Sunday, June 9, 2019

[Hariri Ulfa'i Rrosyidah] HTI dan Idiologi Politisnya


Nama   : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim     : B91217119
HTI dan Idiologi Politisnya
Objek Kajian :
1.      Kajian Material : Ilmu Kalam

2.      Kajian Formal : Definisi, tujuan, dan idiologi politis HTI 

Lahirnya Hizbut Tahrir  
Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina. Gerakan ini didirikan oleh Taqiyyuddin An Nabhani. Ia adalah seorang lulusan universitas al-Azhar Mesir tahun 1932 dengan yudisium istimewa. Setelah menyelesaikan kuliahnya, ia kembali ke Palestina dan menjadi guru disana. Namun kemudian pekerjaan ini ia tinggalkan karena ia merasa sistem pendidikan di Palestina sanagt dipengaruhi oleh sistem pendidikan barat. Kemudian ia memutuskan untuk menjadi hakim, yang jabatan ini terus dipegangnya sampaipendudukan Israel atas Palestina pada tahun 1942. HTI ini awalnya bernama Partai Pembebasan Islam (hizb al-tahrir al-Islami). Nama tahrir diambil oleh nabhani dari gagasan yang ditulis dalam bukunya, seruan membara kepada orang-orang Islam dari partai pembebasan.[1]
HTI masuk ke Indonesia pada 1983 oleh Abdurrahman al-Baghdadi, seorang mubalig sekaligus aktivis Hizbut Tahrir yang berbasis di Australia. Ia memulainya dengan mengajarkan pemahamannya ke beberapa kampus di Indonesia hingga menjadi salah satu gerakan. Kehadiran HTI tidak bisa dilepaskan begitu saja dari Hizbut Tahrir di Palestina yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani pada 1953. Kehadirannya sebagai gerakan politik memang mengusung panji penegakan sistem khilafah al-Islamiyah. Ide ini memunculkan konsekuensi bahwa gerakan Hizbut Tahrir—yang awalnya merupakan partai politik di Palestina—menyebar dan punya sifat lintas negara. Secara garis besar, tujuan Hizbut Tahrir adalah menghidupkan konsep politik yang diklaim merupakan kewajiban dalam kitab suci, sunah, dan telah diwujudkan dalam sejarah kekuasaan Islam sejak era Nabi Muhammad sampai kejatuhan imperium Utsmani (Abad ke-18 Masehi).
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.[2]
Menurut pendirinya Taqiyuddin an-Nabhani dalam tulisannya di kitab Daulah Islam dan kitab Mafahim Hizbut Tahrir yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh HTI Press sejak 2004 dan 2007, generasi umat Islam saat ini tidak tertarik dengan konsep khilafah karena tidak pernah menyaksikan atau punya pengalaman dengan pemerintahan Islam. Karena gambaran tersebut tidak ada, pada akhirnya Muslim memilih menggunakan falsafah hidup lain yang membuat kemurnian Islam menjadi terkikis. Bagi Taqiyuddin, ini adalah kemunduran besar kaum muslimin. Taqiyuddin mengistilahkannya dengan ghazwu ats-tsaqafi (invasi budaya) yang menyebabkan kaum muslimin enggan menerapkan hukum-hukum Islam pada sistem pemerintahan mereka.[3]

Karakteristik Ideologi dan Politis HTI 
Dalam konteks Indonesia, sebetulnya HTI bukanlah partai politik, tetapi ia adalah gerakan sosial keagamaan yang aktifitasnya sangat politis. HTI berideologi Islam, berusaha menerapkan dan menegakkan syari’at Islam dan bahkan membangun Daulah Islamiyah yang berbentuk khilafah Islamiyyah. Menurut HTI kemunduran umat Islam disebabkan oleh lemahnya pemahaman umat Islam terhadap Islam itu sendiri. Segala upaya untuk membangkitkan kaum Muslim menemui kegagalan dikarenakan tiga hal, yaitu pertama, tidak adanya pemahaman yang mendalam mengenai fikrah Islamiyyah dikalangan para aktifis kebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yang jelas mengenai tariqah Islamiyyah dalam menerapkan fikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrah Islamiyyah dengan tariqah Islamiyyah sebagai satu hubungan yang solid, yang tidak terpisahkan.[4]
HTI, berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah-saqafahasing yang diantaranya adalah nasionalisme. HTI menganggap bahwa Barat telah meracuni umat Islam dengan paham kedaerahan yang sempit. Paham nasionalisme dijadikan para penjajah sebagai sumbu putar aktifitas-aktifitas yang bersifat sesaat. Demikian juga umat Islam diracuni dengan ilusi kemustahilan berdirinya Daulah Islamiyyah dan kemustahilan persatuan dan kesatuan negeri-negeri Islam karena terdapatnya perbedaan kultur, penduduk dan bahasa. Para penjajah meracuni umat Islam dengan konsep politik yang keliru seperti slogan: ‘Agama adalah Milik Allah’, ‘Tanah Air Milik Semua Orang’, ‘ Kita Dipersatukan oleh Penderitaan dan Cita-cita’, ‘Tanah Air di Atas Segalanya’, ‘Kita Harus Rela dengan Kenyataan Yang Ada’, Kita Harus Bersikap Realitis’, dan sejenisnya.[5]
HTI berkeyakinan bahwa sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem khilāfah. Untuk memperkuat pendapatnya mereka mendasarkan pada ayat Al-Qur’an surat al-Māidah: 48, yang artinya: “Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”.

Konsep khilāfah menurut HTI adalah sebagai berikut:
1.    Khalīfah 
Menurut HTI, khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan dan menerapkan hukum-hukum syari’ah. Seorang khalīfah diangkat oleh kaum Muslim dengan cara bai’at. Untuk menjadi seorang khalīfah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Khalīfah harus seorang Muslim, harus laki-laki, harus baligh, harus berakal, harus seorang yang adil, harus orang merdeka, dan /harus yang mampu. Menurut HTI, kaum Muslim di seluruh dunia wajib berada dalam satu negara dan wajib pula hanya ada satu khalīfah. Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah s.a.w., yang artinya: “Siapa saja yang telah membai’at seorang imam/khalīfah, lalu ia telah memberinya genggaman tangannya dan buah hatinya, hendaklah ia menaatinya sesuai dengan kemampuannya. Kemudian jika datang ornag lain yang hendak merebut kekuasaannya, maka penggallah orang itu”. (HR. Muslim) Seorang khalīfah tidak dibatasi masa jabatannya, tetapi seorang khalīfah bisa dipecat (dima’zulkan) apabila khalīfah kehilangan satu dari tujuh syarat di atas. Lembaga yang berhak memecat khalīfah adalah Mahkamah Mazālim (Mahkamah Agung). 
2.    Para Mu’āwin al-Tafwīd 
Mu’āwin al-Tafwīd adalah pembantu yang telah diangkat oleh khalīfah untuk membantunya dalam mengemban tanggungjawab dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan. Dengan demikian, khalīfah mendelegasikan kepada Mu’āwin al-Tafwīd pengaturan berbagai urusan menurut pendapatnya dan melaksanakannya berdasarkan ijtihadnya sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syari’ah. Syarat-syarat seorang Mu’āwin al-Tafwīd sama dengan syarat-syarat seorang khalīfah. Tugas-tugas Mu’āwin al-Tafwīd antara lain menangani hubungan internasional, militer atau tentara, aparat/instansi negara selain militer, hubungan dengan rakyat. 
3.    Wuzarā’ al-Tanfīz 
Wuzarā’ al-Tanfīz adalah pembantu khalīfah dalam kesekretariatan. Tugasnya menyangkut bidang administratif, dan bukan pemerintahan. Syarat seorang Wuzarā’ al-Tanfīz adalah laki-laki dan Muslim.Para Wali 
Wali adalah orang yang diangkat oleh khalīfah sebagai pengusaha untuk suatu wilayah (propinsi) serta menjadi amir (pemimpin/gubernur) wilayah itu. Aktifitas wali wajib dikontrol oleh khalīfah dan para mu’āwinnya. 
4.    Amīr al-Jihād Amīr al-Jihād terdiri dari empat instansi, yaitu bidang luar negeri, peperangan, keamanan dalam negeri, dan industri.[6]

Premis :
1. Hizbut Tahrir bertujuan membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi,                      sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali
2. HTI, berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah saqafahasing yang            diantaranya adalah nasionalisme
3. HTI berkeyakinan bahwa sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam                        semesta adalah sistem khilāfah

Konklusi :
Hizbut Tahrir bertujuan membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali. Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir. HTI, berdasarkan karakter ideologis dan politisnya, sangat menolak saqafah saqafahasing yang diantaranya adalah nasionalisme. HTI menganggap bahwa Barat telah meracuni umat Islam dengan paham kedaerahan yang sempit. Dalam sistem pemerintahannya, HTI berkeyakinan sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem khilāfah.