[NAMA : Eza
Alroisi Arhan Saputra
KELAS : A2
NIM :
B01217015
Sejarah Perkembangan Syi’ah
Kata Syi‟ah menurut bahasa adalah pendukung atau pembela. Syiah „Ali adalah pendukung atau pembela Ali. Syiah Mu‟awiyah adalah pendukung Mu‟awiyah. Pada zaman Abu Bakar, Umar dan Utsman kata Syiah dalam arti nama kelompok orang Islam belum dikenal. Kalau pada waktu pemilihan khalifah ketiga ada yang mendukung Ali, tetapi setelah ummat Islam memutuskan memilih Utsman bin Affan, maka orang-orang yang tadinya mendukung „Ali, berbaiat kepada Utsman termasuk Ali. Jadi belum terbentuk secara faktual kelompok ummat Islam Syiah. Maka ketika terjadi pertikaian dan peperangan antara Ali dan Mu‟awiyah, barulah kata “Syiah” muncul sebagai nama kelompok ummat Islam.
Golongan Syiah muncul pada akhir
masa khalifah ketiga, Utsman kemudian tumbuh dan berkembang pada masa khalifah
Ali. Ali sendiri tidak pernah berusaha untuk mengembangkannya, tetapi
bakat-bakat yang dimilikinya telah mendorong perkembangan itu. Ketika Ali wafat
perkembangan ke-Syiah-an itu menjadi mazhab-mazhab. Sebagiannya menyimpang dan
sebagian lainnya lurus. Namun, keduanya sama-sama fanatik terhadap keluarga
Nabi. Biang keladi timbulnya Syiah adalah seorang Yahudi dari Yaman, bernama
Abdullah bin Saba‟. Ia masuk Islam pada zaman khalifah ketiga Utsman bin Affan.
Syiah mendapat pengikut yang besar
terutama pada masa Dinasti Amawiyah. Hal ini menurut Abu Zahrah merupakan
akibat perlakuan kasar dan kejam Dinasti ini terhadap Ahlul Bait sebagai contoh
Yazid Ibn Mu‟awiyah memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibn Ziyad,
untuk memenggal kepala Ali di Karbala. Dalam sejarah disebutkan bahwa setelah
kepala Ali dipenggal lalu dibawa ke hadapan Yazid Ibn Mu‟awiyah
memukul-mukulkan tongkatnya pada kepala cucu Rasulullah saw, yang pada waktu
kecil sering diciumi oleh Rasulullah. Kekejaman seperti yang digambarkan di
atas, menyebabkan sebagian kaum Muslimin menaruh simpati terhadap tragedi Ahlul
Bait atau keluarga Rasul dan tertarik untuk mengikuti mazhab Syiah, atau
menaruh simpati yang mendalam terhadap tragedi yang menimpa Ahlu Al-Bait.
Syiah menjadi problem baru di Indonesia setelah ratusan tahun hidup
bersama. Saat ini, perlakuan terhadap Syiah sudah mengarah pada bentuk
pelanggaran terhadap
prinsip kebebasan beragama. Padahal, budaya Syiah sudah menjadi
bagian dari tradisi keagamaan di Indonesia.[i] Belum
ada pendapat yang benar-benar bisa dipercaya kapan masuk paham Syiah di
Indonesia. Namun bila dilihat dari sejarah dan kejadiannya beberapa abad yang
lalu paham Syiah masuk ke Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik negara
asalnya Syiah yaitu Iran. Sejak runtuhnya Syah Reza Pahlevi pada tahun 1979
dengan melalui sebuah revolusi besar-besaran yang dipimpin oleh Khomeini. Mulai
saat itulah paham Syiah mulai menyebar ke seluruh dunia khususnya Indonesia.
Dalam sejarah, kelompok Syiah
terpecah menjadi tiga kelompok besar: Itsna „Asyariyah, Ismailiyah dan
Zaidiyah, dan banyak kelompok sempalan yang dipandang liar (ghulath).
Masing-masing kelompok itu tidak hanya mewakili kelompok politis, tetapi juga
kelompok pemikiran. Pemikiran Syiah tidak berhenti dengan timbulnya perpecahan
itu, tetap justru perpecahan itu merupakan bagian dari faktor-faktor kompetitif
dalam memajukan pemikiran.18 Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa
mengalami perkembangan, yang tentunya akan lebih ekspansif dan bervariasi
ketika kelompok ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk
Indonesia. Kelompok ini sebagian besar tersebar di beberapa daerah di Indonesia
khususnya di Bangil Pasuruan merupakan basis dari komunitas Syiah Imamiyah.
Banyak masyarakat Syiah di Bangil Pasuruan tidak lepas dari peran dan
perjuangan dari Habib Husein al-Habsyi sebagai orang pertama kali menyebarkan
paham Syiah.19 Termasuk juga di Yayasan Pesantren Islam (YAPI) yang berada di
kota Bangil Pasuruan terdapat ustad yang bermazhab Syiah Imamiyah karena
yayasan tersebut merupakan rintisan dari Habib Husein alHabsyi dengan pola
pemikiran yang lebihbanyak mengarah kepada Syiah Imamiyah.
Otoritas imam sekalipun tidak
memiliki kekuasaan politisi ia tetap ber hak untuk menuntut ketaatan kepada
prngikutnya, dalam syiah imamiyah dengan jelas dalam kemampuannya untuk
menginterpretasikan wahyu ilahi secara otoratif. Apa yang diputuskan olehnya
melalui interpetasi dan elaborasi adalah mengikat kaum mukmin. Ketentuan iini
membentuk bagian kewajiban dari kaum mukmin. Interpretasi terhadap wahyu ilahi
oleh imam, yang dalam syiah imamiah dianggap dari sebagian wahyu, dipandang
sebagai bimbingan umat yang dianggap benar sepanjang waktu. Lagi pula, adalah
bimbingan ilahi yang secara teologis membenarkan suprastruktur yang dibangun
diatas dua doktri syiah imamiyah, yaitu keadilan allah dan ditunjukkan imam,
yang bebas dari salah dan dosa, untuk membuat kehendak Allah diketahui oleh
manusia. Dalam menghadapi krisis yang timbul akibat gaibnya imam, kaum syiah
imamiyah mengembangkan yurespundensi hukum dan politis mereka sendiri, yang
didalamnya yaitu kemampuan akal diberi tempat yang mulia. (Arkanudin,
2014)
DAFTAR PUSTAKA
Arkanudin, A. (2014). Studi
Komparasi Konsep Kepemimpinan Antara IImamiah dan Khilsfsh. Tesis, 30.
Atabik, A. (2015, Desember). MELACAK HISTORITAS SYI’AH. Jurnal Ilmu
Aqidah dan Studi Keagamaan, 3(2), 328.
Dewi, S. O. (2016). Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembanganya di
Indonesia. Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani , 12(2), 224.
Hasim, M. (2012, juli-Desember). SYIAH: Sejarah Timbul dan Berkemnbangnya
di Indinesia. Analisia, 19(02), 151-153.
Khaik, S. (2015, Juni). PEMETAAN UMAT ISLAM (Sunni, Syiah dan Ahmadiyah).
al-Daulah, 4(1), 227-228. Retrieved 02 26, 2019, from
http://journal.uin-alauddin.ac.id
Zulkifli. (2013, September). Sejarah Kemunculan dan Perkembangan Syiah. Jurnal
Khatulistiwa – Journal Of Islamic Studies, 3(2), 143.