Tuesday, April 30, 2019

[Fathiyah Khasanah] RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF HISTORIS


RADIKALISME DALAM PERSPEKTIF HISTORIS
A.   KAJIAN FORMAL
Ilmu Kalam
B.    KAJIAN MATERIAL
Sejarah Radikalisme
Gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya sebuah gerakan teologis radikal yang disebut dengan “Khawarij”. Secara etimologis, kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu “kharaja” yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Dari pengertian ini, kata tersebut dapat juga dimaknai sebagai golongan orang Islam atau Muslim yang keuar dari kesatuan umat Islam. Ada pula yang mengatakan bahwa pemberian nama itu di dasarkan pada Q.S. an-Nisa’ [4]: 100 Surat Annisa ayat 100, yang menyakatan: “Keluar dari rumah kepada Allah dan Rasulnya”. Dengan kata lain, golongan “Khawarij” memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah atau kampung halaman untuk “berhijrah” dan mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.[1]
Radikalisme agama yang dilakukan oleh gerakan Islam garis keras dapat ditelusuri lebih jauh ke belakang. Gerakan ini telah muncul pada masa kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai akar gerakan Islam garis keras era reformasi. Gerakan dimaksud adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950- an (tepatnya 1949). Darul Islam atau NII mulanya di Jawa Barat, Aceh dan Makassar. Gerakan ini disatukan oleh visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan DI ini berhenti setelah semua pimpinannya atau terbunuh pada awal 1960- an. Sungguhpun demikian, bukan berarti gerakan semacam ini lenyap dari Indonesia. Pada awal tahun 1970-an dan 1980-an gerakan Islam garis keras muncul kembali, seperti Komando Jihad, Ali Imron, kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung untuk mendirikan negara Islam, dan semacamnya.[2]
Dalam catatan sejarah radikalisme Islam semakin menggeliat pada pasca kemerdekaan hingga pasca reformasi, Sejak Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an di bawah bendera Darul Islam (DI). Sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama, justifikasi agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada masa pemerintahan Soeharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelijen melalui Ali Moertopo dengan Opsusnya, ada pula Bakin yang merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagian direkrut kemudian disuruh melakukan berbagai aksi seperti Komando Jihad, dalam rangka memojokkan Islam. Setelah itu sejak jatuhnya Soeharto, ada era demokratisasi dan masa-masa kebebasan, sehingga secara tidak langsung memfasilitasi beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih nyata, lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media, khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih tanpak.3 Setelah DI, muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976 kemudian meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan Revolusioner Islam, 1978.4 Tidak lama kemudian, setelah pasca reformasi muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Azhari dan Nurdin M. Top dan gerakan-gerakan radikal lainnya yang bertebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Poso, Ambon dan yang lainnya. Semangat radikalisme tentu tidak luput dari persoalan politik. Persoalan politik memang sering kali menimbulkan gejala-gejala tindakan yang radikal. Sehingga berakibat pada kenyamanan umat beragama yang ada di Indonesia dari berbagai ragamnya.[3]
Cendekiawan muslim Zuhairi Misrawi menjelaskan munculnya radikalisme di Indonesia tak lepas dari hegemoni kungkungan kekuasaan Soviet dan Barat terhadap dunia Islam. Menurutnya, menguatnya komunisme Soviet dan imperialisme Barat atas negara Islam menjadi salah satu penyebab berkembangnya radikalisme. Di satu sisi tidak solidnya negara Timur Tengah atas perjuangan pembebasan Palestina membentuk banyak faksi organisasi radikal di Timur Tengah. Puncaknya, terjadi konsolidasi jaringan global melalui perang Afganistan selam 10 tahun lebih. Lebih lanjut, sepeninggal perang Afganistan, para alumni kembali ke tanah air masing-masing dan menyebarkan pemahaman mereka terkait jihad[4]
C.    PREMIS
1.     Radikalisme pertama kali muncul stelah Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya sebuah gerakan teologis radikal yang disebut dengan “Khawarij”.
2.     Radikalisme di Indonesia muncul pada masa kemerdekaan Indonesia, ditandai dengan adanya  gerakan Darul Islam atau NII di Jawa Barat, Aceh dan Makassar.
3.     Radikalisme muncul dikarenakan tidak solidnya negara Timur Tengah atas perjuangan pembebasan Palestina. Sehingga, kaum muslim membentuk banyak faksi organisasi radikal di Timur Tengah. Dan menyebarkan pemahamannya di Indonesia
D.   KONKLUSI
Pemahaman Radikalisme pertama kali diawali oleh gerakan Khawarij yang muncul di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Radikalisme di Indonesia muncul pada masa kemerdekaan Indonesia, ditandai dengan adanya  gerakan Darul Islam. Di sisi lain pemahaman Radikalisme dibawa faksi organisasi radikal di Timur Tengah.

            Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)



[1] Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif HistorisADDIN , Vol. 10, No. 1, Februari 2016
[3] Radikalisme di Indonesia: antara Historisitas dan Antropisitas, Kalam: Jurnal Studi  Agama dan Pemikiran Islam