Tuesday, April 9, 2019

( Indri Wachidah ) Teologi Wahabi


Nama: Indri Wachidah W. T.
Kelas/NIM: A2/B91217122
Teologi Wahabi
A.    Objek Kajian
Kajian formal: teologi wahabi
Kajian material: ilmu kalam

B.     Teologi Wahabi
Wahabi telah menitik tekankan pada aspek teologi (tauhid) sebagai arena atau wilayah “pemurnian”. Ada pembengkakan wilayah teologi yang diupayakannya. Wahabi berasumsi bahwa ani-tesa tauhid adalah musyrik. Dan musyrik dibagi menjadi dua, yaitu syirik kecil dan besar. Syirik besar bersifat jahri (jelas) adalah sikap yang berlebihan terhadap selain Tuhan, dimana sikap itu sejatinya hanya layak dipersembahkan untuk Tuhan. Jika sikap itu dilakukan, kata Wahabi, maka terejawantahkannya pemberhalaan (tawtsien). Ziarah dan tawashul terhadap kuburan Nabi, para sahabat dan orang-orang salih, sikap memuliakan batu atau sampah, dan mencintai orang-orang salih dianggap oleh Wahabi adalah sikap yang “berlebihan”, karena itu sebagai wujud pemberhalaan. Pandangan ini akan berimplikasi mensejajarkan Nabi dan orang salih dengan batu atau sampah, yang sama-sama tidak boleh disikapi secara berlebihan, lantaran dianggap sama-sama bukan Tuhan. [1]
Akidah-akidah yang pokok dari aliran wahabiyah pada hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiah. Perbedaan yang ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu tauhid dan “bidat”.
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian berikut :
1.    Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
2.    Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin.
3.    Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan kata pengantar dalam sholat terhadap nama Nabi-Nabi atau wali atau Malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4.    Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an  dan Sunah, atau ilmu yang bersumber akal pikiran semata-mata.
5.    Termasuk kufur dan Ilhadjuga mengingkari qadar dalam semua perbuatan dan penafsiran qur’an dengan jalan ta’wil.
6.    Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup dengan menghitung jari.
7.    Sumber syariat islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul.
8.    Pintu ijtihad tetap terbuka dan sipapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.[2]


Secara umum tujuan gerakan wahabi adalah mengikis habis segala bentuk takhayul, bid’ah, khurafat dan bentuk-bentuk penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan umat Islam yang dinilainya telah keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. Ada beberapa yang didoktrinkan atau diajarkan dalam praktik gerakan ini, yaitu sebagai berikut :
1.      Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang melakukannya harus menerima hukuman mati atau dibunuh.
2.      Orang yang berusaha memperoleh kasih tuhannya dengan cara mengunjungi kuburan orang-orang suci bukanlah orang yang bertauhid, tetapi termasuk orang musyrik.
3.      Bertawassul kepada Nabi dan orang saleh dalam berdoa kepada Allah termasuk perbuatan syirik[3]
4.      Ziarah kubur diharamkan, karena menganggap bahwa ziarah kubur memohon kepada ahli kubur, meminta bantuan mereka (istighotsah), dan meminta terkabulnya hajat duniawi atau ukhrowi kepada mereka[4]
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas antara lain: berkumpul bersama-sanma dalam mau’idan, orang wanita mengiring jenazah, mengadakan pertemuan Zikir, bahkan mereka merampas buku-buku tawassulat,bahkan kegiatan sehari-hari juga dikategorikan dalam bid’ah seperti rokok, minum kopi, memakai pakaian sutra bagi laki-laki, bergambar,memacari kuku dll.[5]
Kembali kepada ajaran islam yang asli. Yang dimaksudkan adalah ajaran Islam yang dianut dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat dan para tabi’in. Prinsip yang berhubungan dengan masalah ketauhidan. Sebagai upaya pemurnian tauhid ini, secara khusus Ibnu Abdul Wahhab menyusun kitab at-Tauhid yang memuat pandangan – pandangannya sekitar tauhid, syirik, dan lain – lain yang menyangkut masalah akidah Islam. Menurutnya, kalimat la ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain Allah) tidak cukup hanya diucapkan tetapi harus dimanifestasikan dengan la ma’bud illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali Allah). Menurut kitab at-Tauhid karangan Muhammad ibn Abdul Wahhab sendiri ada dua tingkatan iman yang menjadi dasar ajaran tauhidnya.[6]
Ajaran  Wahabi yang dibawa Muhammad bin Abdil Wahab pada dasarnya mengikuti dan meneruskan konsep teologi Ibnu Taimiyah yang meliputi (a) pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan asma was shifat; (b) teologi tajsim atau memfisikkan Allah; (c) mengingkari perilaku yang dianggap “syirik” dengan memerangi praktik tawasul, tabaruk pada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang soleh baik dalam keadaan hidup atau mati; (c) anti pada  perilaku yang disebut bid’ah dan khurafat seperti membangun kuburan, memperingati maulid Nabi atau orang saleh, dan lain-lain. Baik Salafi maupun Wahabi sama-sama mengamalkan ketiga prinsip dasar ini. Menurut Abu Zahrah, kalau Ibnu Taimiyah adalah pencipta teori gerakan Salafi, maka Ibnu Abdil Wahab adalah pelaksananya.[7]
Dalam doktrin Salafi Wahabi, ikrar syahadat tidak cukup; mereka menuduh, kebanyakan umat Islam hanya  beriman di mulut, tidak di hati. Akibatnya, mereka memiliki justifikasi untuk mengafirkan orang lain, meskipun sudah bersyahadat, dengan tuduhan ‘’mereka hanya beriman di mulut”. Dan atas dasar teologi seperti inilah sekte Salafi Wahabi menghalalkan pembunuhan terhadap sesama muslim, sebagaimana terjadi hari ini di Suriah. Korban para “mujahidin” beraliran Salafi Wahabi kini bukan saja orang-orang Syiah dan Kristen, tetapi juga orang-orang Sunni, bahkan termasuk Syekh Al Buthi dan beberapa ulama Sunni Suriah lainnya. Karenanya, buku sangat penting dipelajari oleh kaum muslimin Indonesia agar tidak terjebak dalam kesesatan pemikiran.[8]
Menurut buku Wahabi ini bahwa kaum Wahabi mengkafirkan sekalian orang islam yang sudah membaca syahadat kalau orang Islam itu menjadikan Malaikat, Nabi-Nabi, “menjadi perantara” yang dilarang itu – menurut paham Wahabi ialah ber-istigatsah dengan mereka. Tegasnya: “Siapa yang ber-istigatsah menjadi syrik”. Apa yang dimaksud dengan istigatsah? Contohnya ialah: seorang Muslim datang menziarahi kuburan (makam) Nabi di Madinah, lantas disitu ia berkata menghadapkan pembicaraan kepada Nabi: “Hai Rasulullah hai Habiballah, hai penghulu kami Muhammad Nabi akhir zaman, berilah kami syafaat engkau diakhirat, mintakanlah kepada Tuhan supaya kami ini selamat dunia-akhirat”. Inilah ucapan orang yang ber-istigatsah.[9]
Pembagian dan membedakan tauhid Rububiyah (Rab) dan Uluhiyah (Ilah) telah menimbulkan pernyataan bahwa semua orang-orang murtad, kafir dan orang-orang musyrik yang mengakui Allah sebagai pencipta dan pengatur alam sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rububiyyah. Seorang muslim yang melakukan ziarah kubur, tawwassul, tabarruk, istighasah diklaim tidak bertauhid Uluhiyah karena ibadahnya tidak lagi murni kepada Allah. Implikasinya kemudian adalah mengkafirkan atau memusyrikkan orang-orang Islam yang melakukan beberapa ibadah ini. Meskipun perkara ini sudah ada tuntunan dari Rasulullah, sahabat dan ulama salaf berdasarkan hasil ijtihad. Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan bahwa: “Pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyah saja tidak tergolong mereka dalam Islam. Dan bahwa kasad mereka akan Malaikat, Nabi dan aulia Allah yang mereka inginkan syafaat dan dekat kepada Allah dengan demikian telah mengakibatkan halal darah dan harta mereka[10]

C.    Premis
Premis 1: Wahabi adalah salah satu aliran yang lahir dalam Islam. Sebagai bentuk kelanjutan dari aliran Ibnu Taimiyah yaitu bertujuan untuk memurnikan agama Islam.
Premis 2: Teologi Wahabi yaitu :
a.       Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang melakukannya harus menerima hukuman mati atau dibunuh.
b.      Orang yang berusaha memperoleh kasih tuhannya dengan cara mengunjungi kuburan orang-orang suci bukanlah orang yang bertauhid, tetapi termasuk orang musyrik.
c.       Bertawassul kepada Nabi dan orang saleh dalam berdoa kepada Allah termasuk perbuatan syirik

D.    Konklusi:
Wahabi adalah aliran yang menginginkan pemurnian ajaran Islam dari perbuatan syirik, baik syirik kecil maupun syirik akbar. Teologi yang dianut wahabi mengandung bentuk pemurnian ajaran Islam. Melarang perbuatan syirik sekecil apapun. Ajarannya berprinsip pada tauhid rububiyah dan ilahiyah.





[1] Mukti Ali el-Qum, Neo-Salafisme Wahabi: Ironi Teologi dan Pendangkalan Islam, diakses dari http://www.nu.or.id/post/read/41023/neo-salafisme-wahabi-ironi-teologi-dan-pendangkalan-islam

[3] Qurrotul Aini, MENGENAL ALIRAN DAN PEMIKIRAN WAHABI, 2015 diakses dari https://achwanbrudin.wordpress.com/2015/06/21/mengenal-aliran-dan-pemikiran-wahabi/

[5] https://harkaman01.wordpress.com/2013/06/16/teologi-salafi-wahabi/

[6] Khaliludin, PEMIKIRAN WAHABI DAN MUHAMMAD ABDUH, diakses dari