Monday, April 22, 2019

(Muhammad Khabib) Ibn Taimiyah


Muhammad Khabib/KPI A2/B91217080
Ilmu Kalam/Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah
A.    Objek Kajian
1.      Objek Material      : Ilmu Kalam
2.      Objek Formal        : Ilmu Kalam dalam Doktrin dan Hasil Pemikiran Ibnu Taimiyah


      Ibnu Taimiyah hidup ditengah-tengah pergolakan seru yang berkepanjangan, dengan dampak kemerosotan politik dan agama. Ia menemukan kondisi umat Islam, di mana kesucian dan kemurnian aqidah Islam telah ternodai oleh percikan-perciakan berbagai amalan bidah dan khurafat dalam agama. Oleh sebab itu dalam kiprah pemurnian aqidah, Ibnu Taimiyah menyusun sasaran-sasaran perjuangan yang cukup beragam, dari perjuangan membalas serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dengan kekuatan fisik, sampai perjuangan untuk mengembalikan  kaum muslimin pada aqidah tauhid.Aspek tauhid adalah merupakan perhatian khusus sebagai prioritas utama dalam sejarah perjuangan Ibnu Taimiyah, di samping aspek-aspek lain. Iamemberantas panji-panji jihad dan ishlah dalam rangka memberantas aktifitas, pemikiran dan tradisi syirik yang berkembang pesat. Dalam menegakkan panji- panji tersebut ia tidak memperdulikan reaksi kemarahan dari berbagai kalangan. Ia membasmi akar-akar aqidah dan berbagai mitos yang menjadi asas dalam segala aktifitas kesyirikan.
a.       Dilarang ziarah kubur
                  Ibnu Taimiyah menghalangi orang-orang yang berziarah ke kubur, menentang tradisi mereka dalam berbagai bentuk kesyirikan, di mana kaum muslimin memohon kepada ahli kubur untuk merealisasikan beberapa tujuan, pertolongan dan perlidungan. Ia dengan vulgarnya menjelaskan secara kritis dalam berbagai forum dan tulisan, bahwah memohon kepada selain Allah itu tidak dibenarkan dalam Islam sebab itu merupakan syirik yang nyata dan merupakan perbuatan ahli bid’ah.
Agaknya, jika dilihat secara makro, sebenarnya tentang ziarah kubur yang dimaksud Ibnu Taimiyah, jika itu membawa dampak kepada kesyirikan. Dalam pengertian jika maksud untuk membuat seseorang menjadi sadar atau insyaf, bahwa suatu saat, semua orang akan merasakan masuk kubur, atau untuk mendoakan agar ahli kubur mendapat rahmat dan syafaat, tentu tidak menjadi persoalan, sebab bukan untuk bertawasul, memintak syafaat dan lain-lain sebagainya. Hal ini barangkali dapat dilihat salah satu pendapatnya yangmengatakan bahwa; berziarah kubur Nabi, sahabat, atau orang-orang yang dianggap shaleh, semua itu hanya merupakan hiasan syaithan, lebih-lebih bila berziarahnya itu sambil meminta-meminta.
b.      Dilarang mentakwilkan Al-Qur’an
Pada dasarnya, munculnya penyelewengan pemahaman aqidah, yakni dengan penerapan filsafat Yunani yang menyebabkan munculnya takwil firman Allah dan penggalian makna lahir kepada makna yang lebih jauh. Dalam masalah- masalah aqidah, saat itu (masa Ibnu Taimiyah) kaum muslimin terbagi menjali dua golongan dan mazhab; salaf dankhalaf.
Salah satu contoh adalah dari kaum Mutazilah yang mentakwilkan makna istawa ‘ala al-arsy itu adalah istaula (menguasai) arsy (bukan bersemayam), atau merajai, dan Allah Azza wa Jalla itu berada di semua tempat. Mereka memang mengingkari keberadaan Allah di atas arsy. Mereka merukan salah satu kaum bidah,  mereka  menafikanru’yah (melihat  Allah diakhirat  kelak) dan menafikan sifat-sifat Allah.Ibnu Taimiyah menuturkan; setiap orang yang ingin menjadi bagian dari golongan yang selamat, maka dia harus kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah dengan pemahaman ulama salaf, dan ketika itu dia berada di jalan Rasulullah Shallallah ‘Alaihi wa Sallam juga para sahabat.
c.       Penjatuhan hukuman kafir
Selain mutazilah kalangan yang lebih mendahulukan akal dalamurusan agama daripada al-Quran dan sunnah, banyak lagidarikalangan kaum bidah yang lain yang terlalu mengikuti hawa nafsu mereka dalam urusan agama, terlebih lagi dalam urusan aqidah. Seperti bid’ahnya kaum Rafidhah,Khawarij,Murjiah. Misalnya dalam hal menjatuhkan vonis kafir terhadap sesama muslim, mereka menvonisnya bedasarkan hawa nafsu. Padahal penjatuhan vonis kafir tersebut adalah hak prerogatif Allah Taala.Ibnu Taimiyah mengingatkan besarnya masalah penjatuhan vonis kafir atau fasiq secara umum. Beliau menyatakan. “ketahuilah bahwa masalah vonis kafir atau fasiq adalah bagian dari masalah nama dan status hukum yang berkaitan dengan janji dan ancaman di Akhirat, dan berhubungan dengan masalah pertemanan dan permusuhan, pembunuhan dan perlindungan dan sebagainya di dunia. Karena Allah Taala mewajibkan Surga bagi orang-orang mukmin dan mengharamkan Surga bagi orang-orangkafir.
Premis 1 : Ibnu Taimiyah berusaha melakukan pemurnian ajaran Islam ditengah terjadinya kekacauan di dalam umat Islam.
Permis 2 : Ibnu Taimiyah melarang adanya ziarah kubur jika terdapat nilai-nilai kesyirikan. Namun jika tidak maka ziarah kubur juga tidak dilarang
Premis 3 : Ibnu Taimiyah melarang untuk mentakwilkan Al-Qur’an
Premis 4 : menurut Ibnu Taimiyah penjatuhan hukuman kafir tidak bisa dijatuhkan oleh manusia, sebab hokum penjatuhan kafir hanya bisa dikeluarkan oleh Allah SWT.

Konklusi : Ditengah kondisi umat Islam yang sedang terjadi kekacauan, Ibnu Taimiyah berusaha melakukan gerakan pemurnian ajaran Islam dengan mengeluarkan pernyataan bahwa tidak diperbolehkan berziarah kubur jika terdapat unsur kesyirikan, tidak boleh mentakwilkan Al-Quran, dan penjatuhan hukuman kafir hanya bisa dijatuhkan oleh Allah SWT saja.