Muhammad Khabib/KPI A2/B91217080
Ilmu Kalam/Asy’ariyah
Asy’ariyah
A. Objek Kajian
1. Objek Material :
Ilmu Kalam
2. Objek Formal :
Ilmu Kalam dalam Doktrin dan Sistem Politik Asy’ariyah
Latar belakang Asy’ariyah berubah pendirian
dari kedudukannya sebagai pembela kaum Mu’tazilah menjadi pembela kaum salaf di
kalangan ulama yang terjadi perselisihan dan telah menjadi perdebatan yang
terus berkembang[1].
Berangkat dari latar belakang tersebur, Asy’ariyah menjadikan
pendapat-pendapatnya umtuk menyerang kaum Mu’tazilah dan menjadi paham atau aliran yang berdiri
sendiri setelah selama kurang lebih empat puluh tahun sepemikiran dengan
Mu’tazilah. Adapun beberapa
pemikiran teologi dari Asy’ariah adalah sebagai berikut :
a.
Konsep
Ketuhanan dan Hakikat tentang Tuhan
Menurut
kamu Asy’ariyah, tidak dapat dingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena
perbuatan-perbuatannya, disamping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui,
menghendaki, berkuasa dan sebagainya, juga mempunyai pengetahuan, kemauan dan
daya. Menurut al-Baghdadi, terdapat kesepakatan bahwa sifat-sifat Tuhan
tersebut adalah kekal. Sifat-sifat Tuhan tersebut tidaklah sama dengan esensi
Tuhan, tapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Sebagai contoh, jika dikatakan
bahwa Tuhan itu Yang Maha Mengetahui (al-‘Alim) maka arti disini adalah
makhluklah yang menetapkan sifat Yang Maha Mengetahui pada Allah, dan yang
mengetahui itu adalah zat-Nya[2].
Pada intinya, pada ajaran Asy’ariyah ini mengajak pada manusia untuk tidak
memahami sifat-sifat ketuhanan secara harfiyah namun harus dipahami dengan cara
abstraksi.
b. Konsep Keimanan
Menurut kaum asy’ariyah,
mereka berkeyakinan bahwa akal manusia tidak bisa sampai kepada kewajiban
mengenai tuhan. Iman tidak bisa mengenai ma’rifat atau amal. Manusia dapat
mengetahui kewajiban itu hanya melalui wahyu. Wahyulah yang menerangkan dan
mengatakan pada manusia, bahwa ia berkewajiban mengetahui tuhan dan manusia
harus menerima kebebasan ini. Oleh karena itu, iman bagi kaum asy’ari ialah
tasdiq dan batasan iman ialah-tasdiq bi allah, yaitu menerima sebagai benar
kabar tentang adanya tuhan.
c.
Qadimnya Al-Qur’an
Mu’tazilah
mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta
pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah
kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat
bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam rangka
mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-Asy’ari mengatakan
bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu
tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
d.
Melihat Allah
Al
– Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok Otodoks ekstrem, terutama Zahiriah,
yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai bahwa
Allah bersemayam di ‘Arsy. Selain itu, Al-Asy’ari tidak sependapat dengan
Mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah di akhirat. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat
dilihat di akhirat, tetapi tidak digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi
ketika Allah menyebabkan dapat dilihat atau Ia menciptakan kemampuan
penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
e.
Keadilan
Pada
dasarnya Al-Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa allah itu adil. Mereka hanya
berbeda dalam cara pandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat dengan
ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan allah berbuat adil sehingga ia harus
menyiksa orang yang salah dan member pahala kepada orang yang berbuat baik.
Al-Asy’ari berpendapat bahwa allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia
adalah Penguasa Mutlak. Jika Mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manusia
yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahwa allah adalah
pemilik mutlak.
f.
Kedudukan Orang Berdosa
Premis 1 : Asy'ariyah muncul untuk melawan pemikiran dari
Mu'tazilah.
Premis 2 : Ajaran Asy'ariyah berpendapat bahwa Tuhan
mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatanNya.
Premis 3 : Ajaran Asy'ariyah berpendapat bahwa Al-Qur'an
terdiri atas kata-kata, huruf, bunyi. Semua itu tidak melekat pada esensi Allah
dan karenanya tidak qadim.
Premis 4 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa Allah
dapat dilihat di akhirat dan Allah bersemayam di Arsy.
Premis 5 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa Allah
tidak memiliki keharusan apapun sebab Ia Maha Penguasa serta Allah pemikik yang
mutlak.
Premis 6 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa mukmin
yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik. Imannya tidak hilang kecuali
melakukan dosa secara kufur.
Konklusi : kelompok asy'ariyah muncul sebagai bentuk utuk
melawan pemikiran mu'tazilah. Diantara pemjkirannya adalah bahwa ajaran
asy'ariyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat karena
perbuatanperbuatanNya, Al-Qur'an bukan merupakan makhluk Allah dimana itu
berlawanan dengan pendapat mu'tazilah, Allah dapat dilihat di akhirat dan Ia
bersemayam di Arsy, Allah tidak pula memiliki keharusan apapun karena sifatNya
Yang Maha Penguasa, serta seorang mukmin yang berbuat dosa kecuali dosa kifur
tetap menjadi mukmin. Namun sebagai mukmin yang fasik.