Nama : Islahul Dhea Alfansyah
Kelas : A2
NIM : B91217123
Objek Kajian : Ilmu Kalam
KHAWARIJ
A.
Sejarah berkembangnya Aliran Khawarij
Dalam catatan
sejarah, untuk pertama kalinya, Khawarij muncul sejak zaman Rasulullah.
Kemudian ide mereka ini menemukan momentumnya di zaman Usman ibn Affan, sampai
zaman Ali ibn Abi Thalib. Pada zaman Ali mereka menjadi kelompok yang sangat
kuat dan terorganisir.
Sekte Khawarij
berarti kelompok yang keluar dari satuan kelompok terdahulu. Nama itu diberikan
kepada pengikut Syiah yang menarik dukungan terhadap kepemimpinan Ali dan keturunannya.
Karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima arbitrase sebagai jalam
menyelesaikan perselisihan tentang khalifah dengan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan.
Mereka beranggapan bahwa tak satu sekte pun yang berhak atas kepemimpinan umat,
tidak Bani Umayah, tidak Ali dan keturunannya, juga Bani Abbas, semua pihak
tersebut halal darahnya untuk dialirkan. Sepintas dapat dianggap bahwa mereka
cenderung anarkis, namun mereka sebenarnya demokratis.
Dalam lapangan
politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu itu.
Menurut keyakinan mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh
seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku bangsa
Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup
asal orang Islam. Khalifah yang terpiliha akan terus memegang kekuasaannya
selam ia bersikap Adil dan menjalankan syariah Islam. Tetapi kalau ia
menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam ia wajib dijatuhkan atau dibunuh.[1] Pada
saat itulah Usman dan Ali, bagi mereka telah menjadi kafir. Demikian pula
halnya Mu’awiyah, Amr ibn al-‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang
mereka anggap telah melanggar syariah agama.
Di sini kaum Khawarij memasuki
persolan kufr. Siapa yang disebut
kafir dan keluar dari Islam. Siapa yang disebut mu’min, dan dengan demikian
tidak keluar dari, tetapi tetap dalam Islam. persoalan-persoalan ini buka lagi
merupakan persoalan politik, tetapi persoalan politik. Pendapat tentang siapa
yang sebenarnya masih Islam dan siapa yang keluar dari Islam dan menjadi kafir,
sehingga muncullah golongan dalam kalangan Khawarij.[2]
Ajaran-ajaran
Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya
dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka
merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran. Sikap fanatik
ini membuat mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut
paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil.[3]
B.
Khawarij menurut Ulama’ Salaf
Imam
al-Nawawi, menjelaskan Khawarij adalah satu kelompok ahli bid’ah yang meyakini
bahwa orang yang melakukan dosa besar menjadi kafir dan kekal di neraka. Oleh
karena itu mereka membangkang terhadap imam dan tidak mau menghadiri salat
Jum’at dan salat berjamaah.[4]
Ibnu Hajar
Asqalani berpendapat, Khawarij adalah kata jamak dari kata kharijah artinya
sekolompok orang. Mereka adalah ahli bid’ah. dinamai demikian karena mereka
telah keluar dari Islam dan membelot dari pemimpin kaum Muslimin.[5]
Dari definisi
yang dikemukakan para ulama salaf tersebut di atas, bahwa kelompok Khawarij
yang menafikan imam (pemimpin) umat Islam. Mereka menghalalkan darah kaum
Muslimin karena menganggap kufur dan melakukan kemaksiatan. Kaum Khawarij
adalah kelompok ekstrimis yang melakukan pemberontakan, mereka pelaku bid’ah
yang memiliki ciri-ciri khusus. Kelompok ini diindikasikan sebagai kaum
Khawarij yang muncul sepanjang zaman.
Khawarij
mengambil inisiasi pemberontakan kepada Ali dan aktivitas mereka dipusatkan di Ḥarūrah sebuah tempat di perbatasan
Irak. Mereka menuduh Ali sebagai seorang musyrik, ahli bid’ah bahkan menyebut
kafir serta mendeklarasikan pemberontakan melawan Ali. Kaum Khawarij mengambil
keputusan untuk membunuh mereka, termasuk Mu’awiyah, Amr, dan Abu Musa. Menurut
sejarah orang ditugasi membunuh Ali yang berhasil dalam tugasnya.
Lambat laun
kaum Khawarij pecah menjadi beberapa sekte, konsep kafir turut pula mengalami
perubahan. Persoalan orang berbuat dosa inilah yang mempunyai pengaruh besar
dalam pertumbuhan teologi selanjutnya dalam Islam. Persoalannya ialah apakah ia
bisa dipandang orang mukmin ataukah ia sudah menjadi kafir karena berbuat dosa
itu.
Persoalan ini menimbulkan tiga
aliran teologi dalam Islam.13 Pertama,
aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir, dalam
arti keluar dari Islam atau murtad dan oleh karena itu wajib dibunuh. Kedua, aliran Murji’ah yang menegaskan
bahwa orang yang berbuat dosa besar
tetap masih
mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa besar yang dilakukannya, terserah
kepada Allah untuk mengampuni atau tidak mengampuni. Ketiga, aliran Mu’tazilah, aliran ini tidak menerima pendapat di
atas. Bagi mereka orang yang berbuar dosa besar bukan kafir tetapi bukan pula
mukmin. Orang serupa ini kata mereka mengambil posisi di antara kedua posisi
mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah bain manzilatain (posisi di
antara dua posisi).
C. Bid’ah Khawarij
Sebagaimana
dipahami bahwa Khawarij tidak memiliki posisi apapun dalam ajaran agama Islam.
Mereka melakukan berbagai bid’ah atas nama agama. Sejarah membuktikan bahwa
Khawarij memiliki keyakinan, ideologi, dan bid’ah yang sangat ekstrim.
Sebuah
pemikiran dan ideologi tidak akan mati, meskipun para penganutnya sudah
terkubur hancur dimakan tanah! Demikianlah sebuah ungkapan yang sering kita
dengar dan tidak asing lagi di telinga kita. Memang begitulah realitanya,
sebagai contoh pemikiran Khawarij yang masih tetap eksis hingga sekarang bahkan
benih-benih pemikirannya masih tetap bertahan. Begitu pula pada hari ini,
meskipun para alim ulama telah memperingatkan umat dari bahaya bid’ah Khawarij
ini,
Mayoritas
orang-orang yang terjebak dalam bid’ah Khawarij pada awalnya tidak menyadari
bahwa pemikiran yang bercokol dalam benaknya adalah benihbenih bid’ah Khawarij.
Contoh
pemikiran lainnya, dalam menetapkan bahwa seseorang telah menghalalkan dosa
yang dilakukannya cukup dengan qarinah (indikasi
kuat) bahwa mereka menghalalkannya.. Karena mereka hanya menerima istilah
menghalalkan hukum selain hukum Allah dari lubuk hatinya. Adapun
indikasiindikasi yang terlihat dari amal perbuatan mereka jelas menunjukkan
bahwa mereka menghalalkan hal itu. Bahkan menunjukkan kekufuran dan penghinaan
terhadap hukum Allah tersebut, Melihat gejala yang tumbuh di tengah-tengah umat
yaitu maraknya pemikiran-pemikiran bid’ah Khawarij khususnya di kalangan
pemuda.
Al-Shahrastān,
mengatakan bahwa orang Khawarij yang pertama dari kelompok ini bernama Zu al-Khuwairisah, dan yang terakhir
adalah Zu alTsadiyah. Mereka
menyatakan bahwa mereka tidak menaati khalifah semenjak awalnya karena itu
mereka telah menciptakan dua macam bid’ah.
Pertama, bid’ah yang mereka buat tentang imamah.
Menurut mereka imam boleh saja selain dari Quraisy. Setiap orang yang mereka
angkat yang mampu berlaku adil dan menjauh dari kejahatan adalah imam yang sah
setiap yang tidak menaatinya wajib dibunuh.
Kedua, Ali ibn Abi Thalib menurut mereka telah
banyak melakukan kekeliruan di antaranya menerima konsep arbitrase yakni
menerima hukum yang dibuat manusia bukan hukum Allah. Mereka menolak sikap Ali
ibn Abi Thalib dari dua sisi; pertama;
tentang arbitrase. Menurut mereka arbitrase (tahkim) adalah hasil keputusan
manusia yang tidak menjamin kebenaran.
Maka dari itulah kita sebagai generasi
millennial, memahami dan megethui kebatilan seluk beluk Khawarij adalah hal
yang harus dilakukan. Dengan itu kita bisa membedakan, dan kita bisa menjadi
lebih yakin, bahwa jalan yang kita tempuh adalah benar.
Premis 1 :
Khawarij muncul kanrena mereka (orang-orang pendukung Ali) kecewa dengan
keputusan yang diberikan Ali kepada Umayah, sehingga menyebabknnya sebagaian
dari golongan dari Ali keluar dari barisan Ali, sehihngga terbentuklah
Khawarij.
Premis 2 : kelompok Khawarij yang menafikan imam (pemimpin) umat Islam. Mereka
menghalalkan darah kaum Muslimin karena menganggap kufur dan melakukan
kemaksiatan. Kaum Khawarij adalah kelompok ekstrimis yang melakukan
pemberontakan,
Premis 3 :Khawarij melakukan
berbagai bid’ah atas nama agama. Sejarah membuktikan bahwa Khawarij memiliki
keyakinan, ideologi, dan bid’ah yang sangat ekstrim.
Konklusi : Khawarij adalah golongan yang keluar dari barisan Ali karena
kekecewaan keputusan dari Ali, dan mereka memiliki keyakinan menghalalkan darah
kaum muslimin karena menganggap kufur, serta khawarij banyak melakukan berbagai
bid’ah atas nama agama.
[1] Muhammad
Ahmad Abu Zahra, al-Mazāhib al-Islāmiyyah
(Kairo: Maktabah al-Adab, t.th.), h.
105.
[2] Harusn
Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran
Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1986), h. 12.
[3] Ibid, h. 13.
[4]
Muhyi al-Dīn Yahya ibn Syaraf al-Nawāwi,
Sharḥu al-Nawāwi ‘alā Sḫaḫīh Muslim (Beirut: Dār Ihya al-Turāts, 1392 H.)
h, 10:51.
[5] Ibnu Ḥājar Aḥmād ibn ‘Ali
al-Asqālanī, Hadyu al-Sari: Muqaddima Fatḥ
Bārī (Beirut: Dār al-Ma’rifah, t.th. ), 12, h. 283.