Monday, April 22, 2019

(Muhammad Khabib) Asy Ariyah


Muhammad Khabib/KPI A2/B91217080
Ilmu Kalam/Asy’ariyah
Asy’ariyah

A.    Objek Kajian
1.      Objek Material      : Ilmu Kalam
2.      Objek Formal        : Ilmu Kalam dalam Doktrin dan Sistem Politik Asy’ariyah
Latar belakang Asy’ariyah berubah pendirian dari kedudukannya sebagai pembela kaum Mu’tazilah menjadi pembela kaum salaf di kalangan ulama yang terjadi perselisihan dan telah menjadi perdebatan yang terus berkembang[1]. Berangkat dari latar belakang tersebur, Asy’ariyah menjadikan pendapat-pendapatnya umtuk menyerang kaum Mu’tazilah  dan menjadi paham atau aliran yang berdiri sendiri setelah selama kurang lebih empat puluh tahun sepemikiran dengan Mu’tazilah. Adapun beberapa pemikiran teologi dari Asy’ariah adalah sebagai berikut :
a.       Konsep Ketuhanan dan Hakikat tentang Tuhan
Menurut kamu Asy’ariyah, tidak dapat dingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya, disamping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa dan sebagainya, juga mempunyai pengetahuan, kemauan dan daya. Menurut al-Baghdadi, terdapat kesepakatan bahwa sifat-sifat Tuhan tersebut adalah kekal. Sifat-sifat Tuhan tersebut tidaklah sama dengan esensi Tuhan, tapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Sebagai contoh, jika dikatakan bahwa Tuhan itu Yang Maha Mengetahui (al-‘Alim) maka arti disini adalah makhluklah yang menetapkan sifat Yang Maha Mengetahui pada Allah, dan yang mengetahui itu adalah zat-Nya[2]. Pada intinya, pada ajaran Asy’ariyah ini mengajak pada manusia untuk tidak memahami sifat-sifat ketuhanan secara harfiyah namun harus dipahami dengan cara abstraksi.
b.      Konsep Keimanan
Menurut kaum asy’ariyah, mereka berkeyakinan bahwa akal manusia tidak bisa sampai kepada kewajiban mengenai tuhan. Iman tidak bisa mengenai ma’rifat atau amal. Manusia dapat mengetahui kewajiban itu hanya melalui wahyu. Wahyulah yang menerangkan dan mengatakan pada manusia, bahwa ia berkewajiban mengetahui tuhan dan manusia harus menerima kebebasan ini. Oleh karena itu, iman bagi kaum asy’ari ialah tasdiq dan batasan iman ialah-tasdiq bi allah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang adanya tuhan.
c.        Qadimnya Al-Qur’an
Mu’tazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
d.      Melihat Allah
Al – Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok Otodoks ekstrem, terutama Zahiriah, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai bahwa Allah bersemayam di ‘Arsy. Selain itu, Al-Asy’ari tidak sependapat dengan Mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah di akhirat. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika Allah menyebabkan dapat dilihat atau Ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
e.      Keadilan
Pada dasarnya Al-Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa allah itu adil. Mereka hanya berbeda dalam cara pandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat dengan ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan member pahala kepada orang yang berbuat baik. Al-Asy’ari berpendapat bahwa allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah Penguasa Mutlak. Jika Mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahwa allah adalah pemilik mutlak.
f.       Kedudukan Orang Berdosa

Premis 1 : Asy'ariyah muncul untuk melawan pemikiran dari Mu'tazilah.
Premis 2 : Ajaran Asy'ariyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatanNya.
Premis 3 : Ajaran Asy'ariyah berpendapat bahwa Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf, bunyi. Semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
Premis 4 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan Allah bersemayam di Arsy.
Premis 5 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun sebab Ia Maha Penguasa serta Allah pemikik yang mutlak.
Premis 6 : Ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik. Imannya tidak hilang kecuali melakukan dosa secara kufur.

Konklusi : kelompok asy'ariyah muncul sebagai bentuk utuk melawan pemikiran mu'tazilah. Diantara pemjkirannya adalah bahwa ajaran asy'ariyah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatanperbuatanNya, Al-Qur'an bukan merupakan makhluk Allah dimana itu berlawanan dengan pendapat mu'tazilah, Allah dapat dilihat di akhirat dan Ia bersemayam di Arsy, Allah tidak pula memiliki keharusan apapun karena sifatNya Yang Maha Penguasa, serta seorang mukmin yang berbuat dosa kecuali dosa kifur tetap menjadi mukmin. Namun sebagai mukmin yang fasik.





                [1] Fathul Mufid, Menimbang Pokok-Pokok Pemikiran Teoligi Imam Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidi, Fikrah, Vol. 1 No. 12, 2013.
                [2] Diakses dari  http://hikmahpsikologku.blogspot.com/2014/01/pemikiran-teologi-asyariyah.html   pada tanggal 18/03/2019 pukul 21;08 WIB