Tuesday, May 28, 2019

[Fathiyah Khasanah] ISLAM LIBERAL



A.   KAJIAN FORMAL
Ilmu Kalam
B.    KAJIAN MATERIAL
Islam Liberal selalu mengedepankan modernitas sebagai landasan berpikir mereka. Ajaran-ajaran Islam dirasa sudah tidak sesuai dan “ketinggalan zaman”, sehingga para penganut Islam Liberal dengan ketidakpahamannya berusaha menafsirkan ajaran Islam sesuai dengan seleranya sendiri. Ijtihad, itulah sanggahan mereka ketika banyak yang mendebat bahwa tafsiran mereka salah.
Para penganut Islam Liberal menganggap bahwa semua agama adalah sama, karena semua agama pada dasarnya sama-sama menyembah Tuhan, hanya dengan cara dan ajaran yang berbeda. Maka, agama bukan lagi menjadi hal yang sakral dan suci. Mereka juga menganggap bahwa Islam adalah suatu hal yang relatif, dan setiap orang mempunyai hak untuk menafsirkan Islam sesuai dengan keinginan mereka. Mereka menganggap setiap orang memiliki hak dan wewenang untuk menafsirkan dan beribadah dalam Islam sesuai dengan cara dan keinginannya sendiri. Padahal, kita tahu bahwa Islam memiliki aturan dan cara-cara tersendiri dalam beribadah.[1]
Islam Liberal selalu membuka diri pada  pengembangan wawasan keislaman yang lebih dinamis sebagai berikut: 
a. Keterbukaan pintu ijtihad  pada semua aspek.
Islam liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atau teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala suasana dan keadaan. Islam liberal percaya bahwa ijtihad dapat diselenggarakan dalam hampir semua segi Ilahiyat (teologi), Ubudiyat (ritual) atau Muamalat (interaksi sosial).
b. Penekanan pada semangat religio etik, bukan pada makna literal sebuah teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religi etik al-Qur‟an dan sunnah nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks.
c. Kebenaran yang relatif terbuka dan plural
Islam liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar “plural,”  sebab sebuah penafsiran keagamaan dalam satu akan lain cara adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir disuatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
d. Pemihakan pada minoritas dan tertindas
Islam liberal berdasarkan diri pada suatu penafsiran keislaman yang memihak kepada yang kecil tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial politik yang melaksanakan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas yang dipahami dalam makna yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, budaya, politik, ekonomi, orientasi seksual dan lain-lain.
e. Kebebasan beragama dan berkepercayaan
Islam liberal menganggap bahwa urusan beragama adalah hak perorangan yang harus dilindungi. Islam liberal tidak bisa membenarkan dasar suatu pendapat atau kepercayaan. f. Pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas agama dan politik.
Islam liberal percaya pada keniscayaan pemisahan antara kekuasaan keagamaan dan politik islam liberal tidak membenarkan gagasan tentang negara agama  yang otoritas seseorang ulama atau kiyai dipandang sebagai kekuasaan tertinggi yang tidak bisa salah. Urusan publik haruslah diselenggarakan melalui proses “ijtihad kolektif”, di mana pelbagai pihak boleh saling menyangkal kebenaran ditentukan secara induktif melalui uji pendapat.
Islam liberal menggambarkan prinsip yang dianut yang menekankan kebebasan pribadi (sesuai dengan doktrin kaum Mu‟tazilah tentang kebebasan manusia ) dan pembebasan struktur sosial politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Arah Islam liberal mempunyai dua makna sekaligus; kebebasan dan pembebasan.[2]
C.    PREMIS
1.     Islam Liberal menggunakan  modernitas sebagai landasan berpikir.
2.     Menganggap bahwa semua agama adalah sama.
3.     Islam liberal membuka pintu ijtihad  pada semua aspek.
4.     Kebebasan beragama dan berkepercayaan.
5.     Pemisahan antara otoritas duniawi, agama dan politik.
D.   KONKLUSI
Islam Liberal menggunakan  modernitas sebagai landasan berpikir sehingga menganggap bahwa semua agama adalah sama. Islam liberal membuka pintu ijtihad  pada semua aspek dan memberikan kebebasan beragama, berkepercayaan. Serta pemisahan antara otoritas duniawi, agama dan politik.


Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)






[1] ISLAM LIBERAL. Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya. Analisis pemikiran Dr. H. Adian Husaini MA

[2] POTRET PEMIKIRAN RADIKAL JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) INDONESIA, Muh.Idris