Muhammad Khabib/KPI A2/B91217080
Ilmu Kalam/Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah
A. Objek Kajian
1. Objek Material :
Ilmu Kalam
2. Objek Formal :
Ilmu Kalam dalam Doktrin dan Hasil Pemikiran Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah hidup ditengah-tengah pergolakan seru yang berkepanjangan, dengan dampak kemerosotan politik dan agama. Ia menemukan kondisi umat Islam, di mana kesucian dan kemurnian aqidah Islam telah ternodai oleh percikan-perciakan berbagai amalan bid’ah dan khurafat dalam agama. Oleh sebab itu dalam kiprah pemurnian aqidah, Ibnu Taimiyah menyusun sasaran-sasaran perjuangan yang cukup beragam, dari perjuangan membalas serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam dengan kekuatan fisik, sampai perjuangan untuk mengembalikan kaum muslimin pada aqidah tauhid.Aspek tauhid adalah merupakan perhatian khusus sebagai prioritas utama dalam sejarah perjuangan Ibnu Taimiyah, di samping aspek-aspek lain. Iamemberantas panji-panji jihad dan ishlah dalam rangka memberantas aktifitas, pemikiran dan tradisi syirik yang berkembang pesat. Dalam menegakkan panji- panji tersebut ia tidak memperdulikan reaksi kemarahan dari berbagai kalangan. Ia membasmi akar-akar aqidah dan berbagai mitos yang menjadi asas dalam segala aktifitas kesyirikan.
a. Dilarang ziarah kubur
Ibnu
Taimiyah menghalangi orang-orang yang berziarah ke kubur, menentang tradisi
mereka dalam berbagai bentuk kesyirikan, di mana kaum muslimin memohon kepada
ahli kubur untuk merealisasikan beberapa tujuan, pertolongan dan perlidungan.
Ia dengan vulgarnya menjelaskan secara kritis dalam berbagai forum dan tulisan,
bahwah memohon kepada selain Allah itu tidak dibenarkan dalam Islam sebab itu
merupakan syirik yang nyata dan
merupakan perbuatan ahli bid’ah.
Agaknya, jika
dilihat secara makro, sebenarnya tentang ziarah kubur yang dimaksud Ibnu
Taimiyah, jika itu membawa dampak kepada kesyirikan. Dalam pengertian jika
maksud untuk membuat seseorang menjadi sadar atau insyaf, bahwa suatu saat,
semua orang akan merasakan masuk kubur, atau untuk mendoakan agar ahli kubur
mendapat rahmat dan syafaat, tentu tidak menjadi persoalan, sebab bukan untuk
bertawasul, memintak syafaat dan lain-lain sebagainya. Hal ini barangkali dapat
dilihat salah satu pendapatnya yangmengatakan bahwa; berziarah kubur Nabi,
sahabat, atau orang-orang yang dianggap shaleh, semua itu hanya merupakan
hiasan syaithan, lebih-lebih bila berziarahnya itu sambil meminta-meminta.
b. Dilarang mentakwilkan Al-Qur’an
Pada dasarnya,
munculnya penyelewengan pemahaman aqidah, yakni dengan penerapan filsafat
Yunani yang menyebabkan munculnya takwil firman Allah dan penggalian makna lahir kepada makna yang lebih jauh. Dalam
masalah- masalah aqidah, saat itu (masa Ibnu Taimiyah) kaum muslimin terbagi
menjali dua golongan dan mazhab; salaf dankhalaf.
Salah satu
contoh
adalah
dari
kaum
Mu‟tazilah yang
mentakwilkan
makna istawa
‘ala al-arsy itu adalah istaula (menguasai) arsy (bukan bersemayam), atau merajai, dan Allah Azza wa Jalla
itu berada di semua tempat. Mereka memang mengingkari keberadaan Allah di atas arsy. Mereka merukan
salah satu kaum bid‟ah, mereka menafikanru’yah (melihat Allah diakhirat kelak)
dan menafikan
sifat-sifat Allah.Ibnu Taimiyah
menuturkan; setiap orang yang ingin menjadi bagian dari golongan yang selamat, maka dia harus kembali kepada al-Qur‟an
dan as-Sunnah dengan pemahaman ulama
salaf, dan ketika itu dia berada di jalan Rasulullah Shallallah ‘Alaihi wa Sallam juga para sahabat.
c. Penjatuhan hukuman kafir
Selain
mu‟tazilah kalangan
yang lebih
mendahulukan
akal
dalamurusan
agama daripada
al-Qur‟an dan sunnah, banyak lagidarikalangan kaum bid‟ah yang lain yang
terlalu mengikuti hawa nafsu mereka dalam urusan agama, terlebih lagi dalam
urusan aqidah. Seperti bid’ahnya kaum Rafidhah,Khawarij,Murjiah. Misalnya dalam
hal menjatuhkan vonis kafir terhadap sesama muslim, mereka menvonisnya
bedasarkan hawa nafsu. Padahal penjatuhan vonis kafir tersebut
adalah
hak
prerogatif Allah
Ta‟ala.Ibnu Taimiyah mengingatkan besarnya
masalah penjatuhan vonis kafir atau fasiq secara umum. Beliau menyatakan.
“ketahuilah bahwa masalah vonis kafir atau
fasiq adalah bagian dari masalah nama dan status hukum yang berkaitan dengan
janji dan ancaman di Akhirat, dan
berhubungan dengan masalah pertemanan dan permusuhan, pembunuhan dan perlindungan dan sebagainya di dunia. Karena
Allah Ta‟ala mewajibkan
Surga bagi orang-orang mukmin
dan mengharamkan Surga bagi
orang-orangkafir.
Premis 1 : Ibnu Taimiyah berusaha
melakukan pemurnian ajaran Islam ditengah terjadinya kekacauan di dalam umat
Islam.
Permis 2 : Ibnu Taimiyah melarang
adanya ziarah kubur jika terdapat nilai-nilai kesyirikan. Namun jika tidak maka
ziarah kubur juga tidak dilarang
Premis 3 : Ibnu Taimiyah melarang
untuk mentakwilkan Al-Qur’an
Premis 4 : menurut Ibnu Taimiyah
penjatuhan hukuman kafir tidak bisa dijatuhkan oleh manusia, sebab hokum
penjatuhan kafir hanya bisa dikeluarkan oleh Allah SWT.
Konklusi : Ditengah kondisi umat
Islam yang sedang terjadi kekacauan, Ibnu Taimiyah berusaha melakukan gerakan
pemurnian ajaran Islam dengan mengeluarkan pernyataan bahwa tidak diperbolehkan
berziarah kubur jika terdapat unsur kesyirikan, tidak boleh mentakwilkan
Al-Quran, dan penjatuhan hukuman kafir hanya bisa dijatuhkan oleh Allah SWT
saja.