Nama : M sultan hakim
Nim :
B01217028
Kelas : A2
Kajian formal: Ilmu Kalam
Kajian material: Ilmu Kalam Cikal
Bakal Syiah
Syiah
Kancah politik dalam Islam telah melahirkan tiga kelompok ajaran
yang berlatar belakang kekuasaan politik. Kancah inilah yang memicu terjadinya
dialog teologis secara massive di kalangan kaum muslimin. Pada masa selanjutnya
ketiga kelompok ini mengkristal menjadi mazhab anutan. Ahmadiyah sebagai
kelompok termuda dari kelompok yang ada telah melaksanakan fungsi mereka secara
simultan untuk membangun jaringan penyebaran ajaran agama Islam hingga ke
pelosok. Sunni, Syi’ah memiliki akar perbedaan teologi yang cukup kontras pada masalah
kepemimpinan. Akan halnya Ahmadiyah, tampak lebih fokus pada klaim bahwa
pendiri ajaran ini dikultuskan sebagai seorang Nabi. Inilah ciri khas ketiga golongan
tersebut sekaligus menjadi dasar perbedaan ajaran mereka. Meski mengalami
perbedaan dalam tiga hal mendasar yaitu pada imāmah Syi’ah dan kitab al-Zikra
serta kenabian Mirza Ghulam Ahmad pada Ahmadiyah, ketiga golongan memiliki
persamaan pada hal-hal yang berkaitan dengan Iman kepada Allah, Malaikat dan
Hari kebangkitan. (Khaik, 2015)
Term syi’ah ( ةؼيش )atau tasyayyu ( عيشت ) secara etimologis ialah suatu kelompok atau golongan yang
berkumpul untuk suatu masalah yang mempunyai pandangan sama, atau pengikut atau
pembela seseorang, jamak syi’a (غيش) asy-yaa’ (عايشا) dan kata syi’ah juga berlaku untuk tunggal dan jamak,
laki-laki dan perempuan. (Zulkifli, 2013)
Syi’ah Ali adalah pendukung dan pembela Ali, sementara Syi’ah
Mu’awiah adalah pendukung Mu’awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata
Syi’ah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Pada saat pemilihan
khalifah ketiga setelah terbunuhnya Abu Bakar, ada yang mendukung Ali, namun
setelah umat Islam
memutuskan untuk memilih
Utsman bin Affan, maka
orang-orang yang tadinya mendukun Ali, akhirnya berbaiat kepada
Utsman termasuk Ali.
Dengan begitu, belum terbentuk secara faktual kelompok umat
Islam bernama Syi’ah. (Atabik, 2015)
Orang-orang syiah pada awalnya mereka adalah orang-orang yang
mencintai nabi dan keturunan nabi. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk
memulyakan ahlulbait yang termotivasi dari penjelasan rasulullah Saw sendiri
terkait beberapa tafsir ayat contohnya surat al Bayinah. Dengan kata lain cikal
bakal syiah dalam arti orang-orang yang mencintai ahlulbait telah ada sejak rasulullah
Saw hidup. Kemudian golongan syiah ini mengalami perluasan makna pada pemililihan
khalifah di saqifah bani saidah. Mereka mengusulkan nama Ali bin Abi Thalib sebagai
pengganti Rasulullah Saw. Fakta ini kemudian muncul kembali pada perang siffin yang
menghasilkan abritase diantara kedua belah pihak. Dimana orang-orang syiah ini menampakan
jati dirinya sebagai pendukung Ali dan hingga saat ini faham inilah yang muncul
sebagai sebuah madzhab teologi dalam Islam. (Dewi, 2016)
Abu al-Khair al-Baghdâdi (wafat 429 H) pengarang kitab Al-Farqu
baina al-Firaq, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu Zaidiyah,
Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, Ghulat (ekstremis). Perpecahan dalam kelompok
Syiah itu terjadi lebih disebabkan oleh karena pebedaan prinsip keyakinan dalam
persoalam imâmah, yaitu pada pergantian Imam, Kedudukan Imam dalam Syiah
menjadi sangat penting, karena tugas dan tanggung jawab seorang Imam hampir
sejajar dengan kedudukan Nabi. Imam bagi Syiah memiliki kewajiban menjelaskan makna
Al-Qur’an, menjelaskan hukum syariat, mencegah perpecahan umat, menjawab segala
persoalan agama dan teologi, menegakkan keadilan, mendidik umat dan melindungi
wilayah kekuasaan.
Perpecahan Syiah pertama terjadi sesudah kepemimpinan Imam Husein
oleh karena perbedaan pandangan siapa yang lebih berhak menggantikan pucuk
kepemimpinan imam. Sebagian pengikut beranggapan bahwa yang berhak memegang kedudukan
imam adalah putra Ali yang lahir tidak dari rahim Fatimah, yaitu yang ber- nama
Muhammad Ibn Hanifah. Sekte ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sekte
Kaisaniyah selanjutnya tidak berkembang. Sedang golongan lain berpendapat bahwa
yang berhak menggantikan Husein adalah Ali Zaenal Abidin bin Husain. Golongan yang
kedua ini (pendukung Ali Zaenal Abidin) merupakah kelompok yang menjadi cikal bakal
dari kelompok Zaidiyah.
Setelah kematian Ali Zaenal Abidin, sekte Zaidiyah terbentuk. Golongan Zaidiyah mengusung Zaid
sebagai imam kelima pengganti Ali Zaenal Abidin. Zaid sendiri adalah seorang
ulama terkemuka dan guru dari Imam Abu Hanifah dan merupakan keturunan Ali bin
Abi Thalib dari sanad Ali Zaenal Abidin bin Husain. Syiah Zaidiyah adalah golongan
yang paling moderat dibandingkan dengan sekte-sekte lain dalam Syiah. Paham yang
diajarkan oleh Syiah Zaidiyah dipandang paling dekat dengan paham keagamaannya
dengan aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Sekte Ismailliyah dan Isna ‘Asyariyah dapat digolongkan dalam Syiah
Imamiyah, karena keduanya mengakui bahwa pengganti Ali Zaenal Abidin (Imam
keempat) adalah Abu Ja’far Muhammad al-Baqir (Imam kelima). Kemunculan sekte
Ismailliyah dan Isna ‘Asyariyah ini terjadi setelah wafatnya Abu Abdullah
Ja’far Sadiq (Imam keenam) pada tahun
148 H. Sekte Ismailliyah menyakini bahwa
Ismail, putra Imam Ja’far ash-Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya
sebagai Imam ketujuh. Ismail sendiri telah ditunjuk oleh Ja’far ash-Shadiq, namun
Ismail wafat mendahuli ayahnya. Akan tetapi satu kelompok pengikut tetap
menganggap Ismail adalah Imam ketujuh. Kepercayaan pada tujuh Imam Syiah yang
terhenti pada Ismail putra Ja’far ash-Shadiq, menjadikan Syiah Ismailliyah disebut
juga Syiah Sab’iyah.
Syiah Ismailliyah juga diberi gelar dengan al-Bâṭiniyah, karena
kepercayaan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah mempunyai makna lahir dan makna batin
(tersembunyi). Syiah Ismailliyah ini pada masa-masa setelah Imam Ja’far mengalami
banyak cabang, dia ntaranya: kelompok Druz, Ismailliyah Nizary, Ismailliyah Musta’ly.
Kelompok lain dari golongan Syiah Imamiyah yaitu Isna ‘Asarîyah
atau lebih dikenal dengan Imâmiyah atau Ja’fariyah, atau kelompok Syiah Imam
Dua Belas Kelompok ini mempercayai pengganti Ja’far ash-Shadiq adalah Musa
al-Kadzam sebagai Imam ketujuh bukan Ismail sudaranya. Kelompok Syiah inilahyag
jumlahnya paling banyak (mayoritas) dari kelompok Syiah yang ada sekarang.
Disebut sebagai Syiah Imam dua belas karena kelompok syiah ini meyakini dua
belas imam secara berurutan.
Syiah Ghulat merupakan kelompok ekstrim dari paham Syiah, yang saat
ini telah dipandang telah punah, dan sangat sulit untuk dilacak genealogi
pemikiran dari tiga kelompok besar lainnya (Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, dan
Zaidiyah). Kelompok ekstrim ini banyak yang dipandang telah keluar dari Islam
sehingga keberadaaanya saat ini telah punah.
Kelompok paham Syiah yang termasuk Ghulat di antaranya As-Sabaiyah yaitu
pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’. (Hasim, 2012)
Otoritas imam sekalipun tidak memiliki kekuasaan politisi ia tetap
ber hak untuk menuntut ketaatan kepada prngikutnya, dalam syiah imamiyah dengan
jelas dalam kemampuannya untuk menginterpretasikan wahyu ilahi secara otoratif.
Apa yang diputuskan olehnya melalui interpetasi dan elaborasi adalah mengikat
kaum mukmin. Ketentuan iini membentuk bagian kewajiban dari kaum mukmin.
Interpretasi terhadap wahyu ilahi oleh imam, yang dalam syiah imamiah dianggap
dari sebagian wahyu, dipandang sebagai bimbingan umat yang dianggap benar
sepanjang waktu. Lagi pula, adalah bimbingan ilahi yang secara teologis
membenarkan suprastruktur yang dibangun diatas dua doktri syiah imamiyah, yaitu
keadilan allah dan ditunjukkan imam, yang bebas dari salah dan dosa, untuk
membuat kehendak Allah diketahui oleh manusia. Dalam menghadapi krisis yang
timbul akibat gaibnya imam, kaum syiah imamiyah mengembangkan yurespundensi hukum
dan politis mereka sendiri, yang didalamnya yaitu kemampuan akal diberi tempat
yang mulia. (Arkanudin, 2014)
Premis
:
1.
Kancah
politik dalam Islam telah melahirkan tiga kelompok ajaran yang berlatar
belakang kekuasaan politik. Yaitu Ahmadiyah, Sunni dan Syiah.
2.
Cikal
bakal syiah dalam arti orang-orang yang mencintai ahlulbait telah ada sejak rasulullah
Saw hidup. Kemudian golongan syiah ini mengalami perluasan makna pada pemililihan
khalifah di saqifah bani saidah. Mereka mengusulkan nama Ali bin Abi Thalib sebagai
pengganti Rasulullah Saw.
3.
Perpecahan
Syiah pertama terjadi sesudah kepemimpinan Imam Husein oleh karena perbedaan pandangan
siapa yang lebih berhak menggantikan pucuk kepemimpinan imam.
4.
Abu
al-Khair al-Baghdâdi (wafat 429 H) pengarang kitab Al-Farqu baina al-Firaq, membagi
Syiah dalam empat kelompok besar yaitu Zaidiyah, Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah,
Ghulat (ekstremis).
Konklusi : Kancah politik
dalam Islam telah melahirkan tiga kelompok ajaran yang berlatar belakang kekuasaan
politik. Lalu cikal bakal syiah dalam arti orang-orang yang mencintai ahlulbait
telah ada sejak rasulullah Saw hidup. Pada saat pergantian khalifah setelah
nabi meraka mengusulkan nama Ali untuk menggantikan kepemimpinan nabi, semakin
lama semakin meluas sehingga mereka memiliki beberapa kelompok. Perpecahan
pertama pada saat kepemimpinan imam Husein dalam masalah perbedaan pendapat
dalam pergantian imam, Abu al-Khair al-Baghdâdi (wafat 429 H) pengarang kitab
Al-Farqu baina al-Firaq, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu
Zaidiyah, Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, Ghulat (ekstremis).
Daftar Pustaka
Arkanudin, A. (2014). Studi
Komparasi Konsep Kepemimpinan Antara IImamiah dan Khilsfsh. Tesis, 30.
Atabik, A. (2015, Desember). MELACAK
HISTORITAS SYI’AH. Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 3(2), 328.
Dewi, S. O. (2016). Syiah: Dari
Kemunculannya Hingga Perkembanganya di Indonesia. Membangun Tradisi
Berfikir Qur’ani , 12(2), 224.
Hasim, M. (2012, juli-Desember).
SYIAH: Sejarah Timbul dan Berkemnbangnya di Indinesia. Analisia, 19(02),
151-153.
Khaik, S. (2015, Juni). PEMETAAN
UMAT ISLAM (Sunni, Syiah dan Ahmadiyah). al-Daulah, 4(1), 227-228.
Retrieved 02 26, 2019, from http://journal.uin-alauddin.ac.id
Zulkifli. (2013, September).
Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Syiah. Jurnal Khatulistiwa – Journal
Of Islamic Studies, 3(2), 143.