTI, berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat
menolak saqafah-saqafahasing yang diantaranya adalah nasionalisme. HTI
menganggap bahwa Barat telah meracuni umat Islam dengan paham kedaerahan yang
sempit. Paham nasionalisme dijadikan para penjajah sebagai sumbu putar
aktifitas-aktifitas yang bersifat sesaat. Demikian juga umat Islam diracuni
dengan ilusi kemustahilan berdirinya Daulah Islamiyyah dan kemustahilan
persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam karena terdapatnya perbedaan kultur,
penduduk dan bahasa. Para penjajah meracuni umat Islam dengan konsep politik
yang keliru seperti slogan: ‘Agama adalah Milik Allah’, ‘Tanah Air Milik Semua
Orang’, ‘ Kita Dipersatukan oleh Penderitaan dan Cita-cita’, ‘Tanah Air di Atas
Segalanya’, ‘Kita Harus Rela dengan Kenyataan Yang Ada’, Kita Harus Bersikap
Realitis’, dan sejenisnya.[5]
HTI berkeyakinan bahwa sistem pemerintahan Islam yang
diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem khilāfah. Untuk memperkuat
pendapatnya mereka mendasarkan pada ayat Al-Qur’an surat al-Māidah: 48, yang
artinya: “Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang
telah diturunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”.
Konsep khilāfah menurut HTI adalah sebagai berikut:
1.
Khalīfah
Menurut HTI, khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan dan menerapkan hukum-hukum syari’ah. Seorang khalīfah diangkat oleh kaum Muslim dengan cara bai’at. Untuk menjadi seorang khalīfah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Khalīfah harus seorang Muslim, harus laki-laki, harus baligh, harus berakal, harus seorang yang adil, harus orang merdeka, dan /harus yang mampu. Menurut HTI, kaum Muslim di seluruh dunia wajib berada dalam satu negara dan wajib pula hanya ada satu khalīfah. Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah s.a.w., yang artinya: “Siapa saja yang telah membai’at seorang imam/khalīfah, lalu ia telah memberinya genggaman tangannya dan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya sesuai dengan kemampuannya. Kemudian jika datang ornag lain yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah orang itu”. (HR. Muslim) Seorang khalīfah tidak dibatasi masa jabatannya, tetapi seorang khalīfah bisa dipecat (dima’zulkan) apabila khalīfah kehilangan satu dari tujuh syarat di atas. Lembaga yang berhak memecat khalīfah adalah Mahkamah Mazālim (Mahkamah Agung).
Menurut HTI, khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan dan menerapkan hukum-hukum syari’ah. Seorang khalīfah diangkat oleh kaum Muslim dengan cara bai’at. Untuk menjadi seorang khalīfah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Khalīfah harus seorang Muslim, harus laki-laki, harus baligh, harus berakal, harus seorang yang adil, harus orang merdeka, dan /harus yang mampu. Menurut HTI, kaum Muslim di seluruh dunia wajib berada dalam satu negara dan wajib pula hanya ada satu khalīfah. Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah s.a.w., yang artinya: “Siapa saja yang telah membai’at seorang imam/khalīfah, lalu ia telah memberinya genggaman tangannya dan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya sesuai dengan kemampuannya. Kemudian jika datang ornag lain yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah orang itu”. (HR. Muslim) Seorang khalīfah tidak dibatasi masa jabatannya, tetapi seorang khalīfah bisa dipecat (dima’zulkan) apabila khalīfah kehilangan satu dari tujuh syarat di atas. Lembaga yang berhak memecat khalīfah adalah Mahkamah Mazālim (Mahkamah Agung).
2.
Para
Mu’āwin al-Tafwīd
Mu’āwin
al-Tafwīd adalah pembantu yang telah diangkat oleh khalīfah untuk membantunya
dalam mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan. Dengan
demikian, khalīfah mendelegasikan kepada Mu’āwin al-Tafwīd pengaturan berbagai
urusan menurut pendapatnya dan melaksanakannya berdasarkan ijtihadnya
sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syari’ah. Syarat-syarat seorang Mu’āwin
al-Tafwīd sama dengan syarat-syarat seorang khalīfah. Tugas-tugas Mu’āwin al-Tafwīd
antara lain menangani hubungan internasional, militer atau tentara, aparat/instansi
negara selain militer, hubungan dengan rakyat.
3.
Wuzarā’
al-Tanfīz
Wuzarā’
al-Tanfīz adalah pembantu khalīfah dalam kesekretariatan. Tugasnya menyangkut
bidang administratif, dan bukan pemerintahan. Syarat seorang Wuzarā’ al-Tanfīz
adalah laki-laki dan Muslim.Para Wali
Wali adalah orang yang diangkat oleh khalīfah sebagai pengusaha untuk suatu wilayah (propinsi) serta menjadi amir (pemimpin/gubernur) wilayah itu. Aktifitas wali wajib dikontrol oleh khalīfah dan para mu’āwinnya.
Wali adalah orang yang diangkat oleh khalīfah sebagai pengusaha untuk suatu wilayah (propinsi) serta menjadi amir (pemimpin/gubernur) wilayah itu. Aktifitas wali wajib dikontrol oleh khalīfah dan para mu’āwinnya.
4.
Amīr
al-Jihād Amīr al-Jihād terdiri dari empat instansi, yaitu bidang luar negeri,
peperangan, keamanan dalam negeri, dan industri.[6]
Premis :
1. Hizbut
Tahrir bertujuan membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali
2. HTI,
berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah saqafahasing
yang diantaranya adalah nasionalisme
3. HTI
berkeyakinan bahwa sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem khilāfah
Konklusi
:
Hizbut Tahrir bertujuan membangun kembali Daulah
Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat
diberlakukan kembali. Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam
dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem
perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari
cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. HTI, berdasarkan
karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah saqafahasing yang
diantaranya adalah nasionalisme. HTI menganggap bahwa Barat telah meracuni umat
Islam dengan paham kedaerahan yang sempit. Dalam sistem pemerintahannya, HTI
berkeyakinan sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta
adalah sistem khilāfah.
[2] https://didanel.wordpress.com/2010/12/22/makalah-kelompok-7/ diakses
tanggal 9 Juni 2019 pada pukul 14.39
[3] https://tirto.id/sejarah-kemunculan-hti-hingga-akhirnya-dibubarkan-coiC diakses
tanggal 9 Juni 2019 pada pukul 14.37
[4] http://kumpulan2makalahpai.blogspot.com/2015/12/sejarah-dan-berkembanya-hti.html diakses
tanggal 9 Juni 2019 pada pukul 14.27
[5] http://kumpulan2makalahpai.blogspot.com/2015/12/pandangan-pandangan-hti.html diakses
tanggal 9 Juni 2019 pada pukul 14.29
[6] http://kumpulan2makalahpai.blogspot.com/2015/12/pandangan-pandangan-hti-2.html
diakses tanggal
9 Juni 2019 pada pukul 14.32