NIM :B01217023
Asy Ariyah
Sejarah
Al Asy’ari adalah sebuah kabilah Arab terkemuka di Bashrah, Irak. Ketika berumur 40 tahun, dia bersembunyi dirumahnya selama 15hari untuk memikirkan ajaran-ajaran Mu’tazilah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.
Pada hari jum’at ia naik mimbar di masjid Basrah secararesmidan menyatakan pendiriannya keluar dari Mu’tazilah. Pernyataan tersebut ialah “Wahai masyarakat, barang siapa mengenal aku, sungguh dia telah mengenalku barang siapa yang tidak mengenalku, maka aku mengenal diri sendiri. Aku adalah fulan bin fulan, dahulu aku berpendapat bahwa Al Qur’an adalah makhluk, bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat dengan mata, maka perbuatan-perbuatan jelek aku sendiri yang membuatnya. Aku bertaubat,bertaubat dan mencabut paham-paham Mu’tazillah dan keluar daripadanya”.
Ketuhanan Asy Ariyah
Tuhan dan Sifatnya
Allah memiliki sifat seperti mempunyai tangan dan kaki, dan tidak boleh diartikan secara harfiyah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiyah). Al Ash’ari berpendapat bahwa sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
Kebebasan berkehendak (Free Will)
Ash Ariyah membedakan anatar khalq dan kasb (perbuatan manusia yang diciptakan Tuhan). Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia.
Perbuatan manusia yang diciptakan Tuhan memiliki kemampuan ikhtiar (memilih). Allah menciptakan perbuatan manusia bersama dengan pilihan (ikhtiar dan kemampuan) untuk berbuat suatu tindakan.
Akal dan Wahyu
Al-Ash’ari stuju dengan Mu’tazilah tentang perlunya penggunaan akal dalam hal keimanan. Tetapi, mereka berbeda dalam apakah ayat atau wahyu yang memiliki peran utama dalam memahami ajaran-ajaran agama. Mu’tazilah berpendapat bahwa akallah yang lebih utama kedudukannya. Oleh karena itu manakala terjadi pertentangan antara rasio dan wahyu, maka rasiolah yang harus didahulukan dan wahyu ditakwilkan agar dapat diterima oleh rasio. Sebaliknya, al-Ash ‘ari berpendapat bahwa lebih bisa dipercaya, karena kebenaran rasional sifatnya hanyalah mengonfirmasi kebenaran yang disampaikan oleh wahyu.
Al-Ash ‘ari berpendapat bahwa untuk menentukan baik dan buruk adalah berdasarkan wahyu. Perbuatan manusia pada dasarnya adalah netral dan wahyulah yang menentukan apakah perbuatan mausia itu baik atau buruk.
Persoalan Tentang Al Qur’an
Al-Ash’ari berpendapat bahwa Kalam Allah dalam arti al-Kalam al-haqiqi jika al-Kalam al-haqiqi ini diekspresikan melalui huruf atau suara maka Kalam tersebut adalah baru. Inilah alasannyabeliau mengatakan bahwa Al Qur’an bukan makhluk dan bukan selain makhluk.
Melihat Allah
Al-Ash’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi dengan tanpa bisa digambarkan. Kemungkinan ru’yah (melihat) dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana Allah menciptakan kemampuan manusia untuk melihat Allah.
Keadilan
Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Dia adalah penguasa mutlak.
Kedudukan Orang Mukmin yang Berbuat Dosa
Mukmin yang berbuat dosa besar adalah mu’min yang fasiq, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.
Premis
1. Sikap politik Ash Ari’ah adalah netral
2. Paham ketuhanan Ash Ari’ah bahwa Allah memang memiliki sifat seperti mempunyai tangan dan kaki, dan tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiyah). Al-Ash’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip
3. Paham Asy-Ari’ah tentang antropologi atau manusia bahwa perbuatan manusia yang diciptakan Tuhan memiliki kemampuan ikhtiar (memilih). Allah menciptakan perbuatan manusia bersama dengan pilihan (ikhtiar dan kemampuan) untuk berbuat suatu tindakan.
Konklusi
Asy Ari’ah bersifat politik netral yang meyakini bahwa Tuhan memiliki sifat seperti tanagn dan kaki diartikan secara simbolis dan tidak dapat dibandingkan dengan sifat manusia yang tampak. Sedangkan manusia memiliki kemampuan ikhtiar untuk berbuat suatu tindakan.