Nama
: Hijratu Rahmatin Nadzifa
NIM : B01217021
Pengaruh Syiah di Indonesia
Objek Kajian :
Kajian
Material : Ilmu Kalam
Kajian
Formal : Pengaruh Syiah di Indonesia
Kajian tentang Syi'ah di Indonesia, telah dilakukan oleh sejumlah ahli dan pengamat sejarah, sebagian besar diantaranya berkesimpulan bahwa orang-orang Persia -yang pernah tinggal di Gujarat- yang berpaham Syiahlah yang pertama kali menyebarkan Islam di Indonesia.
Bahkan dikatakan Syi'ah pernah menjadi kekuatan politik yang tangguh di nusantara. M Yunus Jamil dalam bukunya Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh (1968) menulis kerajaan Islam yang pertama berdiri di Nusantara adalah Kerajaan Peureulak (Perlak) yang didirikan pada 225H/845M. Pendiri kerajaan ini adalah para pelaut-pedagang Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat dan mengangkat seorang Sayyid Maulana 'Abd al-Aziz Syah, keturunan Arab-Quraisy, yang menganut paham politik Syi'ah, sebagai sultan Perlak.
Agus Sunyoto, staf Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam (LPII) Surabaya yang dipimpin Dr Saleh Jufri, seperti dilaporkan Majalah Prospek (10 Nopember 1991), melalui penelitiannya menyimpulkan, bahwa Syaikh 'Abd al-Ra'uf Al-Sinkli, salah seorang ulama besar nusantara asal Aceh pada abad ke-17, adalah pengikut dan penggubah sastra Syi'ah. Ia pun setelah melakukan penelitian terhadap kuburan-kuburan di Jawa Timur, berkesimpulan bahwa dari segi fisik dan arsitekturnya itu adalah kuburan-kuburan orang Syi'ah.
Bahkan Agus Sunyoto lewat bukti-bukti sejarah, berspekulasi, sebagian besar dari Walisongo adalah ulama Syi'ah. Dengan tegas ia menulis, Syekh Maulana Malik Ibrahim, guru dari semua sunan wali songo adalah Syiah. Masuknya karya-karya pemikir Syiah di Indonesia menjadi oase baru bagi intelektual Indonesia. Kajian filsafat yang diusung oleh Syiah menjadi diskursus dalam pemikiran yang tidak pernah terputus untuk dikaji. Pemuda-pemudi di kalangan kampus begitu antusias, untuk mendiskusikan pemikiran-pemikiran Syiah. Akan tetapi begitu mendengar kerusuhan di Sampang, banyak orang terhentak kaget. Disharmoni antara Suni dengan Syiah kembali terkuak.
Mazhab Syafi'i
Dalam masyarakat NU, pengaruh Syi'ah pun cukup kuat di dalammya, Dr Said Agil Siraj, Wakil Katib Syuriah PBNU secara terang mengatakan, "Harus diakui, pengaruh Syi'ah di NU sangat besar dan mendalam. Kebiasaan membaca Barzanji atau Diba'i yang menjadi ciri khas masyarakat NU misalnya, jelas berasal dari tradisi Syi'ah".
KH Abdurrahman Wahid bahkan pernah mengatakan bahwa Nahdatul Ulama secara kultural adalah Syi'ah. Ada beberapa shalawat khas Syi'ah yang sampai sekarang masih dijalankan di pesantren-pesantren. Ada wirid-wirid tertentu yang jelas menyebutkan lima keturunan Ahlul Bait. Kemudian juga tradisi ziarah kubur, lalu membuat kubah pada kuburan. Itu semua tradisi Syi'ah. Tradisi itu lahir di Indonesia dalam bentuk mazhab Syafi'i padahal sangat berbeda dengan mazhab Syafi'i yang dijalankan di negara-negara lain.
Kiai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menyebut bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah dalam corak keislaman di Indonesia adalah praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian) menjelang salat yang biasa dipraktikkan di kalangan warga nahdliyyin (NU). Nyanyian itu berisi pujian untuk “ahl al-bait” atau keluarga Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan Syiah.
Bunyi nyanyian itu ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al-waba’ al-hathimah, al-Mushthafa wa al-Murtadla, wa ibnahuma wa al-Fathimah. Terjemahannya: Aku memiliki lima “jimat” untuk memadamkan epidemi yang mengancam; mereka adalah al-Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al-Murtadla (yakni Ali ibn Abi Talib, menantu dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan dan Husein), dan Fatimah (isteri Ali). Gus Dur menyebut gejala ini sebagai “Syiah kultural” atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan dari segi akidah.
Ritus-ritus Tabut di Bengkulu dan Sumatera dan Gerebek Sura di Jogjakarta dan Ponorogo adalah ritus teologi Syiah yang datang dari Gujarat-Persia. Doktor Muhammad Zafar Iqbal dalam bukunya, Kafilah Budaya meruntut berbagai fakta tentang adanya pengaruh-pengaruh tradisi Syiah dan Iran di tanah air terutama bagi masyarakat Minangkabau yang masih terjaga sampai kini.
Perguruan Tinggi pertama di Aceh bernama Universitas Syiah Kuala, menunjukkan fakta lainnya. Universitas yang disingkat Unsyiah yang diresmikan berdirinya oleh Presiden Soekarno tahun 1959 menunjukkan bahwa idiom Syiah telah sangat dikenal masyarakat.
Karena kuatnya unsur-unsur Syiah dalam corak keislaman di Indonesia inilah, hubungan antara Sunni dan Syiah, sejak dahulu, berlangsung dengan cukup bersahabat. Pada saat Gus Dur memimpin ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU), sejak 1984-1999, hubungan antara kalangan NU dan Syiah juga cukup bersahabat.
Namun yang patut di sesalkan adalah adanya sebagian besar kalangan salafi di Indonesia yang menampakkan antipati yang mendalam terhadap kelompok Syiah. Kelompok ini yang sangat dipengaruhi oleh doktrin Wahabisme dan sekarang juga tumbuh menjamur di beberapa kota, terutama di Jakarta. Bagi mereka, Syiah dianggap sebagai kelompok yang sudah keluar dari Islam. Dan terus menyebarkan fitnah di tengah masyarakat awam dan menciptakan perselisihan antara umat islam.
Premis
:
1.
Kajian tentang Syi'ah di Indonesia, telah
dilakukan oleh sejumlah ahli dan pengamat sejarah
2.
Masuknya karya-karya
pemikir Syiah di Indonesia menjadi oase baru bagi intelektual Indonesia.
3.
Ritus-ritus Tabut di Bengkulu dan Sumatera dan
Gerebek Sura di Jogjakarta dan Ponorogo adalah ritus teologi Syiah yang datang
dari Gujarat-Persia.
Konklusi :
Perkembangan syiah di
Indonesia melalui empat tahap gelombang, yaitu: Pertama, bersamaan dengan
masuknya Islam di Indonesia; Kedua, pasca revolusi Islam Iran; Ketiga, Melaui
Intelektual Islam Indonesia yang belajar di Iran; dan Empat, Tahap keterbukaan
melaui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indoensia. Secara prisnsip
tulisan ini tentu sangat singkat bila dibandingkan dengan luasnya problematika
perkembangan Syiah di Indonesia. Apalagi penelitian ini dilakukan berdasarkan
data-data tertulis semata, sehingga hanya bisa menjawab persoalan-persolan
secara 32 Moh. Hasim HARMONI Oktober - Desember 2012 tekstual. Persoalan riil
Syiah memiliki kompleksitas masalah dengan latar belakang sosial rumit, tidak
semata-mata lahir dari perbedaaan ideologi.
Daftar Pustaka
Abbas,
Sirajuddin, 1989. I’iqad Ahlussunnah wal Jama’ah.Jakarta: Penerbit Pustaka
Tarbiyah.
Al-Habsyi,
Husein, 1991. Sunnah Syiah dalam Dialog: Antara Mahasiswa UGM dan UII Yogja
dengan Husein Al-Habsyi, Solo: Yayasan Ats-Tsaqalain.
Endraswara,
2006.Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi, Epistemologi, dan
Aplikasi. YogJakarta, Pustaka Widiatama.
Koentjaraningrat,
1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia
Ramadhan,
Muhammad. 2009. Hubungan Sosial Tengkulak dan Petani (Studi Kasus: Hubungan
Patron Client Pada Masyarakat Petani Di Desa Kampung Mesjid, Kecamatan Kualuh
Hilir, Kabupaten Labuhan Batu). Medan: Departemen Sosiologi Universitas
Sumatera Utara
Soekanto,
Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soemardjan, S. & Soelaeman, S. 1972. Setangkai Bungan Sosiologi. Jakarta:
Lembaga