Tuesday, April 9, 2019

[islahul dhea] Aliran Wahabi (Salafi)


Nama  : Islahul Dhea Alfansyah
Kelas   : A2
NIM    : B91217123

Objek Kajian             : Ilmu Kalam
Objek Material          : Pemikiran Wahabi


WAHABI SALAFI

A.    Sejarah Timbulnya Aliran Wahabi
Wahhabisme atau ajaran Wahabi muncul pada pertengahan abad 18 di Dir’iyyah sebuah dusun terpencil di Jazirah Arab, di daerah Najd. Kata Wahabi sendiri diambil dari nama pendirinya, Muhammad Ibn Abdul-Wahhab(170392). Laki-laki ini lahir di Najd, di sebuah dusun kecil Uyayna. Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatik, dan telah menikahi lebih dari 20 wanita (tidak lebih dari 4 pada waktu bersamaan) dan mempunyai 18 orang anak.
Sebelum menjadi seorang mubaligh, Ibn Abdul-Wahhab secara ekstensif mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis, pelesiran, dan memperdalam agama ke Hijaz, Mesir, Siria, Irak, Iran, dan India.
Hempher mata-mata Inggris
Walaupun Ibn Abdul-Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, namun aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme dan merekayasa Ibn Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Utsmaniyyah yang berpusat di Turki. Seluk-beluk dan rincian tentang konspirasi Inggeris dengan Ibn Abdul-Wahhab ini dapat Anda temukan di dalam memoar Mr. Hempher : “Confessions of a British Spy” 3]
Selagi di Basra, Iraq, Ibn Abdul-Wahhab muda jatuh dalam pengaruh dan kendali seorang mata-mata Inggeris yang dipanggil dengan nama Hempher yang sedang menyamar (undercover), salah seorang mata-mata yang dikirim London untuk negeri-negeri Muslim (di Timur Tengah) dengan tujuan menggoyang Kekhalifahan Utsmaniyyah dan menciptakan konflik di antara sesama kaum Muslim. Hempher pura-pura menjadi seorang Muslim, dan memakai nama Muhammad, dan dengan cara yang licik, ia melakukan pendekatan dan persahabatan dengan Ibn Abdul-Wahhab dalam waktu yang relatif lama.
Hempher, yang memberikan Ibn Abdul-Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuciotak Ibn Abdul-Wahhab dengan meyakinkannya bahwa : Orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, mereka – kaum Muslim – telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik.
Hempher juga membuat-buat sebuah mimpi liar (wild dream) dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn AbdulWahhab, dan mengatakan kepada Ibn Abdul-Wahhab, bahwa dia akan jadi orang besar, dan meminta kepadanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul.

B.     Tokoh dan Pemikirannya
Kelompok salafi-wahabi seringkali tidak konsisten dengan pendapat yang mereka kemukakan. Mereka selalu mengumandangkan jargon kembali kepada al-Qur’an dan hadis, bahkan menghujat orang-orang yang merujuk pada pendapat ulama-ulama klasik. Namun faktanya, mereka sendiri juga tetap taqlid pada pendapat-pendapat tokoh dan ulama mereka.
Di antara ulama yang menjadi rujukan mereka ialah:
Pertama, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah. Kedua tokoh ini merupakan ulama klasik yang sering dikutip pendapatnya oleh salafi-wahabi. Kebanyakan pendapat Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim yang dikutip hanya soal teologi atau tauhid.
Sementara pandangan kedua tokoh ini terkait permasalahan fikih jarang seringkali dipahami dan ditampilkan. Andaikan pemikiran fikih Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim didalami dan dielobarasi oleh salafi-wahabi, besar kemungkinan pandangan fikih mereka tidak akan sempit dan kaku.
Kedua, Nashiruddin al-Bani, Abdullah bin Baz, dan Muhammad bin Shalih al-Ustaimin. Ketiga tokoh ini termasuk ulama kontemporer yang pendapatnya sering dirujuk salafi-wahabi, terutama oleh agen-agen salafi-wahabi di Indonesia
pandangan ulama terdahulu.
1.      Memahami al-Qur’an dan hadis secara tekstual dan tidak menggunakan perangkat pengetahuan yang biasa digunakan ulama untuk memahami al-Qur’an dan hadis: misalnya, ushul fikih, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu bahasa, dan lain-lain.
2.      Memahami al-Qur’an dan hadis sepotong sepotong dan tidak mengonfirmasi dan menyesuaikannya dengan ayat ataupun hadis lainnya.
3.      Menganggap setiap amalan yang tidak ada dalil spesifiknya dalam al-Qur’an dan hadis sebagai bid’ah.
4.      Memahami setiap perbuatan yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah dan haram dilakukan.
5.      Meyakini bahwa andaikan perbuatan itu boleh dilakukan, sudah pasti dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
6.      Mengajak orang untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadis, serta meninggalkan madzhab fikih, tetapi mereka malah sering merujuk pendapat tokoh-tokoh mereka.

C.    Perkembangan dan Pengaruh Ajaran Wahabi di Indonesia
Menepis anggapan banyak orang kalau mereka adalah wahabi. Perkembangan wahabi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Pada masa dulu, lembaga ini berhasil mengirimkan banyak mahasiswa untuk belajar ke Timur-Tengah berkat dukungan dana dari Jemaah Wahabi. Sebagian dari alumni Timur-Tengah tersebut menjadi agen penyebaran ideologi wahabi setelah pulang ke Indonesia.
Selain DDII, LIPIA sebagai lembaga pendidikan Islam yang dibiayai penuh Arab Saudi juga berperan penting dalam penyebaran ideologi wahabi di tanah air. Sebagaimana diketahui, LIPIA memberikan beasiswa penuh kepada seluruh mahasiswa. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan santri atau pelajar agama untuk kuliah di lembaga ini.
LIPIA pertama kali dipimpin oleh Syeikh Abdul Aziz Abdullah al-Ammar, murid tokoh salafi Syekh Abdullah bin Baz. Seluruh pengajar kampus ini didatangkan dari Timur-Tengah dan kurikulumnya mengikuti kurikulum Universitas Riyad. Sebagian besar pentolan wahabi Indonesia merupakan alumni LIPIA.
Di antara alumni LIPIA yang menjadi penyebar paham wahabi ialah Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Farid Okbah, Ainul Harits, Abu Bakar M. Altway, Ja’far Umar Thalib, Abdul Hakim Abdat, Aman Abdurrahman, dan lainlain. Perlu diketahui, Aman Abdurrahman ini termasuk orang yang memiliki pengaruh kuat terhadap sebagian besar kelompok teroris di Indonesia. Bahkan, sebagian kasus bom di Indonesia didalangi oleh Aman.
Selain alumni LIPIA, paham wahabi semakin menyebar di Tanah Air pasca pulangnya beberapa alumni Arab Saudi. Mereka menyebarkan paham tersebut tidak hanya melalui lembaga pendidikan, tetapi juga majlis pengajian. Hasil pengajian mereka dipublikasikan dan disebarkan secara masif di internet. Di antara alumni Arab Saudi yang menyebarkan ideologi wahabi ialah Firanda, Khalid Basalamah, Syafiq Basalamah, dan lain-lain.

Premis 1         : Aliran Wahabi didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatic, yang  aktualnya Kerajaan Inggeris-lah yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme.
Premis 2         : Aliran Wahabi tidak konsisten dengan pendapatnya yang sering menjargonkan untuk “kembali pada Al-Qur’an dan Hadis” akan tetapi kenyataannya mereka masih bertaqlid dengan ulama’-ulama’ klasik.
Premis 3         : Menepis anggapan banyak orang kalau mereka adalah wahabi. Perkembangan wahabi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Sebagian dari alumni Timur-Tengah tersebut menjadi agen penyebaran ideologi wahabi setelah pulang ke Indonesia.
Konklusi         : Wahabi yang didirkan oleh Muhammad Ibn Abdul-Wahhab, yang akrualnya ajaran ini kelahirannya tidak terlepas dari kerajaan Inggris, dikarenakan adanya seorang mata-mata Inggris yang mencuci otak Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Aliran Wahabi juga masih bertaqlid kepada Ulama’-Ulama’ Klasik, meskipun jargonnya yang berbunyi “kembali kepada Al-Qur-an dan Hadis”. Penyebaran aliran wahabi tidak terlepas dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, dan juga dari sebagian alumni-alumni Timur-Tengah yang menjadi agen penyebar ideologi Wahabi.

Daftar Pustaka
­Tim Harakah Islamiyah, Buku Pintar Salafi Wahabi, (Harakah Islamiyah)
http://sk-sk.facebook.com/topic.php?uid=80383792636&topic=11768
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan-   saudiarabia-dan-paham-wahabi-bag-i/