Tuesday, April 16, 2019

[Hariri] Syi'ah dan Perkembangannya di Indonesia


Syi’ah dan Perkembangannya di Indonesia
Objek Kajian :
1.      Kajian Material : Ilmu Kalam
2.      Kajian Formal : Definisi, sejarah, dokrin Syi’ah dan perkembangannya di Indoensia


Definisi Syi’ah
Secara terminologis Al-Syahrastaniy secara tepat dan komprehensif mendefinisikan:

الشيؼة ىم الذ ين شايؼوا ػليا رضي الله ػنو ػلى الخصوص وقالوا بإ ماميو وخلآ فية نصا ووصية اما جليا
واما خفيا واػتقذوا ا ن الامامة لاتخزخ من اولاده وا ن خزجت فبظلم يكون من غيزه اوبتقية من ػنذه

(Syi‘ah adalah orang-orang yang mengikuti Ali r.a. secara khusus, dan menyatakan masalah imamah dan kekhalifahannya dengan sistem penunjukan dan pendelegasian, yang dibuat baik secara terbuka maupun rahasia, dan meyakini bahwa masalah imamah itu tidak terpisah dari kerturunannya (Al-Syahrastaniy, t.th: 146).[1]

Kemunculan Syi’ah
Kalangan Syiah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khalifah) Nabi Saw. Mereka menolak ke Khalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanyalah Ali Bin Abi Thalib lah yang berhak menggantikan Nabi.[2] Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.[3] Dalam sekte Syi’ah terdapat beberapa kelompok, ada yang ekstrim, moderat, dan ada juga yang liberal. Di antara kelompok yang ekstrim ada yang menempatkan Sayyidina Ali pada derajat kenabian, bahkan ada yang sampai mengangkat Ali pada derajat ke-Tuhanan.[4]

Kekuasaan dan Imamah
Konsep Imamah adalah doktrin syiah yang paling mendasar. Sebuah doktrin yang sudah merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Mungkin saja, seorang syiah menutupi-nutupi ajaran lainnya dengan konsep “ Taqiyah “. Tetapi dalam masalah Imamah ini, seperti mereka tidak bisa bertaqiyah. Ulama kontemporer mereka Muhammad Husen Ali Kasyif al Ghitoi mengarang buku “ Ashlu Syiah wa Usuluha “ dalam rangka untuk ( At-Taqrib ) mendekatkan antara Syiah dan Sunnah, maka buku ini dikirim ke seluruh dunia dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di dalam buku tersebut Muhammad Husen Ali Kasyif al Ghitoi menjelaskan dengan gamblang bahwa masalah Imamah adalah masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan titik perbedaan yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah.[5]

Syi’ah di Indonesia
Perkembangan Syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia. Kedua, pasca revolusi Islam Iran. Ketiga, melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran. Dan keempat, tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.[6] Perkembangan demi perkembangan mutakhir tentang kelompok Syiah di Indonesia semakin harus diwaspadai. Entah apa maksudnya pemerintah sekarang seakan memberi peluang masuknya aliran radikalis seperti Syiah. Pertama, di Pekanbaru imigran gelap asal Afganistan (diduga beraliran Syiah) sangat bebas melakukan aktivitas di masyarakat. Kedua, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menerima kerjasama dengan Syiah membangun masjid-masjid. Dan ketiga, Kementrian Pendidikan berencana melakukan kerjasama kebudayaan dengan Iran. Apakah ini pola-pola agitasi baru dan inviltrasi politik Syiah?
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) patut mencemaskan. Syiah tidak bisa dibaca sebagai sebuah madzhab. Pun juga keliru jika menempatkannya sebagai kelompok yang berbeda fikih. Lebih dari itu, pada kenyataannya, ia merupakan sekte ektrimis-radikal, kelompok politik, dan aliran yang berciri khas melakukan agitasi dan revolusi. Bagi negeri Indonesia yang ber-Pancasila, mereka merupakan ancaman serius.[7] Di Indonesia memang sebagai gerakan politik Syi’ah belum masif, namun tersebarnya kader-kader Syi’ah di lembaga-lembaga politik mengindikasi bahwa ia akan bergerak ke arah habitatnya. Sinyal keberanian tampil sebagai kader Syi’i menunjukkan kepercayaan diri yang lebih tinggi akan “kekuatan” yang telah terbangun.[8]
Namun, Majelis Ulama Indonesia, MUI, menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia kecuali menghimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan beredarnya kelompok Syiah yang ekstrim.[9]
Tahun 2016, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama melaksanakan penelitian tentang perkembangan gerakan Syi’ah di Indonesia. Penelitian dilakukan di Jakarta, Banten (Kota Tangerang), Jawa Barat (Kota Cirebon, Kota Bogor, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Malang , Bondowoso, Jember), Jawa Tengah (Kota Semarang , Kabupaten Banyumas, Jepara, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan), Makassar, Palu dan Medan. Hasil penelitian tersebut telah diseminarkan pada tanggal 14 Desember 2016 di Hotel Millenium Sirih, Jakarta, dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Dinamika Syiah di Indonesia”. Penelitian tersebut adalah penelitian kualitatif, bentuknya studi kasus untuk mendalami, menjelaskan dan mendeskripsikan eksistensi Syiah berkaitan dengan sejarah, kegiatan, lembaga yang dimiliki, struktur organisasi dan sebarannya, serta peran pemerintah daerah. Dalam pengantar buku “Dinamika Syiah di Indonesia” tersebut, Prof. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D (Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI) menyatakan: Dalam konteks Indonesia, perkembangan dan diaspora penganut mazhab Syiah ini tidak dapat dimungkiri telah mengkonstruksi dan menghiasi kehidupan sosial-keagaman di Indonesia. Sehingga, sangat sulit untuk mengatakan bahwa tradisi Islam di Indonesia tidak dipengaruhi oleh tradisi Syiah.
Bahkan tradisi dan ritual tersebut diterima dengan baik oleh umat Islam Indonesia yang mayoritas Sunni seperti halnya tradisi perayaan Asyura di Indonesia. Tradisi semacam ini dipraktikan pula oleh warga nahdliyin yang nota bene pengikut mazhab Sunni. Selain itu, Sunni-Syiah sukses mengislamkan nusantara dan membangun masyarakat dengan nilai Islam yang rahmatan lil’alamin. Ini menunjukkan suksesnya koeksistensi Sunni-Syiah di Indonesia. Berdasarkan realitas itulah, Gus Dur pernah menyatakan bahwa NU adalah Syiah tanpa imamah. Ungkapan Gus Dur tentu saja tidak berlebihan sebab Sunni dan Syiah tidak berbeda kecuali dalam hal imamah. Gus Dur sangat memahami begitu tipisnya perbedaan NU dan Syiah dikarenakan kesamaan dalam meyakini Allah, al-Quran, nabi, kiblat, shalat, haji, dan seterusnya. Faktanya, buku hasil penelitian ini berhasil memotret dengan baik bahwa relasi komunitas Syiah dengan komunitas lainnya (Sunni) berlangsung sangat baik di seluruh wilayah penelitian, terkecuali di Makassar dan Bondowoso dengan adanya sedikit ketegangan di sana. Dengan demikian, dari hasil penelitian ini diharapkan muncul kesadaran umat Islam untuk menghormati dan melindungi saudara sesama Muslim yang berbeda mazhab sebagaimana dijamin UUD 1945.[10]

Premis :
1.      Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan
2.  Masalah Imamah adalah masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan titik perbedaan yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah
3.      Perkembangan Syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang
Konklusi :
Dalam sejarahnya, kemunculan Syiah dimulai setelah terjadinya pembunuhan khalifah Ustman bin ‘Affan. Doktrin dalam Syi’ah ada yang dikenal dengan sebutan konsep Imamah. Masalah dalam konsep tersebut merupakan masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan titik perbedaan yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah. Syi’ah berkembang di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia. Kedua, pasca revolusi Islam Iran. Ketiga, melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran. Dan keempat, tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.

Hariri Ulfa'i Rrosyidah (B91217119)




[3] https://muslim.or.id/8770-sejarah-kemunculan-syi.html diakses pada tanggal 26 Februari 2019 pukul 12.50
[10] https://ahmadsamantho.wordpress.com/2018/08/08/syiah-di-indonesia/ diakses pada tanggal 26 Februari 2019 pukul 13.27