Biografi Ibnu Taimiyah
Nama Taqijuddin Ahmad Bin Abdilhalim Bin Taimyah,kelahiran Harran tahun 661 Hsebuah kota di Irak yang terkenal dengan filasafat dan filosof-filosofnya pada masa sebelum masa sebelum Islam. Dan meninggal dipenjara pada malam senintahun 729 H. Ayahnya bernama Syhabuddin Almad Abdul Halim Bin Abdussalam Ibn Abdullah Taimiyah adalah seorang hakim di kotannya.
Ibnu taimiyah adalah seorang tokoh salaf yang ekstrim kaaaaaaaaaarna kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal ia adalah murid yang muttaqi, wara dan zuhud.serta seorang panglima dan penetang bangsa tartas yang berani. Ia juga di kenal sebagai seorang muhadditsin, mufassir, faqih teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat.
Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum secara resmi.
Objek kajian
Objek Material: Ilmu Kalam
Objek Formal: Doktrin-Doktrin Ibnu Taimiyah
Sangat berpegang teguh pada nash.
Tidak memberikan ruang gerak yangb bebas kepada akal. Ia berpendapat bahwa al quran mengandung semua ilmu agama, di dalam islam yang di teladani hanya 3 generasi sajasahabat,tabiin dan tabi tabiin. Allah mempunyai sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid.
- Percaya sepenuhnya terhadap nama-namaNya Allah atau rasul-Nya sebutkan
- Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah.
Tidak memberikan ruang gerak kepada akal/
Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama
Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (Sahabat, Tabiin dan
Tabitabiin)
Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim maka kalamnya juga qadim. Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al- Jauzi sebagai pandangan tajsim Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk- Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali.
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah:
1) Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah
sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Maani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama, bashar dan kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk seperti rabbul alamin, khaliqul kaun dan lain-lain
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya
sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min
ghoiri tashrif/ tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri tathil)
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad)
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati,
apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif)
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat
makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb alal alamin).
Berdasarkan alasan di atas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat. Menututnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-kan, tidak
menyerupakan-Nya dengan Makhluk., dan tidak bertanya-tanya tentangnya.Dalam masalah perbuatan manusia . Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:
1) Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
2) Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
3) Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.
Dalam masalah sosiologi politik Ibnu Taimiyah berupaya untuk membedakan antara manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab itu masalah Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun teologi. Begitu juga keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang mustahil.
Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah memperbandingkan antara konsep kepemimpinan menurut Syiah (Duabelas dan Tujuh) dengan Ahlusunnah wal Jamaah, namun dia lebih senang untuk berpihak kepada yang terakhir.
Ibnu Taimiyah dengan tegas mengajak umat islam untuk kembali kepada Al-Quran dan Hadist, seraya menolak keras manhaj atau mazhab dan pemikiran lainnya yang dianggap bukan berasal dari ajaran islam yang murni.
Ibnu Taimiyah mengkritik kaum Asyariyah atas penolakan mereka terhadap kehendak bebas. Ia menganggap tindakan semacam itu menafikan ketentuan-ketentuan agama dan menyisihkan agama sebagai landasan etika. Baginya, manusia adalah pelaku asli yang memilki kehendak bebas.
Ibnu Taimiyah juga merasa keberatan dengan pandangan Muktazilah yang menyamakan Allah dengan esensi-Nya.
Baginya, Islam pertama-tama adalah sebuah agama kenabian dengan penekanan pada wahyu dalam membimbing manusia. Metode agama dan teologi yang menetapkan nalar manusia sebagai sumber kebenaran, sepenuhnya keliru dalam konteks keagamaan.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa Allah itu kekal mutlak dan satu-satunya sumber perintah moral bagi manusia. Tidak ada satupun sumber pengetahuan kecuali wahyu Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus berfokus kepada tafsir tekstual wahyu Allah.
Kritik Ibnu Taimiyah terhadap Filsafat
Ibnu Taimiyah menganggap para filosof yang menggunakan analisis logika dan sebab-akibat telah salah memperlakukan Allah sebagai sebuah prinsip impersoal, yang tidak menciptakan dunia dan tidak memiliki pengetahuan tentang bagian-bagian terperincinya.
Doktrin-doktrin filsafat seperti ini dianggapnya bertentangan dengan satu-satunya sumber kebenaran yang dimiliki umat Islam yaitu wahyu.
Kritik Ibnu Taimiyah terhadap Sufiisme
Ibnu Taimiyah memperluas kritiknya kepada para teoretisi sufi. Misalnya kritik terhadap Ibnu Arabi yang menganjurkan mistisisme monistik.
Bagi Ibnu Taimiyah, para sufi secara khusus bersalah karena mereka menulis sesuatu yang bertentangan dengan transendensi mutlak Allah.
Premis
Berdasarkan Al-Quran dan Hadist
Al-Quran mengandung semua ilmu agama
Percaya terhadap semua nama-nama Allah dan Rasulnya
Menolak ajaran yang bertentangan dengan ajaran islam
Berpihak kepada Ahlusunnah waljamaah
Di dalam islam hanya ada 3 generasi yang bisa diteladani yaitu, sahabat, tabiin dan tabi tabiin
Pengetahuan bersumber dari akal
Konklusi
Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir dan pejuang islam. Pengetahuannya bersumber dari akal yang berpegang teguh pada nash yaitu al-quran dan hadist. Ibnu Taimiyah menolak keras tentang manhaj atau mazhab yang bertolak belakang dengan ajaran islam. Pemikiran politik Ibnu Taimiyah berpegang pada Ahlusunnnah Waljamaah yang membandingkannya dengan syiah.
Daftar Pustaka
Hadis al-Mishriyah al-Ammah li al-Kitab, Mesir.
https://wawasansejarah.com/pemikiran-ibnu-taimiyah/
Izzudin Washil, Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Syariah sebagai tujuan tasawuf, Teosofi jurnal tasawuf dan pemikiran, volume 7, No. 2 Desember 2017
M. Abdurrahman, pemikiran politik Ibnu Taimiyah, volume XIX No. 2 April-Juni 2003
Rosihan, Anwar,Rozak,Abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia,Bandung
Saad, Thablawy Mahmud, (1984), At-Tashawwuf fi Turasts Ibn Taimiyah, al-Hai al-