Tuesday, April 9, 2019

[Fathiyah Khasanah] SYI’AH DALAM PERSPEKTIF POLITIK



SYI’AH DALAM PERSPEKTIF POLITIK
A.    OBYEK KAJIAN
1.      KAJIAN MATERIAL
Ilmu Kalam
2.      KAJIAN FORMAL
KONSEP POLITIK SYI’AH
Dengan doktrin Imamah seluruh gerakan syi’ah diarahkan, fanatisme dibangun, konflik dan perebutan kekuasaan dilakukan. Konsep khilafah yang menjadi bangunan politik kekuasaan Islam sepeninggal Rosulullah SAW diubah dan ditandingi dengan konsep bid’ah imamah ini. Syi’ah Imamiah berpendapat bahwa Allah swt telah menyuruh Rasulullah saw untuk menetapkan penggantinya yaitu Ali bin Abi Thalib sepeninggal Beliau melalui ayat-ayat yang mereka interpretasikan sedemikian rupa. 
Di samping Ali bin Abi Thalib Syi’ah Imamiah juga mengakui ke-imaman duabelas orang keturunan Ali bin Abi Thalib. Inilah sebabnya aliran ini disebut Syi’ah Itsna Asyariah (Syi’ah duabelas imam). Imam yang terakhir adalah Muhammad bin Hasan yang dinyatakan hilang sejak ayahnya meninggal dunia. Beliau ini akan muncul kembali pada akhir zaman untuk memimpin dunia secara adil. Saat ini kelanjutan dari konsep imamah dikenal dengan “Wilayah al-Faqih” adalah konsep terbaru dari golongan Syiah Imamiyah di Iran, sebagai al­ternatif dari Imam al-Gha’ibah. Namun karena imam tersebut tidak muncul juga, maka dimunculkanlah sistem “wilayah al-Faqih”.

          Berkaitan dengan teori Wilayah al-Faqih ini, sebenarnya syiah Imamiyah sendiri berbeda pendapat tentang kewujudannya. Dalam artian sebagian ulama syiah tidak mengakui keabsahan teori tersebut, seperti shekh Murtaza al-Ansori dan syekh al-Sayyid al-Khuu’i, kedua ulama syiah ini terkenal menantang dan mengingkari Wilayah al-Faqih, justeru mereka sangat loyal menunggu kehadiran imam ghaib.[1]
Syi’ah tidak mengakui konsep syura dalam politik Islam, sedangkan Ahlu Sunnah menganggap syura sebagai basis politik Islam.Bahwa tidak mengakui ma’sumnya umat, tetapi mempercayai ma’sumnya imam, sedangkan Ahlu Sunnah berpendapat sebaliknya, dimana yang ma’sum adalah umat, adapun imam tidak ma’sum dari kesalahan terperinci.[2]

PERKEMBANGAN POLITIK SYIAH PADA MASA MODERN
Bertahun – tahun lamanya gerakan syiah hanya berputar di Iran , rumah dan kiblat utama golongan syiah . Namun sejak tahun 1979 , persis ketika  revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah Khomeini dengan cara menumbangkan rejim syiah Reza Pahlevi , syiah meresbes ke berbagai penjuru dunia.[3]
Syi’ah eksis dalam konstelasi politik keagamaan di Indonesia karena mampu mengkonstruksikan dirinya untuk bertahan dengan memperbesar kontribusi dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang cukup signifikan dan memperkokoh soliditas internal serta membangun jaringan kerjasama dengan kelompok Islam lainnya. Syi’ah juga memperkuat keyakinan masyarakat akan paham atau keyakinan yang dianut oleh orang-orang Syi’ah dan pemahaman akan keberhasilan revolusi islam iran tahun 1979.[4]

GERAKAN POLITIK SYI’AH DI INDONESIA
Di Indonesia memang sebagai gerakan politik Syi’ah belum masif, namun tersebarnya kader-kader Syi’ah di lembaga-lembaga politik mengindikasi bahwa ia akan bergerak ke arah tersebut..  Karena, di Indonesia sendiri telah terdapat beberapa gerakan politik Syi’ah seperti Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).  Organisasi  ini  banyak bergerak pada level lokal dan budaya masyarakat.  Mereka mulai berani melakukan ritual-ritual Syiah secara terbuka seperti peringatan Ashura pada tahun 2010 di Bandung. Bagi kelompok Syiah, reformasi merupakan angin segar bagi perkembangan mereka yang lebih besar, bahkan mengarah pada kekuasaan politik sebagaimana mulai dijajaki oleh Jalaludin Rakhmat yang bergabung ke partai politik.[5]
Gerakan Syi’ah mempertahankan eksistensinya dalam konstelasi politik keagamaan di Indonesia, menunjukkan intensitas yang signifikan, utamanya setelah masa reformasi 1998, yang menempatkan ajaran Islam Syi’ah sebagai ideologi gerakan yang sangat kuat dipegang oleh pengikut Islam Syi’ah.[6]

B.     PREMIS
1.      Syi’ah mengadopsi konsep Khilafah dan menggunakan konsep imamah serta Wilayah al Faqih
2.      Syi’ah tidak mengakui konsep syura dalam politik Islam.
3.      Iran sebagai kiblat dan pusat penyebaran syi’ah.
4.      Gerakan politik Syi’ah di Indonesia adalah Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).  Organisasi  ini  bergerak pada level lokal dan budaya masyarakat.

C.     KONKLUSI
Syi’ah mengadopsi konsep Khilafah dan menggunakan konsep imamah serta Wilayah al Faqih. Sehingga, Syi’ah tidak mengakui konsep syura dalam politik Islam. Iran sebagai kiblat dan pusat penyebaran syi’ah menyebarkan pemahamannya di Indonesia melalui Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI).  Organisasi  ini  bergerak pada level lokal dan budaya masyarakat.

FATHIYAH KHASANAH AR RAHMAH (B01217016)




[1] https://www.kiblat.net/2018/09/23/wilayatul-faqih-agenda-politik-kaum-syiah/ di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.00.
[2] cinu-mesir.tripod.com/ilmiah/artikel/isartikel/makalah/Makalah96-02/sayuti_syiah.html di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.10.
[3] http://ahmadhannisyah.blogspot.com/ di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.30.
[6] https://journal.staimsyk.ac.id/index.php/almanar/index/ Syamsul Anwar dan Haedar Nashir : Gerakan Syi’ah Mempertahankan Eksistensinya dalam Konstelasi Politik Keagamaan Di Indonesia 134 Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.30.