NIM :B01217023
Objek Kajian:
Kajian Formal: Radikalisme
Kajian Material: Ilmu Kalam
RADIKALISME
Banyak faktor yang melatarbelakangi lahirnya ideologi radikal. Pertama, semangat pemurnian ajaran agama. Kedua, ajaran Islam harus diimplementasikan secara konkret dalam realitas kehidupan. Ketiga, membendung pengaruh Barat dengan nilai-nilai yang dipandang tidak relevan dengan ajaran Islam, seperti matrealisme, individualisme, hedonisme, dan sekularisme.
Jamal Makmur Amani, Rekonstruksi Teologi Radikalisme Di Indonesia , Menuju Islam Rahmatan Lil-Alamin, 2017, http://journal.walisongo.ac.id/index.php/wahana/article/download/1475/1203
Radikalisme agama tumbuh sebagai dampak dari politik global dunia Islam yang terus 'menerus menjadi obyek adu domba, penindasan dan kesewenang-wenangan. Palestine misalnya, selalu dipandang sebagai wajah dunia Islam yang begitu kuat dicengkraman para kapitalisme. Bahwa rasa solidaritas atas penderitaan umat Islam dari beberapa belahan dunia telah melahirkan semangat berbagi rasa. Pada titik inilah kernudian lahir gerakan-gerakan yang mengatasnamakan agama untuk berada di garis konfrontasi dengan dunia Barat. Radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut untuk ditujukan dalam agama Islam karena sesungguhnya dalam Islam tidak ada yang namanya radikalisme. Dalam Al Quran dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orang itu penganut agama lain.Kekerasan dalam bentuk perang atau bentuk kekerasan yang lain bukan dimulai oleh umat Islam sendiri. Begitu pula dalam sejarah perjungan nabi Muhammad SAW, perang badar, uhud, dan lainnya bukanlah umat Islam yang mengundang kaum kafir, akan tetapi sebaliknya. Umat Islam justru diperintahkan untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun, termasuk kepada non-muslim yang dapat hidup rukun. Mengenai hal ini, Allah juga berfirman dalam surah Al Mumtahanah ayat 09:
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
A Faiz Yunus, Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme:Pengaruhnya Terhadap Agama Islam, 2017, http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/download/3217/2818/
Menurut Azyumardi Azra (dalam Abdul Munip, 2012:162) di kalangan Umat Islam radikalisme bersumber dari beberapa hal, antara lain adalah:
- Pemahaman keagamaan yang literal, sepotong-potong terhadap ayat Al Quran.B
- Bacaanyang salah terhadap sejarah umat Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap umat Islam pada masa tertentu. Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan salafi, khususnya dalam spektrum sangat radikal seperti wahabiyah yang muncul di semenjanjung Arabia pada akhir abad ke 18 awal sampe pada abad 19 dan terus merebak sampai sekarang. Tema pokok dan sel salafi ini adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang sebagai bidah, yang tidak jarang dilakukan dengan cara kekerasan.
- Deprivasipolitik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat. Pada saat yang bersamaan, disorientasi dan dislokasi sosial budaya dan ekses globalisasi, dan semacamnya sekaligus merupakan tambahan faktor-faktor penting bagi kemunculan kelompok-kelompok radikal. Kelompoj-kelompok sempalan tersebut tidak jarang mengambil bentuk kultus (cult) yang sangat eksklusif, tertutup, dan berpusat pada seseorang yang dipandang kharismatik. Kelompok-kelompok ini dengan dogma eskatologis tertentu bahkan memandang dunia sudah menjelang akhir zaman dan kiamat, sekarang sudah waktunya bertaubat melalui pemimpin dan kelompok mereka. Doktrin dan pandangan teologis-eskatologis konflik sosial dan kekerasan bernuansa intra dan antar agama, bahkan antar umat beragama dengan Negara.M
- Masihberlanjutnya konflik sosial bernuansa intra dan antar agama dalam masa reformasi. Lebih spesifik hal tersebut disebabkan karena: pertama, euphoria kebebasan sehingga tidak peduli dengan pihak-pihak lain sehingga menurunkan toleransi. kedua, masih berlanjutnya fragmentasi politik dan sosial khususnya di kalangan elite politik, sosial, milier, yang terus mengimbas ke lapisan bawah dan menimbulkan konflik horizontal yang laten dan luas. Terdapat beberapa indikasi, konflik, kekerasan bernuansa agama bahkan diprovokasi
Rindha Widyaningsih, S.Fil, M.A; Dra. Sumiyem, M.Hum; Kuntarto, S. Ag, M.PdIKerentanan, Radikalisme Agama di Kalangan Anak Muda, 2017, http://jurnal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Prosiding/article/viewFile/553/493
Ujaran kebencian jika terus menerus berlanjut akan mampu memprovokasi masyarakat dan bisa menggiring pada tindakan kekerasan. Sementara untuk kekerasan berbasis agama seperti terorisme, kebijakan negara sudah cukup memadai dengan adanya UU No. 15/2003 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun kemampuan institusi negara untuk melaksanakan kebijakan tersebut pada tataran praktik masih perlu penyempurnaan. Kekurangan yang paling jelas misalnya adalah adanya kesenjangan antara teori (kebijakan) dan praktik (implementasi) di samping juga persoalan-persoalan seperti kurangnya sumber daya manusia dan budaya etos kerja yang lemah di kalangan penegak hukum.
Ahmad Asrori, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisita, 2015, http://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/download/331/187
PREMIS
- Latarbelakang lahirnya ideologi radikal adalah semangat pemurnian agama, ajaran Islam harus diimplementasikan secara konkret dalam realitas kehidupan, dan membendung pengaruh Barat dengan nilai-nilai yang dipandang tidak relevan dengan ajaran Islam.
- Radikalismeagama tumbuh sebagai dampak dari politik global dunia Islam yang terus 'menerus menjadi obyek adu domba, penindasan dan kesewenang-wenangan.
- Radikalisme bersumber dari beberapa hal, yaitu pemahaman agama yang sepotong-potong; bacaan yang salah terhadap sejarah yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap umat Islam; deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih bertahan dalam masyarakat dan konflik sosial bernuansa intra dan antar agama dalam masa reformasi.
- Kekerasan berbasis agama seperti terorisme, kebijakan negara sudah cukup memadai dengan adanya UU No. 15/2003 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun kemampuan institusi negara untuk melaksanakan kebijakan tersebut pada tataran praktik masih perlu penyempurnaan.
KONKLUSI
Adanyasemangat pemurnian agama serta ajaran Islam yang harus diimplementasikan secara konkret dan didukung gengan ketakutan akan pengaruh dunia Barat yang tidak relevan dengan ajaran Islam membuat muncul pemikiran ekstrem seperti terorisme.Selain itu tindak terorisme juga dapat timbul karena tertindas baik secara sosial maupun mental, dalam kondisi tersebut orang cenderung ingin berontak dan berujung dengan tindak kekerasan atau terorisme.DDiIndonesia sendiri sudah ada kebijakan negara yang mengatur kekerasan seperti terorisme, yaitu UU No. 15/2003 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2002.