Eza Alroisi Arhan Saputra/B01217015
HTI
Objek Kajian Material : Ilmu Kalam
Objek Kajian Formal : Ilmu Kalam dalam
Latar belakang pendirian serta tujuan Hizbu t Tahrir
Hizbut Tahrir didirikan sebagai harokah Islam
yang bertujuan mengembalikan kaum muslimin untuk kembali taat kepada
"hukum-hukum Allah" yakni "hukum Islam", memperbaiki sistem
perundangan dan hukum negara yang dinilai tidak "Islami"/"kufur"
agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam, serta membebaskan dari sistem hidup
dan pengaruh negara barat. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk membangun kembali
pemerintahan Islam warisan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yakni "Khilafah
Islamiyah" di dunia, sehingga hukum Islam dapat diberlakukan kembali.[15]
Keharusan Berdirinya Partai-partai Politik
Menurut Syariat
Berdirinya Hizbut Tahrir, sebagaimana telah
disebutkan, adalah dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam QS.Ali Imran,
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat.” Dalam ayat ini, sesungguhnya
Allah telah memerintahkan umat Islam agar di antara mereka ada suatu jamaah
(kelompok) yang terorganisasi. Kelompok ini memiliki dua tugas: (1) mengajak
pada al-Khayr, yakni mengajak pada al-Islâm; (2) memerintahkan kebajikan
(melaksanakan syariat) dan mencegah kemungkaran (mencegah pelanggaran terhadap
syariat).
Perintah untuk membentuk suatu jamaah yang
terorganisasi di sini memang sekadar menunjukkan adanya sebuah tuntutan
(thalab) dari Allah. Namun, terdapat qarînah (indikator) lain yang menunjukkan
bahwa tuntutan tersebut adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, aktivitas
yang telah ditentukan oleh ayat ini yang harus dilaksanakan oleh kelompok yang
terorganisasi tersebut—yakni mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar makruf
nahi mungkar—adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh seluruh umat Islam.
Kewajiban ini telah diperkuat oleh banyak ayat lain dan sejumlah hadis
Muhammad. Muhammad, misalnya, bersabda, “Demi Zat Yang diriku berada di
tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan): melaksanakan amar makruf
nahi mungkar ataukah Allah benar-benar akan menimpakan siksaan dari sisi-Nya.
Kemudian, setelah itu kalian berdoa, tetapi doa kalian itu tidak akan
dikabulkan.” (H.R. At-Turmudzî, hadits no. 2259). Hadis di atas merupakan salah
satu qarînah (indikator) yang menunjukkan bahwa thalab (tuntutan) tersebut
bersifat tegas dan perintah yang terkandung di dalamnya hukumnya adalah wajib.
Jamaah terorganisasi yang dimaksud haruslah
berbentuk partai politik. Kesimpulan ini dapat dilihat dari segi: (1) ayat di
atas telah memerintahkan kepada umat Islam agar di antara mereka ada sekelompok
orang yang membentuk suatu jamaah; (2) ayat di atas juga telah membatasi
aktivitas jamaah yang dimaksud, yaitu mendakwahkan Islam dan melaksanakan amar
makruf nahyi munkar.
Sementara itu, aktivitas amar makruf nahi
mungkar di dalamnya mencakup upaya menyeru para penguasa agar mereka berbuat
kebajikan (melaksanakan syariat Islam) dan mencegah mereka berbuat kemungkaran
(melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syariat, misalnya, bersikap
zalim, fasik, dan lain-lain). Bahkan, inilah bagian terpenting dalam aktivitas
amar makruf nahi mungkar, yaitu mengawasi para penguasa dan menyampaikan
nasihat kepada mereka. Aktivitas-aktivitas seperti ini jelas merupakan salah
satu aktivitas politik, bahkan termasuk aktivitas politik yang amat penting.
Aktivitas politik ini merupakan ciri utama dari partai-partai politik yang ada.
Dengan demikian, ayat di atas menunjukkan pada adanya kewajiban mendirikan
partai-partai politik.
Akan tetapi, ayat tersebut di atas memberi
batasan bahwa kelompok-kelompok yang terorganisasi tadi mesti berbentuk
partai-partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat
tersebut—yakni mendakwahkan kepada Islam dan mewujudkan amar makruf nahi
mungkar sesuai dengan hukum-hukum Islam—tidak mungkin dapat dilaksanakan
kecuali oleh organisasi-organisasi dan partai-partai Islam. Partai Islam adalah
partai yang berasaskan akidah Islam; partai yang mengadopsi dan menetapkan
ide-ide, hukum-hukum, dan solusi-solusi (atas berbagai problematika umat) yang
Islami; serta partai yang tharîqah (metode) operasionalnya adalah metode
Muhammad.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan
organisasi-organisasi/partai-partai politik yang ada di tengah-tengah umat
Islam berdiri di atas dasar selain Islam, baik dari segi fikrah (ide dasar)
maupun tharîqah (metode)-nya. Hal ini, di samping karena Allah telah
memerintahkan demikian, juga karena Islam adalah satu-satunya mabda’ (ideologi)
yang benar dan layak di muka bumi ini. Islam adalah mabda’ yang bersifat
universal, sesuai dengan fitrah manusia, dan dapat memberikan jalan pemecahan
kepada manusia (atas berbagai problematikan mereka, penerj.) secara manusiawi.
Oleh karena itu, Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia—berupa gharâ’iz
(nalurinaluri) dan h ajât ‘udhawiyyah (tuntutan jasmani), mengaturnya, dan
mengatur pemecahannya dengan suatu tatanan yang benar; tidak mengekang dan
tidak pula melepaskannya sama sekali; tidak ada saling mendominasi antara satu
gharîzah (naluri) atas gharîzah (naluri) yang lain. Islam adalah ideologi yang
mengatur seluruh aspek kehidupan.
Allah telah mewajibkan umat Islam agar selalu
terikat dengan hukumhukum Islam secara keseluruhan, baik menyangkut hubungannya
dengan Pencipta mereka, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah akidah dan
ibadah; menyangkut hubungannya dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum yang
mengatur masalah akhlak, makanan, pakaian, dan lain-lain; ataupun menyangkut
hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-hukum yang mengatur masalah
muamalat dan perundang-undangan. Allah juga telah mewajibkan umat Islam agar
menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka, menjalankan
pemerintahan Islam, serta menjadikan hukum-hukum syariat yang bersumber dari
Kitabullah dan Sunnah Muhammad sebagai konstitusi dan sistem perundang-undangan
mereka. Allah berfirman: Putuskanlah perkara di antara manusia berdasarkan
wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepada
kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 48).
Hendaklah kalian memutuskan perkara di antara
manusia berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kalian
mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kalian terhadap mereka, jangan
sampai mereka memalingkan kalian dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan
kepada kalian. (QS al-Mâ’idah [5]: 49).
Oleh karena itu, Islam memandang bahwa tidak
menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam merupakan sebuah tindakan
kekufuran, sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang tidak memutuskan perkara
(menjalankan urusan pemerintahan) berdasarkan wahyu yang telah diturunkan
Allah, berarti mereka itulah orang-orang kafir. (QS al-Mâ’idah [5]: 44).
Semua mabda’ (ideologi) selain Islam, seperti
kapitalisme dan sosialisme (termasuk di dalamnya komunisme), tidak lain
merupakan ideologi-ideologi destruktif dan bertentangan dengan fitrah
kemanusiaan. Ideologi-ideologi tersebut adalah buatan manusia yang sudah nyata
kerusakannya dan telah terbukti cacat-celanya. Semua ideologi yang ada selain
Islam tersebut bertentangan dengan Islam dan hukumhukumnya. Oleh karena itu,
upaya mengambil dan meyebarluaskannya serta dan membentuk organisasi/partai
berdasarkan ideologi-ideologi tersebut adalah termasuk tindakan yang diharamkan
oleh Islam. Dengan demikian, organisasi/partai umat Islam wajib berdasarkan
Islam semata, baik ide maupun metodenya. Umat Islam haram membentuk
organisasi/partai atas dasar kapitalisme, komunisme, sosialisme, nasionalisme,
patriotisme, primordialisme (sektarianisme), aristokrasi, atau freemasonry.
Umat Islam juga haram menjadi anggota ataupun simpatisan partai-partai di atas
karena semuanya merupakan partai-partai kufur yang mengajak kepada kekufuran.
Padahal Allah telah berfirman: Barangsiapa yang mencari agama (cara hidup)
selain Islam, niscaya tidak akan diterima, sementara di akhirat dia termasuk
orang-orang yang merugi. (QS Ali Imran [3]: 85). Allah juga berfirman dalam
ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu, mengajak kepada kebaikan, yang
dapat diartikan dengan mengajak pada Islam.
Sementara itu, Muhammad bersabda, “Barangsiapa
yang melakukan suatu amal-perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, berarti
amal-perbuatan itu tertolak.” (H.R. Muslim, hadis no. 1718). Muhammad juga
bersabda, “Barangsiapa yang mengajak orang pada ashabiyah (primordialisme,
sektarianisme, nasionalisme) tidaklah termasuk golongan kami.” (H.R. Abû Dâwud,
hadis no. 5121). Berkaitan dengan hal di atas, upaya untuk membangkitkan umat
dari kemerosotan yang dideritanya; membebaskan mereka dari ide-ide, sistem, dan
hukum-hukum kufur; serta melepaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi
negara-negara kafir, sesungguhnya dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf
berfikir mereka. Upaya riilnya adalah dengan melakukan reformasi total dan
fundamental atas ide-ide dan persepsi-persepsi yang telah menyebabkan
kemerosotan mereka. Setelah itu, ditanamkan di dalam benak umat ide-ide dan
pemahaman-pemahaman Islam yang benar. Upaya demikian diharapkan dapat
menciptakan perilaku umat dalam kehidupan ini yang sesuai dengan ide-ide dan
hukum-hukum Islam.
Daftar Pustaka
Jones, Sydney. 2015. Sisi Gelap Demokrasi: Kekerasan Masyarakat Madani di Indonesia. Jakarta: PUSAD Paramadina
Brandon, James. "Hizb-ut-Tahrir's Growing Appeal in the Arab World". www.jamestown.org. The Jamestown Foundation. Diakses tanggal 02 Mei 2019.
Ikhwan, Hakimul. 2010. Eksklusi dan Radikalisme di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah