Nama: M sultan hakim
Nim: B01217028
Kelas: A2
Kajian formal: Ilmu Kalam
Kajian material: Ilmu Kalam Khwarij
Doktrin dan Politiknya
Gerakan khawarij
Dalam
sejarah, peristiwa
hijrahnya Nabi
Muhammad saw
dari
Makkah menuju Madinah terjadi pada tahun 622 M.
kemudian ada sejumlah
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa
Rasulullah saw setelah itu, antara
lain perjanjian-perjanjian dengan suku-suku
Arab dan melahirkan
kesepakatan-kesepakatan
tertentu. Ketika
Nabi Muhammad saw Hijrah dan menetap di kota Madinah, Nabi membuat sebuah
supermasi negara yang disebut dengan Piagam Madinah, di dalamnya banyak pasal-pasal yang mengatur kehidupan bermasyarakat baik. Itulah
supermasi pertama sekaligus menandai awal perpolitikan. (Fawaid, 2016)
Pada tahun 37 H = 657 M, Muawiyah bin Abi Shafyan yang menjabat
sebagai Gubernur Damascus dan Syiria bermaksud memberontak terhadap khalifah
Ali bin Abi Thalib. Adapun awal dari pemberontakannya ini disebabkan karena diberhentikannya sebagai
gubernur. Sikap pembangkangannya Mu'awiyah bin Abi Shafyan ini memaksa Khalifah Ali Bin abi Thalib
mengambil tindakan paksa, inilah yang menyebabkan terjadinya pertempuran di
Shiffin.
Sebelum pertempuran terjadi khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha menempuh jalan lunak.
Namun Mu"awiyah bin Abi Shafyan mengajukan tuntutan yang sangat berat untuk dipenuhi oleh khalifah.
Pada mulanya Ali bin Abi Thalib tidak
mau menerima karena hal itu dianggap sebagai tipu muslihat di dalam
peperangan, yaitu apabila terdesak setiap orang akan mengadakan perundingan dan
menghentikan peperangan. Tetapi Ali bin
Abi Thalib tidak mampu menolak desakan pendukung-pendukungnya sendiri, terutama
dari orang- orang yang shaleh yang
menganggap bahwa suatu perbuatan tercela dan
tidak sesuai dengan ajaran
Islam untuk permintaan damai terhadap sesama muslim yang sama-sama berpegang kepada Al-Qur'an.
Sedangkan sebagian
dari pasukan yang lain tidak mau menerima
ajakan perundingan clan
penghentian peperangan itu, karena menurut anggapan mereka
bahwa, orang yang mau berdamai dalam peperangan adalah termasuk
orang yang ragu pendiriannya dalam hal kebenaran
dan peperangan yang ditegakkannya. (Zamroni,
1999)
Doktrin
– doktrin politik khwarij diantaranya:
a.
Khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umatislam.
b.
Khalifah
tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c.
Setiap
orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat.
d.
Khalifah
dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
e.
Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun
ketujuhdari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng
f.
Khalifah
Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng
g.
Mu’awiyah
bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan
telah menjadi kafir.
h.
Pasukan
perang jamal yang melawan Ali juga kafir
i.
Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh. Mereka
menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir) disebabkan tidak mau
membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir, dengan resiko ia menanggung
beban harus dilenyapkan pula.
j.
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (Negara musuh),
sedangkan golongan mereka dianggap dalam dar al islam (Negara islam).
k.
Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
l.
Adanya
wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan yang jahat harus
masuk kedalam neraka)
m.
Amar
makruf nahi mungkar
n.
Memalingkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar)
o.
Al-
Qur’an adalah makhluk
p.
Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan. (Fawaid, 2016)
Posisi
sekte Khawarij dalam peristiwa attahkim ini menegaskan sebuah fakta awal bahwa
kemunculan mereka pada mulanya murni bersifat politik. Polemik politik mulai
mendapatkan sentuhan-sentuhan wacana teologis-keagamaan pada masa pemerintahan
‘Abdul Malik ibn Marwan, terutama gencar dilakukan oleh kelompok Azariqah yang
memiliki pengaruh cukup signifikan bagi perkembangan doktrinal sekte Khawarij. Pada
titik ini, terjadi pembauran antara wacana politik dengan doktrin keagamaan.
Tidak jarang wacana keagamaan diinterpretasi sedemikian rupa sesuai dengan
motif-motif politik-kekuasaan. Dalam
arti, peristiwa attahkim menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan
untuk melegitimasi pandangan-pandangan politik sekte Khawarij. Fenomena semacam
ini bahkan telah diindikasikan ‘Ali ibn Abi Thalib ketika sekte Khawarij
menyuarakan la hukma illa-Allah saat peristiwa attahkim. (Farid, 2016)
al-Shahrastān
menjelaskan secara rinci kelompok-kelompok tersebut (Al-Shahrastān,
216),
yaitu:
1.
Al-Muḥakimah.
Kelompok Muhakimah adalah kelompok yang tidak menaati Ali ibn Abi Thalib
setalah terjadinya taḥkīm (arbitrase).
2.
Al-Zariqah,
kelompok ini pendukung Abu Rasyid Nafi ibn al-Azraq yang memberontak terhadap
pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Ia melarikan diri dari Basrah ke Ahwaz dan
kemudian berhasil menguasai Ahwaz dan daerahdaerah sekelilingnya seperti Kirman
di masa Abdullah ibn Zuhair sesudah membunuh Gubernurnya.
3.
Al-Najdah
al-Azariah adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seseorang yang bernama
Najdah ibn Amir Al-Hanafi yang dikenal dengan nama ‘Ashim yang mentap di Yaman.
Dalam perjalanannya menemui kelompok Azariqahdi tengah jalan bertemu dengan
Fudaik ‘Athiah ibn al-Aswad al-Hanafi yang tergabung dalam kelompok yang
membangkang terhadap Nafi ibn Azraq. Dibertahukan kepadanya tentang inti perselisihan
mereka dengan Nafi mengenai hukum orang tidak ikut pertempuran, karena para
pembangkang mengangkat Najdah menjadi pemimpin dengan gelar ‘Amnirul Mu’minin.
Namun beberapa waktu kemudian mereka berselisih dengan Najdah.Mereka
menyalahkan Najdah, dan ada orang yang mengkafirkan Najdah.
4.
Al-Baihasiah,
kelompok ini mengikuti pendapat Abu Baihas al-Haisham ibn Jabir salah seorang
dari suku Bani Saad Dhubai’ah. Di masa pemerintahan Khalifah Al-Qalid dan
selalu di cari-cari oleh al-Hajjaj namun dia berhasil melarikan diri dan
bersembunyi di Madinah, namun dapat di tangkap oleh Usman ibnu Hayam al-Muzani.
Sementara menunggu keputusan Khalifah al- Walid ia dipenjarakan kemudian di
hukum dengan memotong kedua tangan dan kakinya dan seterusnya di bunuh.
5.
Al-Jaridah,
kelompok ini di pimpin oleh Abd al-Karim ‘Araj yang isi ajarannya mirip dengan
al-Najdah. Menurutnya kita tidak boleh mengatakan kafir atau Muslim terhadap
anak seorang Muslim sampai ia telah diajak memeluk Islam. Sedangkan anak orang
kafir bersama orang tuanya berada di dalam neraka.
6.
Al-Tha’alibah,
kelompok ini di pimpin oleh Tsa’labah ibn Amir yang dahulunya sependapat dengan
Abd Karim ibn Araj, menurut pendapatnya anak tidak bertanggungjawab semenjak
kecil sampai usia menjelang dewasa.
7.
Al-‘Ibaḍaiyyah,
kelompok ini adalah pengikut ‘Abdullah ibn ‘Ibadh yang memberontak terhadap
pemerintahan Khalifah Marwan ibn Muhammad.
8.
Al-Ṣufriyyah,
kelompok ini nama kelompok yang mengikuti pemikiran Zayad ibn Ashfar.
Pemikirannya berbeda dengan pemikiran yang berkembang di kalngan Khawarij yang
lain, seperti, al-Azariqah, an-Najdah dan al- Ibadhiyyah. (Sukring,
2016)
Setelah
kita baca dan teliti dengan seksama gerakan khawarij yang bermula dari zaman
pemerintahan Ali bin Abi Thalib, nereka membelot dari pemerintahan dan keluar
dari ajaran khalifah pada saat itu, mereke menganggap khalifah Ali telah
melakukan dosa bersar dan di kafirkan yang harus diperangi dan dibunuh. (Zanikhan,
2019)
Maka
pada saat modern ini pula masih ada aliran di Indonesia yang menganut ajaran
khwarij, tak taat kepada pemimpin, mengkafirkan orang yang bukan sealiran
dengannya, memerangi orang islam lainnya yang tidak sealiran. Maka yang seperti
ini tidak cocok untuk diterapkan pada zaman sekarang dimana ajarang yang penuha
dengan redikalisme, tidak menghargai perbedaan dan lain sebagainya.
Premis :
1. Gerakan
khawarij yang bermula dari zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib, nereka
membelot dari pemerintahan dan keluar dari ajaran khalifah pada saat itu,
mereke menganggap khalifah Ali telah melakukan dosa bersar dan di kafirkan yang
harus diperangi dan dibunuh.
2. Posisi
sekte Khawarij dalam peristiwa attahkim ini menegaskan sebuah fakta awal bahwa
kemunculan mereka pada mulanya murni bersifat politik. Polemik politik mulai
mendapatkan sentuhan-sentuhan wacana teologis-keagamaan pada masa pemerintahan
‘Abdul Malik ibn Marwan.
3. Peristiwa
attahkim menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan untuk melegitimasi
pandangan-pandangan politik sekte Khawarij.
4.
Selain
sekte-sekte yang telah disebutkan diatas, pada saat modern ini pula masih ada
aliran di Indonesia yang menganut ajaran khwarij, tak taat kepada pemimpin,
mengkafirkan orang yang bukan sealiran dengannya, memerangi orang islam lainnya
yang tidak sealiran.
Konklusi : Gerakan khawarij yang bermula dari zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, yang dimulai dari pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan meluas
memiliki pengikut yang menganggap khalifah Ali telah melakukan dosa bersar dan
di kafirkan yang harus diperangi dan dibunuh. Dengan peristiwa attahkim ini
menegaskan sebuah fakta awal bahwa kemunculan mereka pada mulanya murni
bersifat politik dan juga menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan
untuk melegitimasi pandangan-pandangan politik sekte Khawarij. Sehingga mereaka
berkembang dan makin meluas hingga membuat berbagai macam kelompok dalam aliran
Khawarij itu sendiri, hingga saat modern ini masih ada organisasi di Indonesia
yang menganut paham ideologi Khawarij.
Daftar Pustaka
Al-Shahrastān. (216).
al-Milāl wa al-Niḥāl. Theologia, 418.
Farid, F. P. (2016,
Juli-Desember). KHAWARIJISME: Pergulatan Politik Sekterian Dalam Bingkai
Agama. Pemikiran Islam dan Filsafat, 8(2), 227.
Fawaid, T. (2016).
Gerakan Khawarij. Tesis, 1.
Rubini. (2018, juni).
Kawarij dan Murjiah Prespektif Imu Kalam. Kominikasi dan Pendidikan Islam,
7(1), 101-102.
Sukring. (2016,
Desember). Kajian Teologi Khawarij Zaman Modern. Theoligia, 27(2), 419.
Zamroni. (1999). Konsep
Kafir Menurut Khawarij. Ushuluddin, 32-33.
Zanikhan. (2019, Maret
Seasa). journal/item/1748/Khawarij. Retrieved from
http://zanikhan.multiply.com