Firdha Ayu Nur Safitri/B01217019/A2
Aliran
Khawarij
Objek Kajian
Material : Ilmu Kalam
Objek Kajian
Formal : Ilmu Kalam dalam Pemikiran Politik Aliran Khawarij
Kelompok
Khawarij muncul bersama dengan mazhab Syi’ah.Masing – masing muncul sebagai
sebuah mazhab pada pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib.Pada awalnya
kelompok ini adalah para pendukung Ali bin Abi Thalib, meskipun pemikiran
kelompok ini lebih dahulu dari pada mazhab Syi’ah.
Khawarij
adalah kelompok sempalan yang memisahkan diri dari barisan Ali setelah arbitase
atau tahkim yang mengakhiri perseteruan dan kontak senjata antara Ali dan
Mu’awiyah di Siffin. Dan suatu hal yang aneh kelompok yang semula merupakan
sebuah kelompok yang memaksa Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk orang yang
menjadi hakim atas pilihan mereka ketika Ali pada mulanya hendak mengangkat
Abdullah Ibn Abbas, tetapi atas desakan pasukan yang keluar (Khawarij) akhirnya
mengangkat Abu Musa al – Asy’ari, belakangan memandang perbuatan tahkim sebagai
kejahatan besar, menurut kelompok ini Ali telah menjadi kafir kerana menyetujui
tahkim dan menuntut Ali agar bertaubat sebagaimana mereka telah kafir, tetapi
mereka telah bertaubat.Pegikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih
sederhana cara berfikirnya, sikap keagamaan mereka sangat ekstrim dan sulit
menerima perbedaan pendapat dan diterangkan oleh Abu Zahroh bahwasannya para
pengikut kelompok Khawarij pada umumnya terdiri atas orang Arab pegunungan yang
ceroboh dan berpikiran dangkal, beberapa sikap ekstrim ini pula yang membuat
kelompok ini terpecah – pecah menjadi beberapa kelompok.
Menurut
mereka, hak untuk menjadi kahalifah tidak terbatas pada keluarga atau kabilah
tertentu dari kalangan Arab, bukan monopoli bangsa tertentu tetapi hak semua manusia.
Meskipun mereka cenderung ekstrim dan sulit menerima perbedaan sebagaimana
dikatakan oleh Muhammad Iqbal bahwasannya pandangan mereka yang lebih maju dari
pada Sunni maupun Syi’ah.Mereka dapat menerima pemerintahan Abu Bakar, Umar,
Utsman pada enam tahun pertama dan Ali sebelum menerima arbitase dengan alasan
pemerintahan mereka pada masa sesuai dengan ketentuan syari’at.
Suatu
hal yang lebih jauh Iqbal membandingkan dengan kelompok Sunni dan Syi’ah,
Khawarij tidak mengakui hak – hak istimewa orang atau kelompok tertentu untuk
menduduki jabatan khalifah.Jabatan khalifah bukan monopoli mutlak suku Quraisy
sebagaimana pandangan Sunni misalkan saja pandangan al – Ghazali, al – Juwaini,
al – Asqolani, al – Maududi dan Ibnu Khaldun dan ungkapan yang tersirat pada
pandangan Ibnu Abi Rabi’ dan pandangan Muhammad Rasyid Ridho yang hidup pada
masa modern, juga bukan hak khusus Ali dan keluarga sebagaimana pandangan kaum
Syi’ah.Mungkin untuk mempertegas masalah ini kita melihat beberapa prinsip yang
disepakati oleh aliran – aliran Khawarij
Pertama,
pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan pemilihan yang benar –
benar bebas dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa diskriminasi.Seorang
khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil, melaksanakan syari’at ,
serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan.Jika ia menyimpang, ia wajib
dijatuhi hukuman yang berupa dijatuhkan dari jabatannya atau dibunuh.
Kedua,
jabatan khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu, bukan monopoli suku
Quraisy sebagai dianut golongan lain, bukan pula khusus untuk orang Arab dengan
menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama.Khawarij
bahkan mengutamakan Non Quraisy untuk memegang jabatan khalifah.Alasannya,
apabila seorang khalifh melakukan penyelewengan dan melanggar syari’at akan
mudah untuk dijatuhkan tanpa ada fanatisme yang akan mempertahankannya atau
keturunan keluarga yang akan mewariskannya.
Ketiga,
yang bersal dari aliran Najdah, pengangkantan khalifah tidak diperlukan jika
masyarakat dapat menyelesaikan masalah – masalah mereka.Jadi pengangkatan
seorang imam menurut mereka bukanlah suatu kewajiban berdasarkan syara’, tetapi
hanya bersift kebolehan.Kalau pun pengangkatan itu menjadi wajib, maka
kewajiban berdasarkan kemaslahatan dan kebutuhan.
Keempat,
orang yang berdosa adalah kafir.Mereka tidak membedakan antara satu dosa dengan
dosa yang lain, bahkan kesalahan dalam berpendapan merupakan dosa, jika
pendapat itu bertentangan dengan kebenaran.Hal ini mereka lakukan dalam
mengkafirkan Ali dan Thalhah, al – Zubair, dan para tokoh sahabt lainnya, yang
jelas tentu semua itu berpendapat yang tidak sesuai dengan pendapat khawarij.
Dari
keterangan diatas, menurut mereka siapa saja berhak menduuki jabatan khalifah
bahkan mereka mengutamakan orang selain dari Non Arab.Dan dari pemikiran
diatas, pengikut khawrij berpandangan pengangkatan khalifah dan pembentukan
negara adalah masalah kemaslahatan manusia saja, mereka tidak menganggap kepala
negara sebagi seorang yang sempurna, Iqbal menjelaskan bahwasanya Khawarij
menggunakan mekanisme syura untuk mengontrol pelaksanaan tugas – tugas
pemerintahan, hal ini menujukkan kedemokrasian klompok ini.
Premis 1 :
Khawarij adalah kelompok sempalan
yang memisahkan diri dari barisan Ali setelah arbitase atau tahkim yang
mengakhiri perseteruan dan kontak senjata antara Ali dan Mu’awiyah di Siffin.
Premis 2 :
Menurut mereka, hak untuk menjadi
kahalifah tidak terbatas pada keluarga atau kabilah tertentu dari kalangan
Arab, bukan monopoli bangsa tertentu tetapi hak semua manusia. Suatu hal yang
lebih jauh Iqbal membandingkan dengan kelompok Sunni dan Syi’ah, Khawarij tidak
mengakui hak – hak istimewa orang atau kelompok tertentu untuk menduduki
jabatan khalifah.
Premis 3 :
Pengikut khawrij berpandangan
pengangkatan khalifah dan pembentukan negara adalah masalah kemaslahatan
manusia saja, mereka tidak menganggap kepala negara sebagi seorang yang
sempurna, Iqbal menjelaskan bahwasanya Khawarij menggunakan mekanisme syura
untuk mengontrol pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan, hal ini menujukkan kedemokrasian
klompok ini.
Konklusi :
Khawarij adalah kelompok sempalan
yang memisahkan diri dari barisan Ali setelah arbitase atau tahkim yang
mengakhiri perseteruan dan kontak senjata antara Ali dan Mu’awiyah di Siffin. Menurut mereka, hak untuk menjadi
kahalifah tidak terbatas pada keluarga atau kabilah tertentu dari kalangan
Arab, bukan monopoli bangsa tertentu tetapi hak semua manusia. Suatu hal yang
lebih jauh Iqbal membandingkan dengan kelompok Sunni dan Syi’ah, Khawarij tidak
mengakui hak – hak istimewa orang atau kelompok tertentu untuk menduduki
jabatan khalifah.
Pengikut khawrij berpandangan
pengangkatan khalifah dan pembentukan negara adalah masalah kemaslahatan
manusia saja, mereka tidak menganggap kepala negara sebagi seorang yang
sempurna, Iqbal menjelaskan bahwasanya Khawarij menggunakan mekanisme syura
untuk mengontrol pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan, hal ini menujukkan kedemokrasian
klompok ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Iqbal, Muhammad, Fiqih Siyasah:
Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Persada, 2001.
Nasution, Harun, Teologi Islam:
Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986.
Pulungan, Suyuti, Fiqih Siyasah:
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997.
Redaksi Ensiklopedi Islam Ringkas,
Ensiklopedi Islam Ringkas, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Januari 1999,
jilid keenam.
Redaksi Ensiklopedi Islam,
Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cetakan kedua.
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata
Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1990.
Zahrah, Imam Muhammad, Tarikh al –
Madzahib al – Islamiyyah, terjemahan Abd.Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran
Politik dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta: Logos, 1996, cetakan kesatu.