Muhammad Khabib/B91217080/KPI A2
Ilmu Kalam/Wahabi
Wahabi
- Objek Kajian
- Objek Material :
Ilmu Kalam
- Objek Firmal : Ilmu Kalam dan Hasil Pemikiran
Teologi Wahabi
Ibnu Abdu al-Wahab dan Muhammad Ibnu Saud
menyebarluaskan ide-ide dan paham wahabi ini melalui ekspansi pada awal abad
sembilan belas, yang puncaknya pada penaklukan sebagian besar semenanjung arab,
namun kerajaan wahabiyah pertama ini ditaklukkan oleh kekuatan Mesir pada 1818,
dan ibu kotanya Diriyah dihancurkan sehingga kekuasaanya hanyab tersisa pada
daerah Najd selatan. Ciri khusus kerajaan ini memakai istilah al-Syaikh. Paham
ini masih berurat berakar di Najd, hingga bangkit kembali ketika memasuki awal
abad ke dua puluh, yakni pada tahun 1902, Abd. Aziz Ibnu Saud, seorang
keturunan penguasa Saudi pertama di Najd, merebut kota Riyadh dan meneruskan
serta menyebarluaskan ideologi wahabiyah pada masyarakat, mendukung pengajaran
al-Quran, shalat di mesjid dan misi pengajaran di desa-desa terpencil dan di
kalangan suku Badui dan menciptakan kekuatan militer, disebut ikhwan
(persaudaraan), yang diilhami oleh semangat penaklukan melalui keimanan.
Ikhwan ini menjadi kenyataan setelah 1912, suku-suku
Badui tersebut menghentikan cara hidup nomadis dan menetap di suatu
perkampungan dengan hidup bertani dan ideolgi wahabiyah diterapkan dalam
hidupnya dengan shalat berjamaah yakni hadir di mesjid, memisahkan jenis
kelamin (dalam suatu pertemuan, kelas), mengutuk musik, alkohol, rokok dan
teknologi yang tidak dikenal pada masa Nabi SAW. masyarakat inilah yang
bergabung dalam Ikhwan menjadi tulang punggung angkatan bersenjata Abd al-Aziz
dan membantunya dalam ekspansi (perluasan daerah kekuasaan). Pada masa 1920-an
dimulai keselarasan perilaku, karena tinkah laku dipandang sebagai ungkapan
lahiriyah dari keimanan yang bersifat bathiniyah setelah wafatnya Abd. al-Aziz
tahun 1957, kepemimpinan Saudi melonggarkan penekanan identitasnya sebagai
pewaris ajaran wahabiyah dan keluarga Syaikh-pun tidak lagi memegang
jabatan-jabatan tertinggi dalam birokrasi keseragaman berpakaian, perilaku umum
dan sholat berjamaah, dan pada etos-etos sosial yang menganggap bahwa
pemerintah bertanggung jawab atas moral kolektif yang mengatur masyarakat dari
perilaku individu hingga lembaga bisnis dan pemerintah itu sendiri.
Ajaran Wahabiyah adalah suatu gerakan keagamaan,
kadang disebut sebagai paham wahabi, didirikan atas dasar ajaran Muhammad Ibn
Abd al-Wahab (1703-1791. Beliau banyak menulis berbagai subyek keislaman,
seperti teologi, tafsir, hukum Islam dan kehidupan Nabi SAW., menekankan
ajarannya pada tauhid (keesaan Allah), tawassul (perantara), ziarah kubur,
takfir, Bidah, ijtihad dan taklid.
Tema pokok ajarannya adalah tauhid karena beliau
memandang tauhid sebagai agama Islam itu sendiri. Beliau berpendapat keesaan
Allah diwahyukan dalam tiga bentuk, yaitu:
Pertama. Tauhid Rububiyah, penegasan keesaan Tuhan dan
tindakan-Nya, Tuhan sendiri adalah pencipta, penyedia, dan penentu alam
semesta.
Kedua. Tauhid al-Asma wa al-Sifat (keesaan nama dan
sifatnya), yang berhubungan dengan sifat-sifat Tuhan. Kepunyaan-Nyalah semua
yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya, dan
semua yang ada di bawah tanah. (QS. Thaha ayat 6, surah 20).
Ketiga. Tauhid al-Ilahiyah;
menjelaskan hanya tuhan yang berhak disembah. Penegasan Tidak ada Tuhan
kecuali Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, berarti bahwa semua bentuk
ibadah seharusnya dipersembahkan semata bentuk ibadah seharusnya dipersembahkan
semata kepada Tuhan; Muhammad tidak untuk disembah tetapi sebagi Nabi, beliau
seharusnya dipatuhi dan diikuti.
Tentang tawassul (perantara), menurut Muhammad Ibn Abd
al-Wahab, ibadah (sembahan) merujuk pada seluruh ucapan dan tindakan lahir dan
bathin, sesuai yang dikehendaki dan diperintahkan oleh Tuhan. Dalam tulisannya
beliau menyatakan bahwa meminta perlindungan kepada pohon batu dan semacamnya
adalah syirik. Dengan kata lain, tidak ada bantuan, perlindungan, ataupun
tempat berlindung kecuali Tuhan. Hal inilah sehingga golongan ini melarang
ziarah kubur, boleh saja kekuburan dengan syarat dilakukan sesuai dengan
semangat Islam yang sebenarnya, sehingga kuburan itu harus rata dengan tanah
karena seorang muslim yang masih melakukan praktek-praktek syirik dikategorikan
sebagai kafir dan seharusnya dibunuh.
Bidah, setiap ajaran atau tindakan yang tidak
didasarkan pada al-Quran, sunah Nabi saw. atau otoritas para sahabat Nabi saw.,
seperti 1) memperingati kelahiran Nabi saw (maulid), 2) meminta
perantara (tawassul) dari para wali, 3) membaca al-Fatihah atas nama pendiri
tarekat sufi, sesudah menunaikan shalat lima waktu, 4) mengulangi shalat lima
waktu sesudah shalat jumat pada bulan Ramadhan.
Ijtihad
dan Taqlid menurut wahabiyah, Tuhan memerintahkan manusia untuk hanya
mematuhi-Nya dan hanya mengikuti ajaran Nabi SAW. bila ada masalah/persoalan
yag timbul (tentang agama) maka jawabnya diambil dari al-Quran dan hadist Nabi
SAW., bila tidak ada pada al-Quran dan hadist maka diambildari consensus kaum
terdahulu yang shaleh, dari sahabat dan tabiin, ijmapara ulama yang sejalan
denga al-Quran dan Hadits. Menolak pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup.
Al-Quran dan Hadits satu-satunya dasat penetap hokum Islam.[1]
Gerakan
Wahabiyah menjadi kekuatan keagamaan dan politik yang dominan di Jazirah Arab
pada sekitar 1746, ketika al-Saud memadukan kekuatan politik dan ajaran wahabi,
satu demi satu kerajaan jatuh oleh serangan kekauatan Arab Saudi. Tahun 1773
Riyadh dapat dikuasai dan kekayaannya masuk ke bendaharawan al-Saud yang
menambah kekuatan keagamaan dan politik di Jazirah Arab selama abad 19 dan awal
abad 20.
Dewasa
ini banyak prinsip dan ajaran wahabiyah yang mengilhami hokum dan social di
Kerajaan Arab Saudi. Suatu hal yang menarik bahwa penguasa al-Saud memakai
gerakan dan ajaran wahabi ini sebagai kekuatan politik untuk mempertahankan dan
memperluas daerah kekauasaannya dan dibalik itu ajaran Muhammad Ibn Abd
al-Wahab ini diterima dianut dan dilaksanakan oleh masyarakat karena ditopang
oleh penguasa (diperintahkan oleh Ulil Amri). Sebagaimana disebutkan
terdahulu bahwa pemikiran teologi Muhammad Ibn Abd al-Wahab dilatarbelakangi
antara lain untuk memperbaiki keadaan umat Islam, yang timbul bukan sebagai
reaksi politik, tetapi sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat
dikalangan umat Islam. Pemikiran-pemikirannya yang terdapat dikalangan umat
Islam bersumber dari aliran salaf yang bertitik tolak dari ajaran Imam Ahmad
Bin Hanbal yang ditafsirkan oleh Ibn Taimiyah kemudian diidentikkan dengan
aliran Wahabiyah.
Muhammad
Ibn Abd al-Wahab memilih perbaikan akidah sebagai sasaran awal perjuangan
dakwahnya. Ia tidak memulainya denga memperbaiki keadaan social, politik dan
ekonomi, karena ia berkeyakinan bahwa jika akidah tauhid masyarakat itu baik,
murni dan bersih dari syirik maka bidang kehidupan lainnya seperti social,
politik dan ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi baik pula
sebab akidah adalah ruh kehidupan keagamaan seseorang yang akan mempengaruhi
bahkan menentukan pola-pola tingkah laku seseorang dalam aspek kehidupan lahir
bathin.
Premis 1
: Ibnu Abdul Wahab dan Muhammad Ibnu Saud menyebarkan ide dan paham wahabi pada awal abad sembilan
belas.
Premis 2
: Tema pokok ajaran wahabi adalah tauhid. Karena ia memandang bahwa tauhid
adalah agama Islam itu sendiri
Premis 3
: Ajaran Wahabi melarang untuk bertawasul jika kepada selain Allah. Bertawasul
kepada selain Allah sama dengan melakukan perbuatan syirik.
Premis 4
: Ajaran wahabi menyatakan bahwa segala
sesuatu yang tidak berdasarkan Al-Qur'an, Hadits Nabi, dan otoritas para
sahabat nabi saw, termasuk perbuatan bid'ah
Premis 5
: Ajaran wahabi menolak bahwa pintu
ijtihad ditutup.
Konklusi
: Pada awal abad 19 Ibnu Abdul Saud dan Muhammad Ibnu Saud menyebarkan paham
wahabi dengan pokok ajaran tauhid yang isinya melarang bertawasul kepada selain
Allah, jika tidak berdasarlan Al-Qur'an, hadits nabi dan otoritas para sahabat
maka bid'ah serta tetap membuka pintu ijtihad.