A. KAJIAN FORMAL
Ilmu
Kalam
B. KAJIAN MATERIAL
Islam Liberal selalu mengedepankan modernitas sebagai
landasan berpikir mereka. Ajaran-ajaran Islam dirasa sudah tidak sesuai dan
“ketinggalan zaman”, sehingga para penganut Islam Liberal dengan ketidakpahamannya
berusaha menafsirkan ajaran Islam sesuai dengan seleranya sendiri. Ijtihad,
itulah sanggahan mereka ketika banyak yang mendebat bahwa tafsiran mereka
salah.
Para penganut
Islam Liberal menganggap bahwa semua agama adalah sama, karena semua agama pada
dasarnya sama-sama menyembah Tuhan, hanya dengan cara dan ajaran yang berbeda.
Maka, agama bukan lagi menjadi hal yang sakral dan suci. Mereka juga menganggap
bahwa Islam adalah suatu hal yang relatif, dan setiap orang mempunyai hak untuk
menafsirkan Islam sesuai dengan keinginan mereka. Mereka menganggap setiap
orang memiliki hak dan wewenang untuk menafsirkan dan beribadah dalam Islam
sesuai dengan cara dan keinginannya sendiri. Padahal, kita tahu bahwa Islam
memiliki aturan dan cara-cara tersendiri dalam beribadah.[1]
Islam Liberal selalu membuka diri pada
pengembangan wawasan keislaman yang lebih dinamis sebagai berikut:
a.
Keterbukaan pintu ijtihad pada semua
aspek.
Islam liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional
atau teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus
bisa bertahan dalam segala suasana dan keadaan. Islam liberal percaya bahwa
ijtihad dapat diselenggarakan dalam hampir semua segi Ilahiyat (teologi),
Ubudiyat (ritual) atau Muamalat (interaksi sosial).
b. Penekanan pada semangat religio etik, bukan pada makna
literal sebuah teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam liberal adalah upaya
menafsirkan Islam berdasarkan semangat religi etik al-Qur‟an dan sunnah nabi,
bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks.
c. Kebenaran yang relatif terbuka dan plural
Islam liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran
sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi
yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran
mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar “plural,” sebab sebuah penafsiran keagamaan dalam satu
akan lain cara adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir disuatu masa dan
ruang yang terus berubah-ubah.
d. Pemihakan pada minoritas dan tertindas
Islam liberal berdasarkan diri pada suatu penafsiran
keislaman yang memihak kepada yang kecil tertindas dan dipinggirkan. Setiap
struktur sosial politik yang melaksanakan praktek ketidakadilan atas yang
minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas yang dipahami
dalam makna yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, budaya, politik,
ekonomi, orientasi seksual dan lain-lain.
e. Kebebasan beragama dan berkepercayaan
Islam liberal menganggap bahwa urusan beragama adalah hak
perorangan yang harus dilindungi. Islam liberal tidak bisa membenarkan dasar
suatu pendapat atau kepercayaan. f. Pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi,
otoritas agama dan politik.
Islam liberal percaya pada keniscayaan pemisahan antara
kekuasaan keagamaan dan politik islam liberal tidak membenarkan gagasan tentang
negara agama yang otoritas seseorang
ulama atau kiyai dipandang sebagai kekuasaan tertinggi yang tidak bisa salah.
Urusan publik haruslah diselenggarakan melalui proses “ijtihad kolektif”, di
mana pelbagai pihak boleh saling menyangkal kebenaran ditentukan secara induktif
melalui uji pendapat.
Islam liberal
menggambarkan prinsip yang dianut yang menekankan kebebasan pribadi (sesuai
dengan doktrin kaum Mu‟tazilah tentang kebebasan manusia ) dan pembebasan
struktur sosial politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Arah Islam
liberal mempunyai dua makna sekaligus; kebebasan dan pembebasan.[2]
C.
PREMIS
1.
Islam Liberal menggunakan modernitas sebagai landasan berpikir.
2.
Menganggap bahwa semua agama adalah
sama.
3.
Islam liberal membuka pintu
ijtihad pada semua aspek.
4.
Kebebasan beragama dan berkepercayaan.
5.
Pemisahan antara otoritas duniawi,
agama dan politik.
D.
KONKLUSI
Islam Liberal menggunakan modernitas sebagai
landasan berpikir sehingga menganggap bahwa semua agama adalah sama. Islam
liberal membuka pintu ijtihad pada semua
aspek dan memberikan kebebasan beragama, berkepercayaan. Serta pemisahan antara
otoritas duniawi, agama dan politik.
Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)
Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)
[1]
ISLAM
LIBERAL. Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya. Analisis pemikiran Dr.
H. Adian Husaini MA
[2]
POTRET PEMIKIRAN RADIKAL JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL) INDONESIA, Muh.Idris