SYI’AH DALAM PERSPEKTIF POLITIK
A. OBYEK KAJIAN
1. KAJIAN MATERIAL
Ilmu Kalam
2.
KAJIAN FORMAL
KONSEP
POLITIK SYI’AH
Dengan doktrin Imamah seluruh gerakan syi’ah diarahkan, fanatisme
dibangun, konflik dan perebutan kekuasaan dilakukan. Konsep khilafah yang
menjadi bangunan politik kekuasaan Islam sepeninggal Rosulullah SAW diubah dan
ditandingi dengan konsep bid’ah imamah ini. Syi’ah Imamiah berpendapat bahwa
Allah swt telah menyuruh Rasulullah saw untuk menetapkan penggantinya yaitu Ali
bin Abi Thalib sepeninggal Beliau melalui ayat-ayat yang mereka interpretasikan
sedemikian rupa.
Di samping Ali bin Abi Thalib Syi’ah Imamiah juga mengakui
ke-imaman duabelas orang keturunan Ali bin Abi Thalib. Inilah sebabnya aliran
ini disebut Syi’ah Itsna Asyariah (Syi’ah duabelas imam). Imam yang terakhir
adalah Muhammad bin Hasan yang dinyatakan hilang sejak ayahnya meninggal dunia.
Beliau ini akan muncul kembali pada akhir zaman untuk memimpin dunia secara
adil. Saat ini kelanjutan dari konsep imamah dikenal dengan “Wilayah al-Faqih”
adalah konsep terbaru dari golongan Syiah Imamiyah di Iran, sebagai alternatif
dari Imam al-Gha’ibah. Namun karena imam tersebut tidak muncul juga, maka
dimunculkanlah sistem “wilayah al-Faqih”.
Berkaitan dengan teori Wilayah al-Faqih ini, sebenarnya syiah Imamiyah sendiri berbeda pendapat tentang kewujudannya. Dalam artian sebagian ulama syiah tidak mengakui keabsahan teori tersebut, seperti shekh Murtaza al-Ansori dan syekh al-Sayyid al-Khuu’i, kedua ulama syiah ini terkenal menantang dan mengingkari Wilayah al-Faqih, justeru mereka sangat loyal menunggu kehadiran imam ghaib.[1]
Syi’ah tidak mengakui konsep syura dalam politik Islam, sedangkan
Ahlu Sunnah menganggap syura sebagai basis politik Islam.Bahwa tidak mengakui
ma’sumnya umat, tetapi mempercayai ma’sumnya imam, sedangkan Ahlu Sunnah
berpendapat sebaliknya, dimana yang ma’sum adalah umat, adapun imam tidak
ma’sum dari kesalahan terperinci.[2]
PERKEMBANGAN
POLITIK SYIAH PADA MASA MODERN
Bertahun – tahun lamanya gerakan syiah hanya berputar di Iran ,
rumah dan kiblat utama golongan syiah . Namun sejak tahun 1979 , persis
ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah
Khomeini dengan cara menumbangkan rejim syiah Reza Pahlevi , syiah meresbes ke
berbagai penjuru dunia.[3]
Syi’ah eksis dalam konstelasi politik keagamaan di Indonesia karena
mampu mengkonstruksikan dirinya untuk bertahan dengan memperbesar kontribusi
dalam membangun sumber daya manusia Indonesia yang cukup signifikan dan
memperkokoh soliditas internal serta membangun jaringan kerjasama dengan
kelompok Islam lainnya. Syi’ah juga memperkuat keyakinan masyarakat akan paham
atau keyakinan yang dianut oleh orang-orang Syi’ah dan pemahaman akan
keberhasilan revolusi islam iran tahun 1979.[4]
GERAKAN
POLITIK SYI’AH DI INDONESIA
Di Indonesia memang sebagai gerakan politik Syi’ah belum masif,
namun tersebarnya kader-kader Syi’ah di lembaga-lembaga politik mengindikasi
bahwa ia akan bergerak ke arah tersebut.. Karena, di Indonesia sendiri telah terdapat
beberapa gerakan politik Syi’ah seperti Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan
jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Organisasi
ini banyak bergerak pada level
lokal dan budaya masyarakat. Mereka mulai
berani melakukan ritual-ritual Syiah secara terbuka seperti peringatan Ashura
pada tahun 2010 di Bandung. Bagi kelompok Syiah, reformasi merupakan angin
segar bagi perkembangan mereka yang lebih besar, bahkan mengarah pada kekuasaan
politik sebagaimana mulai dijajaki oleh Jalaludin Rakhmat yang bergabung ke
partai politik.[5]
Gerakan Syi’ah mempertahankan eksistensinya dalam konstelasi
politik keagamaan di Indonesia, menunjukkan intensitas yang signifikan,
utamanya setelah masa reformasi 1998, yang menempatkan ajaran Islam Syi’ah
sebagai ideologi gerakan yang sangat kuat dipegang oleh pengikut Islam Syi’ah.[6]
B.
PREMIS
1.
Syi’ah
mengadopsi konsep Khilafah dan menggunakan konsep imamah serta Wilayah al Faqih
2.
Syi’ah
tidak mengakui konsep syura dalam politik Islam.
3.
Iran
sebagai kiblat dan pusat penyebaran syi’ah.
4.
Gerakan
politik Syi’ah di Indonesia adalah Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan jama’ah
Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Organisasi
ini bergerak pada level lokal dan
budaya masyarakat.
C.
KONKLUSI
Syi’ah mengadopsi konsep Khilafah dan menggunakan konsep imamah
serta Wilayah al Faqih. Sehingga, Syi’ah tidak mengakui konsep syura dalam
politik Islam. Iran sebagai kiblat dan pusat penyebaran syi’ah menyebarkan
pemahamannya di Indonesia melalui Ormas Ahlul Bait Indonesia (ABI) dan jama’ah
Ahlul Bait Indonesia (IJABI). Organisasi
ini bergerak pada level lokal dan
budaya masyarakat.
FATHIYAH KHASANAH AR RAHMAH (B01217016)
[1]
https://www.kiblat.net/2018/09/23/wilayatul-faqih-agenda-politik-kaum-syiah/ di
akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.00.
[2]
cinu-mesir.tripod.com/ilmiah/artikel/isartikel/makalah/Makalah96-02/sayuti_syiah.html
di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.10.
[4] http://s3pi.umy.ac.id/teliti-eksistensi-syiah-dalam-konstelasi-politik-keagamaan-di-indonesia-rifai-abubakar-raih-gelar-doktor/ di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 15.00.
[5]https://www.researchgate.net/publication/321867441_PENGARUH_PEMIKIRAN_DAN_GERAKAN_POLITIK_SYIAH_IRAN_DI_INDONESIA di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul 11.20.
[6] https://journal.staimsyk.ac.id/index.php/almanar/index/ Syamsul
Anwar dan Haedar Nashir : Gerakan Syi’ah Mempertahankan Eksistensinya dalam
Konstelasi Politik Keagamaan Di Indonesia 134 Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, di akses pada 25 Februari 2019 pada pukul
11.30.