Tuesday, April 9, 2019

[Islahul Dhea] Aliran Syi'ah


Nama  : Islahul Dhea Alfansyah
Kelas   : A2
NIM    : B91217123

Objek Kajian             : Ilmu Kalam
Objek Mterial            : Syi’ah


Doktrin Islam Syiah di Indonesia


A.    Sejarah Aliran Syiah
orang-orang syiah pada awalnya mereka adalah orang-orang yang mencintai nabi dan keturunan nabi. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk memulyakan ahlulbait yang termotivasi dari penjelasan rasulullah Saw sendiri terkait beberapa tafsir ayat contohnya surat al Bayinah. Dengan kata lain cikal bakal syiah dalam arti orang-orang yang mencintai ahlulbait telah ada sejak rasulullah Saw hidup. Kemudian golongan syiah ini mengalami perluasan makna pada pemililihan khalifah di saqifah bani saidah. Mereka mengusulkan nama Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Rasulullah Saw. Fakta ini kemudian muncul kembali pada perang siffin yang menghasilkan abritase diantara kedua belah pihak. Dimana orang-orang syiah ini menampakan jati dirinya sebagai pendukung Ali dan hingga saat ini faham inilah yang muncul sebagai sebuah madzhab teologi dalam Islam.[1]
Dalam islam terdapat dua golongan yang saling bersinggungan dan bertentangan baik secara ideologis maupun metodologis. Dua golongan tersebut adalah golongan Ahl alSunnah wa al-Jamā’ah (Sunnī) dan Shī’ah. Sejarah mencatat bahwa perseteruan golongan tersebut bermula sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW dan beliau tidak menunjuk seorang pimpinan yang akan menggantikannya sebagai khalifah.[2]
B.     Beberapa Kelompok Syi’ah
Abu al-Khair al-Baghdâdi, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu
Zaidiyah, Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, Ghulat (ekstremis).[3]
Syiah menjadi problem baru di Indonesia setelah ratusan tahun hidup bersama. Saat ini, perlakuan terhadap Syiah sudah mengarah pada bentuk pelanggaran terhadap prinsip kebebasan beragama. Padahal, budaya Syiah sudah menjadi bagian dari tradisi keagamaan di Indonesia. Oleh karena itu permasalahan penelitian yang perlu dijawab yaitu, bagaimana sejarah munculnya Syiah dan perkembangan Syiah di Indonesia? Melaui penelitian library reseach dengan pendekatan analisis kritis penelitian ini menemukan bahwa Syiah adalah paham keagamaan yang menyandarkan pada pendapat Sayyidina Ali (khalifah keempat) dan keturunannya yang muncul sejak awal pemerintahan khulafauurasidin. Syiah berkembang menjadi puluhan sekte-sekte karena persolaan Imamah. Sedangkan, perkembangan Syiah di Indonesia melalui empat tahap, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia; Kedua, pasca revolusi Islam Iran; Ketiga, Melaui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran; dan Keempat, Tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.[4]
Juga ada doktrin sesat yang diajarkan Syiah, yang seperti ini. Ali bin Abi Thalib yang diklaim sebagai imam Syi’ah yang pertama dinyatakan sebagai dzat yang pertama dan terakhir, yang dhahir dan yang bathin sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hadid, 57: 3 (Rijalul Kashi hal. 138). Doktrin semacam ini jelas merupakan kekafiran Syi’ah yang berdusta atas nama Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dengan doktrin semacam ini Syi’ah menempatkan Ali sebagai Tuhan. Dan hal ini sudah pasti merupakan tipu daya Syi’ah terhadap kaum muslimin dan kesucian aqidahnya. [5]
pengaruh kelompok Syiah semakin menguat ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ide revolusi berkaitan dengan pemerintahan otoriter Indonesia pada waktu itu cukup mudah diterima di kalangan kampus. Pemikiran Ali Syariati cukup dominan karena banyak ilmuwan yang kagum dengan cara berfikir beliau dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Termasuk pemikiran Mullah Sadra Mutahhari yang egaliter dalam mewujudka7san keadilan sosial dan moralitas dalam kehidupan budaya, ekonomi dan politik masyarakat. Karena itu pula, semakin banyak masyarakat Indonesia yang belajar ke Iran, dan akhirnya menjadi kader Syiah.[6]
C.    Perkembangan Syiah di Dunia dan Indonesia
Pada tahap awal penyebaran Syiah, perkembangan Syiah tidak banyak mengalami benturan dengan kelompok lain, karena pola dakwah yang dilakukan. Prinsip taqiyah digunakan untuk menghindari tekanan dari pihak penguasa. Selama periode pertama, hubungan antara Sunni dan Syiah di Indonesia, pada umumnya, sangat baik dan bersahabat tidak seperti yang terjadi di negeri-negeri lain seperti, misalnya, Pakistan, Irak, atau Arab Saudi. Meskipun demikian pernah terjadi insiden seperti dibunuhnya Hamzah Fansuri karena dituduh menyebarkan faham wadat al-wujûd.[7]
Generasi kedua, sebelum meletus revolusi Iran tahun 1979, Syiah sudah ada di Indonesia, baik imamiyyah, zaidiyyah, maupun isma’iliyyah. Mereka menyimpan keyakinan itu hanya untuk diri mereka sendiri dan untuk keluarga yang sangat terbatas, karena itu mereka bersikap sangat eksklusif, belum ada semangat untuk menyebarkan pahamnya kepada orang lain.[8]
Generasi ketiga, di dominasi oleh kalangan intelektual, yang kebanyakan dari kalangan perguruan tinggi. Tertarik kepada syiah sebagai alternatif pemikiran islam, mereka lebih tertarik terhadap pemikiran syiah dari pada ritus-ritus atau fiqihnya. Dari segi struktur sosial, generasi ini terdiri dari kelompok menengah keatas, dari mahasiswa dan akademisi perguruan tinggi. Dari segi mobilitas, banyak diantara mereka yang memiliki akses hubungan islam internasional. Sedangkan dari segi ideologi, lebih cenderung radikal.[9]
Generasi keempat, kelompok ini yang mulai mempelajari fikih syiah, bukan hanya pada pemikiran, tetapi mereka juga mulai berkonflik dengan kelompok lainya, dan mereka sangat bersemangat sekali dalam penyebaran ajaran syiah, dan dimensi intelektual mereka menjadi rendah karena mereka sibuk dengan fikih, menganggap generasi kedua yang fokus pada pemikiran adalah bukan syiah yang sebenarnya. Dan cenderung memposisikan dirinya sebagai representasi original tentang faham syiah atau sebagai pemimpin syiah di Indonesia.[10]
            Sebagai generasi millennial yang sudah mengetahui bagaimana seluk beluk politik dalam Syiah, alangkah baiknya tidak sampai terpengaruh dari ajaran-ajaran itu, meskipun di Indonesia diperbolehkan menganut ajaran Syiah, sebagai warga Sunni atau Nahdhatul Ulama’ sudah sepantasnya kita juga harus membentengi diri dari semua yang bertentangan dari ajaran Sunni.

Premis 1:Awalnya orang-orang Syiah mencintai ahlul bait dan para sahabat, akan tetapi setelah perang Shiffin ada suatu maslahah yang diputuskan oleh Ali menyebabkan menjadi dua kubu golongan, yakni pendukung Ali (Syi’ah) dan  Keluarnya pendukung Ali disebut sebagai (Khawarij).
Premis 2 : Abu al-Khair al-Baghdâdi, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu
Premis 3 : Syi’ah sudah ada sejak generasi kedua sebelum meletus revolusi Iran tahun 1979, Syiah sudah ada di Indonesia,
Konklusi  : Kaum syiah adalah pendukung dai Khalifah Ali bin Abi Thalib, dan Abu al-Khair al-Baghdadi membagi Syiah menjai empat golongn besar, dan Syiah di Indonesia sudah ada sejak generasi kedua.


[1] Oki Setiana Dewi, “Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembangannya di Indonesia”, Jurnal Studi Al-Qur’an, 2016, diakses dari http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/download/3842/2861/
[2] Khairul Muttaqin, “Metode Keahīhan Hadis Sunnī Vs Metode Keahīhan Hadis Shī’ah
[3] . Al-Baghdadi, Al-Farq Bayna Al-Firoq, (Beirut Dar-Ma’rifah, T-Th), Hlm.76.
[4] Moh Hasim, “SYIAH: SEJARAH TIMBUL DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA”, Jurnal Islam, diakses dari
[5] Sa’ad Saefullah, “17 doktrin sesat ajaran Syiah”, Islam pos.com, diakses dari http://download.media.islamway.net/articles/id/id_Dokrin_sesat-ajaran_Syiah.pdf, pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 21.10  
[6] Gonda Yumitro, “Pengaruh Pemikiran Dan Gerakan Politik Syiah Iran Di Indonesia”, Jurnal Islam, diakses darihttps://www.google.co.id/search?safe=strict&client=ucwebb&chanel=ab&q=jurnal+syiah+pdf=X&ved=2ahUKEwjFooapNbgAhVJHFbhckg
[7] . Abbas, Sirojuddin. I’itiqad Ahlussunnad Wal-Jama’ah. Hlm.138
[8] . Tim Penulis Mui Pusat, Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah Di Indonesia, (Gema Insani, Depok, T-Th), Hlm.87
[9] . Tim Penulis Mui Pusat, Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah Di Indonesia,
Hlm.88
[10] . Tim Penulis Mui Pusat, Mengenal Dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah Di Indonesia,
Hlm.89