Syi’ah
dan Perkembangannya di Indonesia
Objek Kajian :
1.
Kajian Material
: Ilmu Kalam
2.
Kajian Formal :
Definisi, sejarah, dokrin Syi’ah dan perkembangannya di Indoensia
Definisi
Syi’ah
Secara
terminologis Al-Syahrastaniy secara tepat dan komprehensif mendefinisikan:
الشيؼة ىم الذ ين شايؼوا ػليا رضي الله ػنو ػلى الخصوص وقالوا بإ ماميو وخلآ فية نصا ووصية اما جليا
واما خفيا واػتقذوا ا ن الامامة لاتخزخ من اولاده وا ن خزجت فبظلم يكون من غيزه اوبتقية من ػنذه
(Syi‘ah
adalah orang-orang yang mengikuti Ali r.a. secara khusus, dan menyatakan
masalah imamah dan kekhalifahannya dengan sistem penunjukan dan pendelegasian,
yang dibuat baik secara terbuka maupun rahasia, dan meyakini bahwa masalah
imamah itu tidak terpisah dari kerturunannya (Al-Syahrastaniy, t.th: 146).[1]
Kemunculan
Syi’ah
Kalangan Syiah
sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti
(khalifah) Nabi Saw. Mereka menolak ke Khalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab,
dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanyalah Ali Bin Abi Thalib
lah yang berhak menggantikan Nabi.[2] Syiah mulai muncul
setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu
Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun
awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada
akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka
membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.[3]
Dalam sekte Syi’ah terdapat beberapa kelompok, ada yang
ekstrim, moderat, dan ada juga yang liberal. Di antara kelompok yang ekstrim
ada yang menempatkan Sayyidina Ali pada derajat kenabian, bahkan ada yang
sampai mengangkat Ali pada derajat ke-Tuhanan.[4]
Kekuasaan
dan Imamah
Konsep Imamah adalah doktrin syiah yang paling mendasar.
Sebuah doktrin yang sudah merupakan harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Mungkin saja, seorang syiah menutupi-nutupi ajaran lainnya dengan konsep
“ Taqiyah “. Tetapi dalam masalah Imamah ini, seperti mereka tidak bisa
bertaqiyah. Ulama kontemporer mereka Muhammad Husen Ali Kasyif al
Ghitoi mengarang buku “ Ashlu Syiah wa Usuluha “ dalam rangka untuk ( At-Taqrib
) mendekatkan antara Syiah dan Sunnah, maka buku ini dikirim ke seluruh dunia
dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di dalam buku tersebut Muhammad Husen
Ali Kasyif al Ghitoi menjelaskan dengan gamblang bahwa masalah Imamah adalah
masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan titik perbedaan
yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah.[5]
Syi’ah
di Indonesia
Perkembangan
Syiah di Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan
dengan masuknya Islam di Indonesia. Kedua, pasca revolusi Islam Iran. Ketiga,
melalui intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran. Dan keempat, tahap
keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.[6] Perkembangan demi
perkembangan mutakhir tentang kelompok Syiah di Indonesia semakin harus
diwaspadai. Entah apa maksudnya pemerintah sekarang seakan memberi peluang
masuknya aliran radikalis seperti Syiah. Pertama, di Pekanbaru imigran gelap
asal Afganistan (diduga beraliran Syiah) sangat bebas melakukan aktivitas di
masyarakat. Kedua, pemerintah
melalui Kementerian
Agama (Kemenag) menerima kerjasama dengan Syiah membangun masjid-masjid.
Dan ketiga, Kementrian Pendidikan berencana melakukan kerjasama
kebudayaan dengan Iran. Apakah ini pola-pola agitasi baru dan inviltrasi
politik Syiah?
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) patut mencemaskan. Syiah tidak bisa dibaca sebagai sebuah madzhab. Pun
juga keliru jika menempatkannya sebagai kelompok yang berbeda fikih. Lebih dari
itu, pada kenyataannya, ia merupakan sekte ektrimis-radikal, kelompok politik,
dan aliran yang berciri khas melakukan agitasi dan revolusi. Bagi negeri
Indonesia yang ber-Pancasila, mereka merupakan ancaman serius.[7]
Di Indonesia memang sebagai gerakan politik Syi’ah belum
masif, namun tersebarnya kader-kader Syi’ah di lembaga-lembaga politik
mengindikasi bahwa ia akan bergerak ke arah habitatnya. Sinyal keberanian
tampil sebagai kader Syi’i menunjukkan kepercayaan diri yang lebih tinggi akan
“kekuatan” yang telah terbangun.[8]
Namun, Majelis Ulama
Indonesia, MUI, menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia
kecuali menghimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan
beredarnya kelompok Syiah yang ekstrim.[9]
Tahun 2016,
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
melaksanakan penelitian tentang perkembangan gerakan Syi’ah di Indonesia.
Penelitian dilakukan di Jakarta, Banten (Kota Tangerang), Jawa Barat (Kota
Cirebon, Kota Bogor, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya), Jawa Timur (Kota
Surabaya, Kota Malang , Bondowoso, Jember), Jawa Tengah (Kota Semarang , Kabupaten
Banyumas, Jepara, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan), Makassar, Palu dan Medan.
Hasil penelitian tersebut telah diseminarkan pada tanggal 14 Desember 2016 di
Hotel Millenium Sirih, Jakarta, dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul
“Dinamika Syiah di Indonesia”. Penelitian tersebut adalah penelitian
kualitatif, bentuknya studi kasus untuk mendalami, menjelaskan dan
mendeskripsikan eksistensi Syiah berkaitan dengan sejarah, kegiatan, lembaga
yang dimiliki, struktur organisasi dan sebarannya, serta peran pemerintah
daerah. Dalam pengantar buku “Dinamika Syiah di Indonesia” tersebut, Prof. Abd.
Rahman Mas’ud, Ph.D (Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI)
menyatakan: Dalam konteks Indonesia, perkembangan dan diaspora penganut mazhab
Syiah ini tidak dapat dimungkiri telah mengkonstruksi dan menghiasi kehidupan
sosial-keagaman di Indonesia. Sehingga, sangat sulit untuk mengatakan bahwa
tradisi Islam di Indonesia tidak dipengaruhi oleh tradisi Syiah.
Bahkan tradisi
dan ritual tersebut diterima dengan baik oleh umat Islam Indonesia yang
mayoritas Sunni seperti halnya tradisi perayaan Asyura di Indonesia. Tradisi
semacam ini dipraktikan pula oleh warga nahdliyin yang nota bene pengikut
mazhab Sunni. Selain itu, Sunni-Syiah sukses mengislamkan nusantara dan
membangun masyarakat dengan nilai Islam yang rahmatan lil’alamin. Ini
menunjukkan suksesnya koeksistensi Sunni-Syiah di Indonesia. Berdasarkan
realitas itulah, Gus Dur pernah menyatakan bahwa NU adalah Syiah tanpa imamah.
Ungkapan Gus Dur tentu saja tidak berlebihan sebab Sunni dan Syiah tidak
berbeda kecuali dalam hal imamah. Gus Dur sangat memahami begitu tipisnya
perbedaan NU dan Syiah dikarenakan kesamaan dalam meyakini Allah, al-Quran,
nabi, kiblat, shalat, haji, dan seterusnya. Faktanya, buku hasil penelitian ini
berhasil memotret dengan baik bahwa relasi komunitas Syiah dengan komunitas
lainnya (Sunni) berlangsung sangat baik di seluruh wilayah penelitian,
terkecuali di Makassar dan Bondowoso dengan adanya sedikit ketegangan di sana.
Dengan demikian, dari hasil penelitian ini diharapkan muncul kesadaran umat
Islam untuk menghormati dan melindungi saudara sesama Muslim yang berbeda
mazhab sebagaimana dijamin UUD 1945.[10]
Premis :
1.
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan
khalifah Utsman bin ‘Affan
2. Masalah
Imamah adalah masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan
titik perbedaan yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah
3.
Perkembangan Syiah di Indonesia melalui empat
tahap gelombang
Konklusi
:
Dalam
sejarahnya, kemunculan Syiah dimulai setelah terjadinya pembunuhan khalifah
Ustman bin ‘Affan. Doktrin dalam Syi’ah ada yang dikenal dengan sebutan konsep
Imamah. Masalah dalam konsep tersebut merupakan
masalah yang paling mendasar dalam Syiah Imamiyah dan merupakan titik perbedaan
yang paling penting antara Syiah dengan Sunnah. Syi’ah berkembang di Indonesia melalui
empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di
Indonesia. Kedua, pasca revolusi Islam Iran. Ketiga, melalui intelektual Islam
Indonesia yang belajar di Iran. Dan keempat, tahap keterbukaan melalui
Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia.
Hariri Ulfa'i Rrosyidah (B91217119)
[3] https://muslim.or.id/8770-sejarah-kemunculan-syi.html diakses pada tanggal
26 Februari 2019 pukul 12.50
[5] http://www.annasindonesia.com/read/1365-syiah-antara-gerakan-politik-dan-aliran-agama diakses pada
tangggal 26 Februari 2019 pukul 13.06
[7] https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-fikr/read/2015/01/06/36293/infiltrasi-politik-syiah-nkri-siaga-satu.html diakses pada tanggal 26 Februari pukul 12.30
[8] https://www.nahimunkar.org/gerakan-sesat-syiah-perspektif-politik-dan-hukum/ diakses pada
tangggal 26 Februari pukul 13.10
[9] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151025_indonesia_syiah_bogor diakses pada
tanggal 26 Februari 2019 pukul 13.12
[10] https://ahmadsamantho.wordpress.com/2018/08/08/syiah-di-indonesia/ diakses pada
tanggal 26 Februari 2019 pukul 13.27