Nama : Islahul Dhea Alfansyah
Nim : B91217123
Kelas : A2
Objek Kajian : Ilmu Kalam
Mu’tazilah
A. Sejarah
Berkrmbangnya Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah secara bahasa yaitu i’tazala as sya’ wa ta’ziluhu yang
bermakna memisahkan diri. Dalam al-Qur’an disebutkan surat Ad-Dhukhan ayat 21
yang artinya (jika kalian tidak beriman kepadaku maka jangan bersamaku). Maka
secara bahasa berarti memisahkan diri (al-infishaal wat tanahhii) dan secara
istilah, mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua
hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Pengikut : Washil
bin Atha yang keluar dari Majlis Hasan Al-Bashri. (Ahmad, 2017)
Muktazilah muncul di masa Umayyah
dengan pendirinya Washil bin Atha‟. Mu‟tazilah pada fase pertama ini masih bersifat sederhana
yaikni berkisar tentang pelaku dosa besar, akan tetapi pada masa ini muncul
lima ajaran pokok Mu‟tazilah yang harus dipegang oleh penganutnya. Pada
masa ini Mu‟tazilah tidak menunjukkan sikap anti pemerintahan,
sehingga bisa tumbuh secara damai. “Dimasa pemerintahan Bani Umayyah, kaum Mu‟tazilah dapat hidup
tenteram karena tidak menunjukkan sikap ekstrim terhadap pemerintahan yang
berkuasa sehingga aliran ini tetap eksis dan berkembang”.
Pada masa Umayyah, Filsafat mulai muncul dan semakin menampakkan
diri ketika khalifah Abdul Malik Ibn Marwan menjadikan Alexandria, Antioch dan
Bactra menjadi kota-kota pusat ilmu pengetahuan. Hal ini kemudian memberi kan
pengaruh yang cukup besar bagi pemikiran umat Islam pada masa itu. Banyak dari
pemuka agama dan para intelektual Islam yang mulai terpengaruh dengan filsafat
yang lebih banyak menggunakan rasio dan akal ini, sehingga mereka mulai
membaurkan antara ajaran Islam dan filsafat Yunani tersebut, begitu pula dengan
aliran Mu‟tazilah yang memang tumbuh pada masa itu pula. (hatta , 2013)
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut
dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai,
Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok
tersebut. Al-Khiyat{ berkata: “... seseorang tidak berhak menyandang nama ini
(Mu’tazilah) sebelum dia mengakui al-Ushul al-Khamsah: tauhid, keadilan, janji
dan ancaman, keadaan di antara dua keadaan (al-manzilah baina almanzilataini)
dan perintah kepada yang ma’ruf serta mencegah kepada yang munkar.” Jahmiyah
dan Mu’tazilah memiliki kesamaan dalam hal takwil dan menyelisihi qadar, namun
Jahm tidak dapat disebut berpaham Mu’tazilah karena berbeda dalam hal al-Ushul
al-Khamsah. (Zakiyah, 2013)
Dengan semakin bertambah besarnya pengaruh Mu’tazilah masuk ke
istana kekhalifahan al-Ma’mun, yang mencapai titik kulminasinya dengan
diakuinya paham Mu’tazilah sebagai ajaran resmi negara. Dengan mendapat
legitimasi dari negara, para tokoh Mu’tazilah tidak menyia-nyiakan kesempatan
untuk menyebarkan pahamnya kepada orang lain dengan jalan apapun dengan
memperalat penguasa yang sudah memiliki satu ide. Dalam hal ini terutama
tentang ajaran yang berkaitan dengan al-Quran sebagai makhluk. Sebenarnya ide
ini sudah dikemukakan oleh al-Ma’mun pada tahun 212 H,26 ditengah-tengah majlis
perdebatan yang ia sediakan. Akan tetapi belum diproklamirkan secara umum
karena kondisi belum memungkinkan. Adapun argumentasi Mu’tazilah terhadap al-Quran sebagai makhluk
adalah bahwa Allah menciptakan segala sesuatu.Sedang al-Quran adalah sesuatu,
maka al-Quran adalah makhluk.Menurut mereka hal ini sangat ditekankan sekali
dalam al-Quran. (Safii, 2014)
B. Ideologi
Aliran Mu’tazilah
Corak berfikir Mu’tazilah bahwa manusia bebas berkehendak dan
berperan aktif dalam menentukan perbuatannya. Manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam berfikir dan menentukan jalan hidupnya. Washil bin Atha’ pernah
menyatakan pendiriannya bahwa Tuhan bersifat bijaksana dan adil, Dia tidak
berbuat jahat dan berlaku zalim. Tuhan tidak menghendaki manusia berbuat
hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, manusia sendirilah yang
sebenarnya mewujudkan perbuatan baik atau perbuatan jahat. Untuk terwujudnya
perbuatan-perbuatan tersebut, Tuhan telah memberikan daya dan kekuatan kepada
manusia. Tuhan tidak menurunkan perintah kepada manusia untuk berbuat sesuatu
kalau manusia tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk berbuat. Mu’tazilah
berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi
manusia dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, karena Tuhan tidak absolut
dalam kehendak-Nya, dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku adil, berkewajiban
menepati janji, berkewajiban memberi rizki. Dalam hubungannya dengan perbuatan
manusia, kehendak mutlak Tuhan jadi terbatas karena kebebasan itu telah
diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan kehendaknya. Daya yang
diciptakan Tuhan sudah ada sebelum terciptanya perbuatan, dan daya itu bersifat
efektif. Perbuatan diwujudkan oleh daya yang telah ada, perbuatan itu adalah
kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah memandang manusia sebagai pemegang peranan
utama dalam mewujudkan perbuataannya, namun tanggung jawabnya pada diri manusia
itu sendiri.
Mu’tazilah mengakui adanya hukum alam atau “sunnatullah”, dalam
al-Qur’an, sunnatullah diartikan sebagai hukum alam yang tidak berobah, ia
dijadikan sebagai tolak ukur oleh ilmuan untuk melakukan penyelidikan dan
penelitian. Menurut Muamar ibn al-Abbad (wafat 220 H/835 M) salah seorang tokoh
sentral mu’atazilah berpendapat bahwa yang diciptakan Tuhan hanyalah
benda-benda materi saja, adapun “al-‘arad”atau “accidents” adalah kreasi
benda-benda materi itu sendiri dalam bentuk “nature” seperti, pembakaran oleh
api dan pemanasan oleh matahari atau dalam bentuk pilihan (ikhtiar) seperti,
antara gerak dan diam, berkumpul atau berpisahnya yang dilakukan binatang. Ini
menggambarkan paham naturalis atau kepercayaan pada hukum alam yang terdapat
dalam paham Mu’tazilah. (Zuhelmi, 2014)
Premis 1
mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua
hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Pengikut : Washil
bin Atha yang keluar dari Majlis Hasan Al-Bashri.Muktazilah muncul di masa Umayyah
dengan pendirinya Washil bin Atha‟. Mu‟tazilah pada fase pertama ini masih
bersifat sederhana yaikni berkisar tentang pelaku dosa besar, akan tetapi pada
masa ini muncul lima ajaran pokok Mu‟tazilah yang harus dipegang oleh
penganutnya. Pada masa Umayyah,
Premis 2 :
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut
dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai,
Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok
tersebut. al-Ushul al-Khamsah: tauhid, keadilan, janji dan ancaman, keadaan di
antara dua keadaan (al-manzilah baina almanzilataini) dan perintah kepada yang
ma’ruf serta mencegah kepada yang munkar.
Premis 3 :
Berdasarkan saat modern ini dimana pemikiran semakin berkembang,
ajaran mu’tazilah memiliki sisi positif dimana masalah umat pada saat ini yang
semakil kompleks dan perli pendekatan secara rasio dan adil, maka istilah saat
ini yaitu islam moderat yang tidak kaku dan memberikan kenyamanan bagi umat
khususnya umat awam. Tetapi masalah-masalah ini boeh saja diputuskan dengan
seksama dengan cara ijtihad para ulama, dan ini masuk dalam ranah fiqhi,
tetapi jika sudah menyangkut masalah syar’i maka ajaran mu’tazilah yang
selalu mengandalkan akal tidak cocok dalam dakwah saat ini, karena mau
bagaimana pun masalah ini sudah ditetapkan dengan ketetapan Allah sendiri.
Konklusi :
mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua
hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Muktazilah muncul di masa
Umayyah dengan pendirinya Washil bin Atha‟.
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut
dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai,
Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok
tersebut. ajaran mu’tazilah memiliki sisi positif dimana masalah umat pada saat
ini yang semakil kompleks dan perli pendekatan secara rasio dan adil, maka
istilah saat ini yaitu islam moderat yang tidak kaku dan memberikan kenyamanan
bagi umat khususnya umat awam.
Daftar Pustaka
Ahmad, J. (2017, Desember 24). Muktazilah: Penamaan,
Sejarah dan Lima Prinsip Dasar. Pengkajian Islam, 5-6. Retrieved Maret
Minggu, 2019, from https://www.researchgate.net/publication/
hatta , m. (2013, januari). aliran Muktazilah dalam
Lintas Sejarah Pemikiran Islam. Ilmu Ushuluddin, 12(1), 89.
Safii. (2014, Juli-Desember). Teologi
Mu"tazilah: Sebuah Upaya Revitalisasi. Teologia, 25(2), 6&9.
Zakiyah, E. (2013). ASPEK PAHAM MU’TAZILAH DALAM
TAFSIR AL-KASHSHAf TENTANG AYAT-AYAT TEOLOGI. Tesis: Studi Pemikiran
Al-Zamakhshary, 41.
Zuhelmi. (2014). Epistemologi Pemikiran Mu’tazilah
dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia. Intizar,
20(1), 4-5.