Tuesday, April 9, 2019

(Sultan) Gerakan khawarij dan Doktrin Politik


Nama:             M sultan hakim
Nim:                B01217028
Kelas:             A2

Kajian formal:           Ilmu Kalam
Kajian material:        Ilmu Kalam Khwarij Doktrin dan Politiknya


Gerakan khawarij


Dalam sejarah, peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah menuju Madinah terjadi pada tahun 622 M. kemudian ada sejumlah peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah saw setelah itu, antara lain perjanjian-perjanjian dengan suku-suku Arab dan melahirkan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Ketika Nabi Muhammad saw Hijrah dan menetap di kota Madinah, Nabi membuat sebuah supermasi negara  yang  disebut dengan  Piagam Madinah, di  dalamnya banyak pasal-pasal yang  mengatur kehidupan bermasyarakat baik. Itulah supermasi pertama sekaligus menandai awal perpolitikan. (Fawaid, 2016)
 Pada   tahun 37 H = 657 M,  Muawiyah bin Abi Shafyan yang menjabat sebagai Gubernur Damascus dan Syiria bermaksud memberontak terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib. Adapun awal dari pemberontakannya  ini disebabkan karena diberhentikannya sebagai gubernur. Sikap pembangkangannya Mu'awiyah bin Abi Shafyan  ini memaksa Khalifah Ali Bin abi Thalib mengambil tindakan paksa, inilah yang menyebabkan terjadinya pertempuran di Shiffin.
Sebelum pertempuran terjadi khalifah Ali bin  Abi Thalib berusaha menempuh jalan lunak. Namun Mu"awiyah bin Abi Shafyan mengajukan tuntutan yang  sangat berat untuk dipenuhi oleh khalifah.
Pada mulanya Ali bin Abi Thalib  tidak  mau menerima karena hal itu dianggap sebagai tipu muslihat di dalam peperangan, yaitu apabila terdesak setiap orang akan mengadakan perundingan dan menghentikan peperangan. Tetapi  Ali bin Abi Thalib tidak mampu menolak desakan pendukung-pendukungnya sendiri, terutama dari  orang- orang yang shaleh yang menganggap bahwa suatu  perbuatan tercela  dan  tidak  sesuai dengan  ajaran  Islam  untuk permintaan  damai terhadap sesama muslim yang  sama-sama berpegang kepada Al-Qur'an.
Sedangkan  sebagian dari pasukan yang lain  tidak mau   menerima   ajakan  perundingan    clan    penghentian peperangan   itu,  karena menurut anggapan  mereka  bahwa, orang yang mau berdamai dalam peperangan adalah termasuk orang  yang  ragu pendiriannya dalam hal  kebenaran  dan peperangan  yang  ditegakkannya. (Zamroni, 1999)
Doktrin – doktrin politik khwarij diantaranya:
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umatislam.
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
c.       Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat.
d.      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman.
e.       Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuhdari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng
f.       Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng
g.      Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir.
h.      Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir
i.        Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir, dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
j.        Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka dianggap dalam dar al islam (Negara islam).
k.      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
l.        Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan yang jahat harus masuk kedalam neraka)
m.    Amar makruf nahi mungkar
n.      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar)
o.      Al- Qur’an adalah makhluk
p.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan. (Fawaid, 2016)
Posisi sekte Khawarij dalam peristiwa attahkim ini menegaskan sebuah fakta awal bahwa kemunculan mereka pada mulanya murni bersifat politik. Polemik politik mulai mendapatkan sentuhan-sentuhan wacana teologis-keagamaan pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik ibn Marwan, terutama gencar dilakukan oleh kelompok Azariqah yang memiliki pengaruh cukup signifikan bagi perkembangan doktrinal sekte Khawarij. Pada titik ini, terjadi pembauran antara wacana politik dengan doktrin keagamaan. Tidak jarang wacana keagamaan diinterpretasi sedemikian rupa sesuai dengan motif-motif  politik-kekuasaan. Dalam arti, peristiwa attahkim menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan untuk melegitimasi pandangan-pandangan politik sekte Khawarij. Fenomena semacam ini bahkan telah diindikasikan ‘Ali ibn Abi Thalib ketika sekte Khawarij menyuarakan la hukma illa-Allah saat peristiwa attahkim. (Farid, 2016)
al-Shahrastān menjelaskan secara rinci kelompok-kelompok tersebut (Al-Shahrastān, 216), yaitu:
1.      Al-Muḥakimah. Kelompok Muhakimah adalah kelompok yang tidak menaati Ali ibn Abi Thalib setalah terjadinya taḥkīm (arbitrase).
2.      Al-Zariqah, kelompok ini pendukung Abu Rasyid Nafi ibn al-Azraq yang memberontak terhadap pemerintahan Ali ibn Abi Thalib. Ia melarikan diri dari Basrah ke Ahwaz dan kemudian berhasil menguasai Ahwaz dan daerahdaerah sekelilingnya seperti Kirman di masa Abdullah ibn Zuhair sesudah membunuh Gubernurnya.
3.      Al-Najdah al-Azariah adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seseorang yang bernama Najdah ibn Amir Al-Hanafi yang dikenal dengan nama ‘Ashim yang mentap di Yaman. Dalam perjalanannya menemui kelompok Azariqahdi tengah jalan bertemu dengan Fudaik ‘Athiah ibn al-Aswad al-Hanafi yang tergabung dalam kelompok yang membangkang terhadap Nafi ibn Azraq. Dibertahukan kepadanya tentang inti perselisihan mereka dengan Nafi mengenai hukum orang tidak ikut pertempuran, karena para pembangkang mengangkat Najdah menjadi pemimpin dengan gelar ‘Amnirul Mu’minin. Namun beberapa waktu kemudian mereka berselisih dengan Najdah.Mereka menyalahkan Najdah, dan ada orang yang mengkafirkan Najdah.
4.      Al-Baihasiah, kelompok ini mengikuti pendapat Abu Baihas al-Haisham ibn Jabir salah seorang dari suku Bani Saad Dhubai’ah. Di masa pemerintahan Khalifah Al-Qalid dan selalu di cari-cari oleh al-Hajjaj namun dia berhasil melarikan diri dan bersembunyi di Madinah, namun dapat di tangkap oleh Usman ibnu Hayam al-Muzani. Sementara menunggu keputusan Khalifah al- Walid ia dipenjarakan kemudian di hukum dengan memotong kedua tangan dan kakinya dan seterusnya di bunuh.
5.      Al-Jaridah, kelompok ini di pimpin oleh Abd al-Karim ‘Araj yang isi ajarannya mirip dengan al-Najdah. Menurutnya kita tidak boleh mengatakan kafir atau Muslim terhadap anak seorang Muslim sampai ia telah diajak memeluk Islam. Sedangkan anak orang kafir bersama orang tuanya berada di dalam neraka.
6.      Al-Tha’alibah, kelompok ini di pimpin oleh Tsa’labah ibn Amir yang dahulunya sependapat dengan Abd Karim ibn Araj, menurut pendapatnya anak tidak bertanggungjawab semenjak kecil sampai usia menjelang dewasa.
7.      Al-‘Ibaḍaiyyah, kelompok ini adalah pengikut ‘Abdullah ibn ‘Ibadh yang memberontak terhadap pemerintahan Khalifah Marwan ibn Muhammad.
8.      Al-Ṣufriyyah, kelompok ini nama kelompok yang mengikuti pemikiran Zayad ibn Ashfar. Pemikirannya berbeda dengan pemikiran yang berkembang di kalngan Khawarij yang lain, seperti, al-Azariqah, an-Najdah dan al- Ibadhiyyah. (Sukring, 2016)

Setelah kita baca dan teliti dengan seksama gerakan khawarij yang bermula dari zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib, nereka membelot dari pemerintahan dan keluar dari ajaran khalifah pada saat itu, mereke menganggap khalifah Ali telah melakukan dosa bersar dan di kafirkan yang harus diperangi dan dibunuh. (Zanikhan, 2019)
Maka pada saat modern ini pula masih ada aliran di Indonesia yang menganut ajaran khwarij, tak taat kepada pemimpin, mengkafirkan orang yang bukan sealiran dengannya, memerangi orang islam lainnya yang tidak sealiran. Maka yang seperti ini tidak cocok untuk diterapkan pada zaman sekarang dimana ajarang yang penuha dengan redikalisme, tidak menghargai perbedaan dan lain sebagainya.
Premis :
1. Gerakan khawarij yang bermula dari zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib, nereka membelot dari pemerintahan dan keluar dari ajaran khalifah pada saat itu, mereke menganggap khalifah Ali telah melakukan dosa bersar dan di kafirkan yang harus diperangi dan dibunuh.
2.  Posisi sekte Khawarij dalam peristiwa attahkim ini menegaskan sebuah fakta awal bahwa kemunculan mereka pada mulanya murni bersifat politik. Polemik politik mulai mendapatkan sentuhan-sentuhan wacana teologis-keagamaan pada masa pemerintahan ‘Abdul Malik ibn Marwan.
3. Peristiwa attahkim menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan untuk melegitimasi pandangan-pandangan politik sekte Khawarij.
4.    Selain sekte-sekte yang telah disebutkan diatas, pada saat modern ini pula masih ada aliran di Indonesia yang menganut ajaran khwarij, tak taat kepada pemimpin, mengkafirkan orang yang bukan sealiran dengannya, memerangi orang islam lainnya yang tidak sealiran.
Konklusi : Gerakan khawarij yang bermula dari zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib, yang dimulai dari pemberontakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan meluas memiliki pengikut yang menganggap khalifah Ali telah melakukan dosa bersar dan di kafirkan yang harus diperangi dan dibunuh. Dengan peristiwa attahkim ini menegaskan sebuah fakta awal bahwa kemunculan mereka pada mulanya murni bersifat politik dan juga menjadi awal upaya instrumentalisasi wacana keagamaan untuk melegitimasi pandangan-pandangan politik sekte Khawarij. Sehingga mereaka berkembang dan makin meluas hingga membuat berbagai macam kelompok dalam aliran Khawarij itu sendiri, hingga saat modern ini masih ada organisasi di Indonesia yang menganut paham ideologi Khawarij.

Daftar Pustaka


Al-Shahrastān. (216). al-Milāl wa al-Niḥāl. Theologia, 418.
Farid, F. P. (2016, Juli-Desember). KHAWARIJISME: Pergulatan Politik Sekterian Dalam Bingkai Agama. Pemikiran Islam dan Filsafat, 8(2), 227.
Fawaid, T. (2016). Gerakan Khawarij. Tesis, 1.
Rubini. (2018, juni). Kawarij dan Murjiah Prespektif Imu Kalam. Kominikasi dan Pendidikan Islam, 7(1), 101-102.
Sukring. (2016, Desember). Kajian Teologi Khawarij Zaman Modern. Theoligia, 27(2), 419.
Zamroni. (1999). Konsep Kafir Menurut Khawarij. Ushuluddin, 32-33.
Zanikhan. (2019, Maret Seasa). journal/item/1748/Khawarij. Retrieved from http://zanikhan.multiply.com