Tuesday, April 9, 2019

[EZA] Sejarah Perkembangan Syi'ah


[NAMA : Eza Alroisi Arhan Saputra
KELAS  : A2
NIM        : B01217015


Sejarah Perkembangan Syi’ah

Kata Syi‟ah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syiah „Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syiah Mu‟awiyah adalah pendukung Mu‟awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syiah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu pemilihan khalifah ketiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung „Ali, berbaiat kepada Utsman termasuk Ali. Jadi belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam Syiah. Maka ketika terjadi pertikaian dan peperangan antara Ali dan Mu‟awiyah, barulah kata “Syiah” muncul sebagai nama kelompok ummat Islam.

Golongan Syiah muncul pada akhir masa khalifah ketiga, Utsman kemudian tumbuh dan berkembang pada masa khalifah Ali. Ali sendiri tidak pernah berusaha untuk mengembangkannya, tetapi bakat-bakat yang dimilikinya telah mendorong perkembangan itu. Ketika Ali wafat perkembangan ke-Syiah-an itu menjadi mazhab-mazhab. Sebagiannya menyimpang dan sebagian lainnya lurus. Namun, keduanya sama-sama fanatik terhadap keluarga Nabi. Biang keladi timbulnya Syiah adalah seorang Yahudi dari Yaman, bernama Abdullah bin Saba‟. Ia masuk Islam pada zaman khalifah ketiga Utsman bin Affan.

Syiah mendapat pengikut yang besar terutama pada masa Dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan akibat perlakuan kasar dan kejam Dinasti ini terhadap Ahlul Bait sebagai contoh Yazid Ibn Mu‟awiyah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad, untuk memenggal kepala Ali di Karbala. Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah kepala Ali dipenggal lalu dibawa ke hadapan Yazid Ibn Mu‟awiyah memukul-mukulkan tongkatnya pada kepala cucu Rasulullah saw, yang pada waktu kecil sering diciumi oleh Rasulullah. Kekejaman seperti yang digambarkan di atas, menyebabkan sebagian kaum Muslimin menaruh simpati terhadap tragedi Ahlul Bait atau keluarga Rasul dan tertarik untuk mengikuti mazhab Syiah, atau menaruh simpati yang mendalam terhadap tragedi yang menimpa Ahlu Al-Bait.

Syiah menjadi problem baru di Indonesia setelah ratusan tahun hidup bersama. Saat ini, perlakuan terhadap Syiah sudah mengarah pada bentuk pelanggaran terhadap
prinsip kebebasan beragama. Padahal, budaya Syiah sudah menjadi bagian dari tradisi keagamaan di Indonesia.[i] Belum ada pendapat yang benar-benar bisa dipercaya kapan masuk paham Syiah di Indonesia. Namun bila dilihat dari sejarah dan kejadiannya beberapa abad yang lalu paham Syiah masuk ke Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik negara asalnya Syiah yaitu Iran. Sejak runtuhnya Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979 dengan melalui sebuah revolusi besar-besaran yang dipimpin oleh Khomeini. Mulai saat itulah paham Syiah mulai menyebar ke seluruh dunia khususnya Indonesia.


Dalam sejarah, kelompok Syiah terpecah menjadi tiga kelompok besar: Itsna „Asyariyah, Ismailiyah dan Zaidiyah, dan banyak kelompok sempalan yang dipandang liar (ghulath). Masing-masing kelompok itu tidak hanya mewakili kelompok politis, tetapi juga kelompok pemikiran. Pemikiran Syiah tidak berhenti dengan timbulnya perpecahan itu, tetap justru perpecahan itu merupakan bagian dari faktor-faktor kompetitif dalam memajukan pemikiran.18 Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa mengalami perkembangan, yang tentunya akan lebih ekspansif dan bervariasi ketika kelompok ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia. Kelompok ini sebagian besar tersebar di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Bangil Pasuruan merupakan basis dari komunitas Syiah Imamiyah. Banyak masyarakat Syiah di Bangil Pasuruan tidak lepas dari peran dan perjuangan dari Habib Husein al-Habsyi sebagai orang pertama kali menyebarkan paham Syiah.19 Termasuk juga di Yayasan Pesantren Islam (YAPI) yang berada di kota Bangil Pasuruan terdapat ustad yang bermazhab Syiah Imamiyah karena yayasan tersebut merupakan rintisan dari Habib Husein alHabsyi dengan pola pemikiran yang lebihbanyak mengarah kepada Syiah Imamiyah.

Otoritas imam sekalipun tidak memiliki kekuasaan politisi ia tetap ber hak untuk menuntut ketaatan kepada prngikutnya, dalam syiah imamiyah dengan jelas dalam kemampuannya untuk menginterpretasikan wahyu ilahi secara otoratif. Apa yang diputuskan olehnya melalui interpetasi dan elaborasi adalah mengikat kaum mukmin. Ketentuan iini membentuk bagian kewajiban dari kaum mukmin. Interpretasi terhadap wahyu ilahi oleh imam, yang dalam syiah imamiah dianggap dari sebagian wahyu, dipandang sebagai bimbingan umat yang dianggap benar sepanjang waktu. Lagi pula, adalah bimbingan ilahi yang secara teologis membenarkan suprastruktur yang dibangun diatas dua doktri syiah imamiyah, yaitu keadilan allah dan ditunjukkan imam, yang bebas dari salah dan dosa, untuk membuat kehendak Allah diketahui oleh manusia. Dalam menghadapi krisis yang timbul akibat gaibnya imam, kaum syiah imamiyah mengembangkan yurespundensi hukum dan politis mereka sendiri, yang didalamnya yaitu kemampuan akal diberi tempat yang mulia. (Arkanudin, 2014)

DAFTAR PUSTAKA

Arkanudin, A. (2014). Studi Komparasi Konsep Kepemimpinan Antara IImamiah dan Khilsfsh. Tesis, 30.
Atabik, A. (2015, Desember). MELACAK HISTORITAS SYI’AH. Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 3(2), 328.
Dewi, S. O. (2016). Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembanganya di Indonesia. Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani , 12(2), 224.
Hasim, M. (2012, juli-Desember). SYIAH: Sejarah Timbul dan Berkemnbangnya di Indinesia. Analisia, 19(02), 151-153.
Khaik, S. (2015, Juni). PEMETAAN UMAT ISLAM (Sunni, Syiah dan Ahmadiyah). al-Daulah, 4(1), 227-228. Retrieved 02 26, 2019, from http://journal.uin-alauddin.ac.id
Zulkifli. (2013, September). Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Syiah. Jurnal Khatulistiwa – Journal Of Islamic Studies, 3(2), 143.