Firdha Ayu Nur Safitri/B01217019/A2
Islam
Nusantara
Objek Kajian Material : Ilmu
Kalam
Objek Kajian Formal : Ilmu
Kalam dalam Sejarah dan Karakteristik
Islam Nusantara
A.
Sejarah
Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan,
bertahap, dan berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam
datang secara langsung dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak
lain menyebutkan peranan kaum pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke
Nusantara pada kurun abad ke-12 atau ke-13, baik melalui Gujarat di India atau
langsung dari Timur Tengah.[4] Pada abad ke-16, Islam menggantikan agama Hindu
dan Buddha sebagai agama mayoritas di Nusantara. Islam tradisional yang pertama
kali berkembang di Indonesia adalah cabang dari Sunni Ahlus Sunnah wal Jamaah,
yang diajarkan oleh kaum ulama, para kiai di pesantren. Model penyebaran Islam
seperti ini terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari Islam tradisional
telah memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.
Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh
ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Beberapa
tradisi, seperti menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh Islam
seperti Wali Songo, juga ikut ambil bagian dalam tradisi Islam seperti ziarah
kubur, tahlilan, dan memperingati maulid nabi, termasuk perayaan sekaten,
secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional Indonesia. Akan tetapi, setelah
datangnya Islam aliran Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran Wahhabi
dari Arab, golongan Islam puritan skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi
itu dan mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bidah, direndahkan sebagai
bentuk sinkretisme yang merusak kesucian Islam. Kondisi ini telah menimbulkan
ketegangan beragama, kebersamaan yang kurang mengenakkan, dan persaingan
spiritual antara Nahdlatul Ulama yang tradisional dan Muhammadiyah yang
modernis dan puritan.
Sementara warga Indonesia secara seksama memperhatikan kehancuran
Timur Tengah yang tercabik-cabik konflik dan perang berkepanjangan; mulai dari
Konflik Israel–Palestina, Kebangkitan dunia Arab, perang di Irak dan Suriah,
disadari bahwa ada aspek keagamaan dalam konflik ini, yaitu munculnya masalah
Islam radikal. Indonesia juga menderita akibat serangan teroris yang
dilancarkan oleh kelompok jihadi seperti Jamaah Islamiyah yang menyerang Bali.
Doktrin ultra konservatif Salafi dan Wahhabi yang disponsori pemerintah Arab
Saudi selama ini telah mendominasi diskursus global mengenai Islam. Kekhawatiran
semakin diperparah dengan munculnya ISIS pada 2013 yang melakukan tindakan
kejahatan perang nan keji atas nama Islam. Di dalam negeri, beberapa organisasi
berhaluan Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam
(FPI), juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara aktif bergerak dalam
dunia politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini menggerogoti
pengaruh institusi Islam tradisional khususnya Nahdlatul Ulama. Elemen Islamis
dalam politik Indonesia ini kerap dicurigai dapat melemahkan Pancasila.
Akibatnya, muncullah desakan dari golongan cendekiawan Muslim
moderat yang hendak mengambil jarak dan membedakan diri mereka dari apa yang
disebut Islam Arab, dengan mendefinisikan Islam Indonesia. Dibandingkan dengan
Muslim Timur Tengah, Muslim di Indonesia menikmati perdamaian dan keselarasan
selama beberapa dekade. Dipercaya hal ini berkat pemahaman Islam di Indonesia
yang bersifat moderat, inklusif, dan toleran. Ditambah lagi telah muncul
dukungan dari dunia internasional yang mendorong Indonesia — sebagai negara
berpenduduk Muslim terbesar, agar berkontribusi dalam evolusi dan perkembangan
dunia Islam, dengan menawarkan aliran Islam Nusantara sebagai alternatif
terhadap Wahhabisme Saudi.[5] Maka selanjutnya, Islam Nusantara diidentifikasi,
dirumuskan, dipromosikan, dan digalakkan.
B.
Karakteristik
Ciri
utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih), anti-radikal,
inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam Nusantara
menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar Islam; ia
tidak menghancurkan, merusak, atau membasmi budaya asli, tetapi sebaliknya,
merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan budaya lokal. Salah satu
ciri utama dari Islam Nusantara adalah mempertimbangkan unsur budaya Indonesia
dalam merumuskan fikih.
Islam
Nusantara dikembangkan secara lokal melalui institusi pendidikan tradisional
pesantren. Pendidikan ini dibangun berdasarkan sopan santun dan tata krama
ketimuran; yakni menekankan penghormatan kepada kiai dan ulama sebagai guru
agama. Para santri memerlukan bimbingan dari guru agama mereka agar tidak
tersesat sehingga mengembangkan paham yang salah atau radikal. Salah satu aspek
khas adalah penekanan pada prinsip Rahmatan lil Alamin (rahmat bagi semesta
alam) sebagai nilai universal Islam, yang memajukan perdamaian, toleransi,
saling hormat-menghormati, serta pandangan yang berbineka dalam hubungannya
dengan sesama umat Islam, ataupun hubungan antaragama dengan pemeluk agama
lain.
Premis 1 :
Praktik Islam awal di Nusantara
sedikit banyak dipengaruhi oleh ajaran Sufisme dan aliran spiritual Jawa yang
telah ada sebelumnya. Beberapa tradisi, seperti menghormati otoritas kyai,
menghormati tokoh-tokoh Islam seperti Wali Songo, juga ikut ambil bagian dalam
tradisi Islam seperti ziarah kubur, tahlilan, dan memperingati maulid nabi,
termasuk perayaan sekaten, secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional
Indonesia.
Premis 2 :
Setelah datangnya Islam aliran
Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran Wahhabi dari Arab, golongan Islam
puritan skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi itu dan mencelanya
sebagai perbuatan syirik atau bidah, direndahkan sebagai bentuk sinkretisme
yang merusak kesucian Islam.
Premis 3 :
Ciri utama dari Islam Nusantara
adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih), anti-radikal, inklusif dan
toleran.
Premis 4 :
Islam Nusantara dikembangkan secara
lokal melalui institusi pendidikan tradisional pesantren.
Konklusi :
Praktik
Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh ajaran Sufisme dan
aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Namun, setelah datangnya Islam
aliran Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran Wahhabi dari Arab,
golongan Islam puritan skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi itu dan
mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bidah, direndahkan sebagai bentuk
sinkretisme yang merusak kesucian Islam.
Ciri
utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rahmah (pengasih), anti-radikal,
inklusif dan toleran. Dan saat ini juga Islam Nusantara dikembangkan secara
lokal melalui institusi pendidikan tradisional pesantren.
DAFTAR
PUSTAKA
"Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?". Nahdlatul
Ulama. 22 April 2015.
"Ini Sejumlah Ciri Islam Nusantara". Nahdlatul Ulama. 16
July 2016.
"Islam Itu Sudah Sempurna, Tidak Butuh Embel-Embel
"Nusantara"". Era Muslim. 15 June 2015.
Marniati (8 July 2015). "Muhammadiyah: Istilah Islam Nusantara
Harus Digunakan Proporsional". Republika.