Tuesday, April 9, 2019

[Islahul Dhea] Aliran Mu'tazilah


Nama : Islahul Dhea Alfansyah
Nim     : B91217123
Kelas   : A2

Objek Kajian             : Ilmu Kalam
Objek Material          : Mu’tazilah

Mu’tazilah

A.    Sejarah Berkrmbangnya Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah secara bahasa yaitu i’tazala as sya’ wa ta’ziluhu yang bermakna memisahkan diri. Dalam al-Qur’an disebutkan surat Ad-Dhukhan ayat 21 yang artinya (jika kalian tidak beriman kepadaku maka jangan bersamaku). Maka secara bahasa berarti memisahkan diri (al-infishaal wat tanahhii) dan secara istilah, mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Pengikut : Washil bin Atha yang keluar dari Majlis Hasan Al-Bashri. (Ahmad, 2017)
Muktazilah muncul di masa Umayyah dengan pendirinya Washil bin Atha. Mutazilah pada fase pertama ini masih bersifat sederhana yaikni berkisar tentang pelaku dosa besar, akan tetapi pada masa ini muncul lima ajaran pokok Mutazilah yang harus dipegang oleh penganutnya. Pada masa ini Mutazilah tidak menunjukkan sikap anti pemerintahan, sehingga bisa tumbuh secara damai. “Dimasa pemerintahan Bani Umayyah, kaum Mutazilah dapat hidup tenteram karena tidak menunjukkan sikap ekstrim terhadap pemerintahan yang berkuasa sehingga aliran ini tetap eksis dan berkembang”.
Pada masa Umayyah, Filsafat mulai muncul dan semakin menampakkan diri ketika khalifah Abdul Malik Ibn Marwan menjadikan Alexandria, Antioch dan Bactra menjadi kota-kota pusat ilmu pengetahuan. Hal ini kemudian memberi kan pengaruh yang cukup besar bagi pemikiran umat Islam pada masa itu. Banyak dari pemuka agama dan para intelektual Islam yang mulai terpengaruh dengan filsafat yang lebih banyak menggunakan rasio dan akal ini, sehingga mereka mulai membaurkan antara ajaran Islam dan filsafat Yunani tersebut, begitu pula dengan aliran Mutazilah yang memang tumbuh pada masa itu pula. (hatta , 2013)
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai, Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok tersebut. Al-Khiyat{ berkata: “... seseorang tidak berhak menyandang nama ini (Mu’tazilah) sebelum dia mengakui al-Ushul al-Khamsah: tauhid, keadilan, janji dan ancaman, keadaan di antara dua keadaan (al-manzilah baina almanzilataini) dan perintah kepada yang ma’ruf serta mencegah kepada yang munkar.” Jahmiyah dan Mu’tazilah memiliki kesamaan dalam hal takwil dan menyelisihi qadar, namun Jahm tidak dapat disebut berpaham Mu’tazilah karena berbeda dalam hal al-Ushul al-Khamsah. (Zakiyah, 2013)
Dengan semakin bertambah besarnya pengaruh Mu’tazilah masuk ke istana kekhalifahan al-Ma’mun, yang mencapai titik kulminasinya dengan diakuinya paham Mu’tazilah sebagai ajaran resmi negara. Dengan mendapat legitimasi dari negara, para tokoh Mu’tazilah tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyebarkan pahamnya kepada orang lain dengan jalan apapun dengan memperalat penguasa yang sudah memiliki satu ide. Dalam hal ini terutama tentang ajaran yang berkaitan dengan al-Quran sebagai makhluk. Sebenarnya ide ini sudah dikemukakan oleh al-Ma’mun pada tahun 212 H,26 ditengah-tengah majlis perdebatan yang ia sediakan. Akan tetapi belum diproklamirkan secara umum karena kondisi belum memungkinkan. Adapun argumentasi Mu’tazilah terhadap al-Quran sebagai makhluk adalah bahwa Allah menciptakan segala sesuatu.Sedang al-Quran adalah sesuatu, maka al-Quran adalah makhluk.Menurut mereka hal ini sangat ditekankan sekali dalam al-Quran. (Safii, 2014)
B.     Ideologi Aliran Mu’tazilah
Corak berfikir Mu’tazilah bahwa manusia bebas berkehendak dan berperan aktif dalam menentukan perbuatannya. Manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam berfikir dan menentukan jalan hidupnya. Washil bin Atha’ pernah menyatakan pendiriannya bahwa Tuhan bersifat bijaksana dan adil, Dia tidak berbuat jahat dan berlaku zalim. Tuhan tidak menghendaki manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, manusia sendirilah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan baik atau perbuatan jahat. Untuk terwujudnya perbuatan-perbuatan tersebut, Tuhan telah memberikan daya dan kekuatan kepada manusia. Tuhan tidak menurunkan perintah kepada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk berbuat. Mu’tazilah berpandangan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia dalam menentukan kehendak dan perbuatannya, karena Tuhan tidak absolut dalam kehendak-Nya, dan Tuhan mempunyai kewajiban berlaku adil, berkewajiban menepati janji, berkewajiban memberi rizki. Dalam hubungannya dengan perbuatan manusia, kehendak mutlak Tuhan jadi terbatas karena kebebasan itu telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan kehendaknya. Daya yang diciptakan Tuhan sudah ada sebelum terciptanya perbuatan, dan daya itu bersifat efektif. Perbuatan diwujudkan oleh daya yang telah ada, perbuatan itu adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah memandang manusia sebagai pemegang peranan utama dalam mewujudkan perbuataannya, namun tanggung jawabnya pada diri manusia itu sendiri.
Mu’tazilah mengakui adanya hukum alam atau “sunnatullah”, dalam al-Qur’an, sunnatullah diartikan sebagai hukum alam yang tidak berobah, ia dijadikan sebagai tolak ukur oleh ilmuan untuk melakukan penyelidikan dan penelitian. Menurut Muamar ibn al-Abbad (wafat 220 H/835 M) salah seorang tokoh sentral mu’atazilah berpendapat bahwa yang diciptakan Tuhan hanyalah benda-benda materi saja, adapun “al-‘arad”atau “accidents” adalah kreasi benda-benda materi itu sendiri dalam bentuk “nature” seperti, pembakaran oleh api dan pemanasan oleh matahari atau dalam bentuk pilihan (ikhtiar) seperti, antara gerak dan diam, berkumpul atau berpisahnya yang dilakukan binatang. Ini menggambarkan paham naturalis atau kepercayaan pada hukum alam yang terdapat dalam paham Mu’tazilah. (Zuhelmi, 2014)

Premis 1
mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Pengikut : Washil bin Atha yang keluar dari Majlis Hasan Al-Bashri.Muktazilah muncul di masa Umayyah dengan pendirinya Washil bin Atha‟. Mu‟tazilah pada fase pertama ini masih bersifat sederhana yaikni berkisar tentang pelaku dosa besar, akan tetapi pada masa ini muncul lima ajaran pokok Mu‟tazilah yang harus dipegang oleh penganutnya. Pada masa Umayyah,
Premis 2 :
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai, Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok tersebut. al-Ushul al-Khamsah: tauhid, keadilan, janji dan ancaman, keadaan di antara dua keadaan (al-manzilah baina almanzilataini) dan perintah kepada yang ma’ruf serta mencegah kepada yang munkar.
Premis 3         :
Berdasarkan saat modern ini dimana pemikiran semakin berkembang, ajaran mu’tazilah memiliki sisi positif dimana masalah umat pada saat ini yang semakil kompleks dan perli pendekatan secara rasio dan adil, maka istilah saat ini yaitu islam moderat yang tidak kaku dan memberikan kenyamanan bagi umat khususnya umat awam. Tetapi masalah-masalah ini boeh saja diputuskan dengan seksama dengan cara ijtihad para ulama, dan ini masuk dalam ranah fiqhi, tetapi jika sudah menyangkut masalah syar’i maka ajaran mu’tazilah yang selalu mengandalkan akal tidak cocok dalam dakwah saat ini, karena mau bagaimana pun masalah ini sudah ditetapkan dengan ketetapan Allah sendiri.
Konklusi :
mu’tazilah berarti nama sebuah kelompok yang mncul pada awal kedua hijriyah, yang menggunakan akal dalam membahas teologi islam. Muktazilah muncul di masa Umayyah dengan pendirinya Washil bin Atha‟.
Mu’tazilah memiliki landasan pokok yang mereka pegang erat, disebut dengan al-Ushul al-Khamsah (lima landasan pokok). Seseorang disebut sebagai, Mu’tazili (berfaham Mu’tazilah) jika dia beriman terhadap kelima landasan pokok tersebut. ajaran mu’tazilah memiliki sisi positif dimana masalah umat pada saat ini yang semakil kompleks dan perli pendekatan secara rasio dan adil, maka istilah saat ini yaitu islam moderat yang tidak kaku dan memberikan kenyamanan bagi umat khususnya umat awam.

Daftar Pustaka


Ahmad, J. (2017, Desember 24). Muktazilah: Penamaan, Sejarah dan Lima Prinsip Dasar. Pengkajian Islam, 5-6. Retrieved Maret Minggu, 2019, from https://www.researchgate.net/publication/
hatta , m. (2013, januari). aliran Muktazilah dalam Lintas Sejarah Pemikiran Islam. Ilmu Ushuluddin, 12(1), 89.
Safii. (2014, Juli-Desember). Teologi Mu"tazilah: Sebuah Upaya Revitalisasi. Teologia, 25(2), 6&9.
Zakiyah, E. (2013). ASPEK PAHAM MU’TAZILAH DALAM TAFSIR AL-KASHSHAf TENTANG AYAT-AYAT TEOLOGI. Tesis: Studi Pemikiran Al-Zamakhshary, 41.
Zuhelmi. (2014). Epistemologi Pemikiran Mu’tazilah dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pemikiran Islam di Indonesia. Intizar, 20(1), 4-5.