Teologi Asy ‘Ariyyah
A. Objek Kajian
Kajian formal : Teologi Asy’ariyyah
Kajian material : ilmu kalam
B. Asy’ariyyah
Al Asy’ari adalah nama sebuah
kabilah Arab terkemuka di Bashrah, Irak. Dari kabilah ini muncul beberapa orang
tokoh terkemuka yang turut mempengaruhi dan mewarnai sejarah peradaban umat
Islam. Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail
Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada
awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama
Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan
mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih
dan hadist.
Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah
menganut paham Mu’tazillah, tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan
argumentasi pikiran. ia menentang dengan kerasnya mereka yang mengatakan bahwa
akal pikiran dalam agama atau membahas soal- soal yang tidak pernah disinggung
oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan. Dalam hal ini ia juga mengingkari
orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui
sifat-sifat Tuhan.
Pandangan Asy’ariyah tentang wahyu
dan kedudukannya tercermin dalam pendapat Abu Hasan al-Asy’ari mengenai Alquran
sebagai berikut: “Hendaknya kita membedakan antara kalamullah yang berdiri
dengan dzat-Nya yang berarti qadim, dengan wujud Al Quran yang ada di antara
kita dewasa ini, yang diturunkan kepada Muhammad dalam waktu tertentu.
Perkataan-Nya adalah satu yaitu larangan, perintah, berita, dan istikhbar,
serta janji dan ancaman. Kesemuanya termasuk dalam kategori perkataan-Nya,
bukannya kembali pada jumlah atau susunan kalimatnya. Adapun lafadz yang
diturunkan-Nya kepada nabi dan rasul-Nya melalui lafadz menunjukkan kalam yang
azali. Sedangkan dalil yang dibuat adalah muhdits dan yang dilandasi adalah
qadim dan azali. Jadi perbedaan antara bacaan dan yang dibaca sama saja dengan
sebutan yang disebut, sebutan adalah muhdits sementara yang disebut adalah
qadim”.
Sebagian kalangan berpendapat bahwa
sumber pengambilan ilmu dalam Asy’ariyah adalah Alqur`an dan sunnah dengan
berdasarkan kepada kaidah-kaidah ilmu kalam. Oleh karena dasar yang dipakai
Asy’ariyah dalam memahami Alqur`an dan sunnah adalah kaidah-kaidah ahli kalam
maka muncul beberapa penilaian terhadap konsekuensi penggunaan ilmu kalam
tersebut. Ada pun penilaian konsekuensi tersebut antara lain sebagai berikut :
pertama, Asy’ariyah mendahulukan akal daripada naql dalam kondisi keduanya
bertentangan; kedua, Menolak hadits ahad dalam menetapkan perkara akidah
karena, menurut Asy’ariyah, hadits ahad tidak menetapkan ilmu yang yakin.
Bahkan sebagian dari kalangan Asy’ariyah dalam sumber bertalaqqi ada yang
mengambil dari kasyaf dan perasaan, jika nash bertentangan dengan kasyaf maka
kasyaf didahulukan atau nash dibelokkan agar sesuai dengan kasyaf. Ini adalah
pendapat Asy’ariyah yang tercemar oleh metode sufi di mana mereka memiliki
istilah ‘ilmu laduni’ dan slogan ‘hatiku menyampaikan kepadaku dari tuhanku’.
Namun demikian kedua konsekuensi
akibat penggunaan ilmu kalam dalam penafsiran wahyu dan hadits tersebut agaknya
masih memerlukan pengkajian lebih mendalam. Dalam masalah penggunaan akal dalam
penafsiran wahyu misalnya, Abu al-Hasan sendiri menyarankan agar dalam
penafsiran Alquran lebih merujuk kepada penjelasan Rasulullah dan penafsiran
yang mutawatir di kalangan shahabat. Dengan demikian klaim bahwa Asy’ariyah
lebih mendahulukan akal dibandingkan naql pada saat keduanya bertentangan tidak
sepenuhnya benar jika ditinjau dari pernyataan Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Jika diamati, berkembangnya paham
Asy’ariyah di berbagai negeri disebabkan beberapa faktor, di antaranya:
1.
Anggapan
bahwa paham Asy’ariyah adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Padahal kita telah
ketahui betapa banyak penyimpangan Asy’ariyah dalam masalah akidah, sehingga
para ulama menyatakan Asy’ariyah bukanlah Ahlus Sunnah.
2.
Di
sejumlah negara, paham ini didukung oleh para penguasa. Di kawasan Asia, aliran
Asy’ariyah dijadikan aliran resmi Dinasti Gaznawi di India (abad 11-12 M) yang
didirikan oleh Mahmud Gaznawi. Berkat jasa Mahmud Gaznawi itulah, aliran ini
menyebar dari India, Pakistan, Afghanistan, hingga Indonesia. Aliran Asy’ariyah
berkembang sangat pesat pada abad ke-11 M, tepatnya pada masa kekuasaan Aip
Arsalan dan Dinasti Seljuk (abad 11-14 M). Menurut sejarah, sang khalifah
dibantu oleh perdana menteri yang begitu setia mendukung aliran Asy’ariyah,
yakni Nizam al- Mulk. Pada masa itu, penyebaran paham Asy’ariyah mengalami
kemajuan yang sangat pesat melalui lembaga pendidikan bernama Madrasah
Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk.
3.
Paham
Asy’ariyah juga tersebar seiring menyebarnya Shufiyah (sufi).
4.
Paham
ini banyak dianut tokoh-tokoh di mazhab fikih. Sebagai contoh, al-Baqilani,
adalah tokoh Asy’ariyah yang merupakan tokoh mazhab Maliki.
5.
Tersebarnya
buku-buku Asy’ariyah, bahkan dijadikan kurikulum standar di lembaga pendidikan,
pondok pesantren, dan lainnya.
6.
Kedustaan
atas nama al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari.
7.
Adanya
sebagian orang yang masih memasukkan Asy’ariyah dalam kelompok Ahlus Sunnah.
8.
Difigurkannya
sebagian tokoh Asy’ariyah.
9.
Menyebarnya
kelompok dakwah yang membawa fikrah Asy’ariyah, seperti Jamaah Tabligh dan
thariqat-thariqat (tarekat-tarekat) shufiyah.
10.
Banyak
lembaga pendidikan baik perguruan tinggi maupun lainnya memasukkan akidah
Asy’ariyah dalam kurikulum mereka.
Premis 1 :
Al-asy’ari didirikan oleh Abu Hasan
al-Asy’ari karena perbedaan pendapat dengan paham Mu’tazilah.
Premis 2:
Al-asy’ari berpendapat kebaikan dari pendapat aliran Mu’tazilah
karena kekecewaan Abu Asy’ari dengan al-Juba’i.
Premis 3 :
Al-lasy’ari berkembang pesat hingga meuju
ke Indonesia dengan bukti adanya organisasi Nahdlatul ‘Ulama yang berfaham
Ahlussunnah wal Jama’ah.
Konklusi :
Pendiri Al-Asy’ari adalah Abu Hasan
al-Asy’ari. Al-asy’ari sendiri didirikan karena pketidak sepahaman dengan
Mu’tazilah. Penyebaran pemahaman al-Asy’ari melalui tokoh-tokoh terkemuka
dengan argumentasi-argumentasi yan kuat sehingga masuk ke Indonesia.
Daftar Pustaka
Harun
Nasution, (1986) Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
Jakarta: UI-Press
Soekama
Karya, (1996) Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Logos, Jakarta
Muhammad
Ahmad, (2009) Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia
Abdul
Rozak, (2007) Ilmu kalam, Bandung: Pustaka setia
Harun
Nasution, (1975) Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan Islam,
Jakarta: Bulan Bintang
Hanafi,
(2003) Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna