Nama: Indri Wachidah W. T.
Kelas/NIM: A2/B91217122
Teologi
Wahabi
A. Objek Kajian
Kajian formal:
teologi wahabi
Kajian material:
ilmu kalam
B. Teologi Wahabi
Wahabi telah menitik
tekankan pada aspek teologi (tauhid) sebagai arena atau wilayah “pemurnian”.
Ada pembengkakan wilayah teologi yang diupayakannya. Wahabi berasumsi bahwa
ani-tesa tauhid adalah musyrik. Dan musyrik dibagi menjadi dua, yaitu syirik
kecil dan besar. Syirik besar bersifat jahri (jelas) adalah sikap yang
berlebihan terhadap selain Tuhan, dimana sikap itu sejatinya hanya layak
dipersembahkan untuk Tuhan. Jika sikap itu dilakukan, kata Wahabi, maka
terejawantahkannya pemberhalaan (tawtsien). Ziarah dan tawashul terhadap
kuburan Nabi, para sahabat dan orang-orang salih, sikap memuliakan batu atau
sampah, dan mencintai orang-orang salih dianggap oleh Wahabi adalah sikap yang
“berlebihan”, karena itu sebagai wujud pemberhalaan. Pandangan ini akan
berimplikasi mensejajarkan Nabi dan orang salih dengan batu atau sampah, yang
sama-sama tidak boleh disikapi secara berlebihan, lantaran dianggap sama-sama
bukan Tuhan. [1]
Akidah-akidah
yang pokok dari aliran wahabiyah pada hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang
telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiah. Perbedaan yang ada hanya dalam cara
melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahya dapat
disimpulkan dalam dua bidang, yaitu tauhid dan “bidat”.
Dalam bidang
ketauhidan mereka berpendirian berikut :
1.
Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian ia dibunuh.
2. Orang yang
mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk
golongan musyrikin.
3. Termasuk
dalam perbuatan musyrik memberikan kata pengantar dalam sholat terhadap nama
Nabi-Nabi atau wali atau Malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4. Termasuk
kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunah, atau ilmu yang bersumber akal
pikiran semata-mata.
5. Termasuk
kufur dan Ilhadjuga mengingkari qadar dalam semua perbuatan dan penafsiran
qur’an dengan jalan ta’wil.
6. Dilarang
memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup
dengan menghitung jari.
7. Sumber
syariat islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber
lain sesudahnya ialah sunnah Rasul.
8. Pintu
ijtihad tetap terbuka dan sipapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi
syarat-syaratnya.[2]
Secara umum
tujuan gerakan wahabi adalah mengikis habis segala bentuk takhayul, bid’ah,
khurafat dan bentuk-bentuk penyimpangan pemikiran dan praktik keagamaan umat
Islam yang dinilainya telah keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya. Ada
beberapa yang didoktrinkan atau diajarkan dalam praktik gerakan ini, yaitu
sebagai berikut :
1.
Semua objek peribadatan selain Allah adalah palsu dan
siapa saja yang melakukannya harus menerima hukuman mati atau dibunuh.
2.
Orang yang berusaha memperoleh kasih tuhannya dengan
cara mengunjungi kuburan orang-orang suci bukanlah orang yang bertauhid, tetapi
termasuk orang musyrik.
3.
Bertawassul kepada Nabi dan orang saleh dalam berdoa
kepada Allah termasuk perbuatan syirik[3]
4.
Ziarah kubur
diharamkan, karena menganggap bahwa ziarah kubur memohon kepada ahli kubur,
meminta bantuan mereka (istighotsah), dan meminta terkabulnya hajat
duniawi atau ukhrowi kepada mereka[4]
Hal-hal yang
dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas antara lain: berkumpul
bersama-sanma dalam mau’idan, orang wanita mengiring jenazah, mengadakan
pertemuan Zikir, bahkan mereka merampas buku-buku tawassulat,bahkan kegiatan
sehari-hari juga dikategorikan dalam bid’ah seperti rokok, minum kopi, memakai
pakaian sutra bagi laki-laki, bergambar,memacari kuku dll.[5]
Kembali
kepada ajaran islam yang asli. Yang
dimaksudkan adalah ajaran Islam yang dianut dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad
SAW, sahabat dan para tabi’in. Prinsip yang berhubungan dengan masalah
ketauhidan. Sebagai
upaya pemurnian tauhid ini, secara khusus Ibnu Abdul Wahhab menyusun kitab
at-Tauhid yang memuat pandangan – pandangannya sekitar tauhid, syirik, dan lain
– lain yang menyangkut masalah akidah Islam. Menurutnya, kalimat la ilaha illa
Allah (tiada Tuhan selain Allah) tidak cukup hanya diucapkan tetapi harus
dimanifestasikan dengan la ma’bud illa Allah (tidak ada yang disembah kecuali
Allah). Menurut kitab at-Tauhid karangan Muhammad ibn Abdul Wahhab sendiri ada
dua tingkatan iman yang menjadi dasar ajaran tauhidnya.[6]
Ajaran Wahabi yang dibawa Muhammad bin Abdil Wahab pada
dasarnya mengikuti dan meneruskan konsep teologi Ibnu Taimiyah yang meliputi
(a) pembagian tauhid menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan asma was shifat; (b) teologi tajsim atau memfisikkan Allah;
(c) mengingkari perilaku yang dianggap “syirik” dengan memerangi praktik
tawasul, tabaruk pada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang soleh baik
dalam keadaan hidup atau mati; (c) anti pada perilaku yang disebut bid’ah
dan khurafat seperti membangun kuburan, memperingati maulid Nabi atau orang
saleh, dan lain-lain. Baik Salafi maupun Wahabi sama-sama mengamalkan ketiga
prinsip dasar ini. Menurut Abu Zahrah, kalau Ibnu Taimiyah adalah pencipta
teori gerakan Salafi, maka Ibnu Abdil Wahab adalah pelaksananya.[7]
Dalam doktrin Salafi Wahabi, ikrar syahadat tidak cukup;
mereka menuduh, kebanyakan umat Islam hanya beriman di mulut, tidak di
hati. Akibatnya, mereka memiliki justifikasi untuk mengafirkan orang lain,
meskipun sudah bersyahadat, dengan tuduhan ‘’mereka hanya beriman di mulut”.
Dan atas dasar teologi seperti inilah sekte Salafi Wahabi menghalalkan
pembunuhan terhadap sesama muslim, sebagaimana terjadi hari ini di Suriah.
Korban para “mujahidin” beraliran Salafi Wahabi kini bukan saja orang-orang
Syiah dan Kristen, tetapi juga orang-orang Sunni, bahkan termasuk Syekh Al
Buthi dan beberapa ulama Sunni Suriah lainnya. Karenanya, buku sangat penting
dipelajari oleh kaum muslimin Indonesia agar tidak terjebak dalam kesesatan
pemikiran.[8]
Menurut
buku Wahabi ini bahwa kaum Wahabi mengkafirkan sekalian orang islam yang sudah
membaca syahadat kalau orang Islam itu menjadikan Malaikat, Nabi-Nabi, “menjadi
perantara” yang dilarang itu – menurut paham Wahabi ialah ber-istigatsah dengan
mereka. Tegasnya: “Siapa yang ber-istigatsah menjadi syrik”. Apa yang dimaksud
dengan istigatsah? Contohnya ialah: seorang Muslim datang menziarahi kuburan
(makam) Nabi di Madinah, lantas disitu ia berkata menghadapkan pembicaraan
kepada Nabi: “Hai Rasulullah hai Habiballah, hai penghulu kami Muhammad Nabi
akhir zaman, berilah kami syafaat engkau diakhirat, mintakanlah kepada Tuhan
supaya kami ini selamat dunia-akhirat”. Inilah ucapan orang yang
ber-istigatsah.[9]
Pembagian
dan membedakan tauhid Rububiyah (Rab) dan Uluhiyah (Ilah) telah menimbulkan
pernyataan bahwa semua orang-orang murtad, kafir dan orang-orang musyrik yang
mengakui Allah sebagai pencipta dan pengatur alam sama dengan orang-orang
mukmin dalam tauhid Rububiyyah. Seorang muslim yang melakukan ziarah kubur,
tawwassul, tabarruk, istighasah diklaim tidak bertauhid Uluhiyah karena
ibadahnya tidak lagi murni kepada Allah. Implikasinya kemudian adalah mengkafirkan
atau memusyrikkan orang-orang Islam yang melakukan beberapa ibadah ini.
Meskipun perkara ini sudah ada tuntunan dari Rasulullah, sahabat dan ulama
salaf berdasarkan hasil ijtihad. Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan bahwa:
“Pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyah saja tidak tergolong mereka dalam
Islam. Dan bahwa kasad mereka akan Malaikat, Nabi dan aulia Allah yang mereka
inginkan syafaat dan dekat kepada Allah dengan demikian telah mengakibatkan
halal darah dan harta mereka[10]
C. Premis
Premis 1: Wahabi adalah salah satu aliran yang lahir dalam Islam. Sebagai bentuk
kelanjutan dari aliran Ibnu Taimiyah yaitu bertujuan untuk memurnikan agama
Islam.
Premis 2: Teologi Wahabi yaitu :
a. Semua objek
peribadatan selain Allah adalah palsu dan siapa saja yang melakukannya harus
menerima hukuman mati atau dibunuh.
b. Orang yang
berusaha memperoleh kasih tuhannya dengan cara mengunjungi kuburan orang-orang
suci bukanlah orang yang bertauhid, tetapi termasuk orang musyrik.
c. Bertawassul
kepada Nabi dan orang saleh dalam berdoa kepada Allah termasuk perbuatan syirik
D. Konklusi:
Wahabi adalah aliran yang menginginkan pemurnian ajaran Islam dari
perbuatan syirik, baik syirik kecil maupun syirik akbar. Teologi yang dianut
wahabi mengandung bentuk pemurnian ajaran Islam. Melarang perbuatan syirik
sekecil apapun. Ajarannya berprinsip pada tauhid rububiyah dan ilahiyah.
[1] Mukti
Ali el-Qum, Neo-Salafisme
Wahabi: Ironi Teologi dan Pendangkalan Islam, diakses dari
http://www.nu.or.id/post/read/41023/neo-salafisme-wahabi-ironi-teologi-dan-pendangkalan-islam
[3] Qurrotul Aini, MENGENAL ALIRAN DAN PEMIKIRAN WAHABI,
2015 diakses dari https://achwanbrudin.wordpress.com/2015/06/21/mengenal-aliran-dan-pemikiran-wahabi/
[4] Muhammad Abdun Naja, diakses dari https://www.academia.edu/8913956/Makalah_Teologi_dan_Karakter_Wahabi