ASY’ARIYAH DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI
A. OBYEK KAJIAN
1. KAJIAN MATERIAL
Ilmu Kalam
2.
KAJIAN FORMAL
Dokrin-Dokrin
Teologi Al-Asy'ari.
1. Tuhan dan Sifatnya.
Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebut di dalam al-Quran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, qadīm, dan berdiri di atas zat tuhan. Seringkali disebut dengan wajibul wujud. [1] Perbedaan pendapat di kalangan mutakallimin mengenai sifat-sifat Allah tidak dapat dihindarkan walaupun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib. Al-Asy'ari di hadapkan dua pandangan ekstrim. Di satu pihak ia berhadapan dengan kelompok mujasimah dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensinya. Adapun tangan , kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara arfiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-as'ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat di bandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh dengan menyangkut realitasnya (hagigah) tidak terpisah dari esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya. [2]
1. Tuhan dan Sifatnya.
Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebut di dalam al-Quran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, qadīm, dan berdiri di atas zat tuhan. Seringkali disebut dengan wajibul wujud. [1] Perbedaan pendapat di kalangan mutakallimin mengenai sifat-sifat Allah tidak dapat dihindarkan walaupun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib. Al-Asy'ari di hadapkan dua pandangan ekstrim. Di satu pihak ia berhadapan dengan kelompok mujasimah dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensinya. Adapun tangan , kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara arfiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-as'ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat di bandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh dengan menyangkut realitasnya (hagigah) tidak terpisah dari esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya. [2]
2.
Al-Quran.
Menurutnya,
al-Quran adalah qadīm dan bukan makhluk yang diciptakan.
Pandangan
al-Asy’ari di atas berdasar pada firman Allah yang berbunyi:
إنما قولنا لشئ إذا أرادنه أن نقول له كن فيكون
Sesungguhnya
perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya
mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia (QS
al-Nahl/16: 40) .[3]
3. Melihat
Tuhan.
Pandangan
al-Asy’ari tentang melihat Tuhan, ia mengatakan bahwa setiap yang ada, pasti
dapat dilihat. Oleh karena Tuhan ada, maka Ia dapat dilihat. Ini dapat
diketahui dari wahyunya bahwa orang-orang mukmin akan melihat-Nya di hari
kiamat nanti, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
وجوه يومئذ ناضرة . إلى ربها ناظرة
Di
hari itu wajah mereka (yang beriman) akan berseri-seri. Kepada Tuhan, mereka
melihat” (QS al-Qiyamah/75: 22).
4. Pelaku Dosa Besar
Terhadap dosa besar Al-Asy'ari, sebagai wakil ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun malakukan dosa besar, seperti bercinta dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besarnya di lakukannya dengan anggapan bahwa hal ini di bolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.[4]
Adapun balasan di akhirat kelak pelaku dosa besar apabila ia meninggalkan dan tidak dapat bertaubat, maka menurut Al-asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa itu mendapat syafaat nabi Saw, sehingga terlepas dari siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya. Stelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, dia akan di maksudkan kedalam surga. Muslim yang berbuat Dosa dan tidak sempat bertobat di akhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
4. PerbuatanTuhan
Menurut aliran Asy-ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik manusia, sebagaimana dikatakan kaum mu'tazilah, tidak dapat di terima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlah Tuhan. Hal ini di tegaskan Al-Ghazali ketika mengatakan bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian Tuhan dapat berbuat dengan sekendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagai mana di katakan Al-Ghazali, perbuatan bersifat tidak wajib (ja'iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.[5]
Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tidak berkewajiban apa-apa, aliran Asy-ariyah menerima faham pemberian beban diluar ke mampuan manusia. Al-Asy'ari sendiri, dengan tegas mengatakan alluma, bawa Tuhan dapat meletakkan yang dapat di pikul pada manusia.[6]
Aliran Al-asy'ariah berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut Al-Qur'an dan Hadist. Disini timbullah persoalan bagi Asy'ariyah karena di dalam Al-Qur'an dikatakan tagas bahwa siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mangatasi ini, kata-kata Arab, "man alaldzina" dan sebainya yang menggambarkan arti siapa, diberi interpretasi oleh As-Asy'ari, bukan semua orang tetapi sebagian. Dengan demikian kata siapa dalam ayat "Barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka ia sebanarnya menelan api masuk kedam perutnya "mengandung bukan seluruh, tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim. Adapun yang sebagian lagi akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak tuhan, dengan interprestasi demikianlah.[7]
5. Perbuatan Manusia
Menurutnya, perbuatan manusia diciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri. Dalam faham asy-'ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya.. Untuk menjelaskan dasar pijakannya,asy'ari,pendiri aliran Asy'ariyah, memakai teori al-kasb. Teori al-kasbAsy'ari dapat dijelaskan sebagai berikut : sehingga menjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasap utuk melakukan perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori khasb ini, manusia kehilangan keaktifan, sehingga mereka bersifat fasif dalam perbuatanya.
Pada prinsipnya, aliran Asy-ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia di ciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mengujudkan. Allah menciptakan perbuatan manusia dan menciptakan pula pada diri manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb bagi manusia.[8]
6. Kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan.
Kaum Asy'ariyah, karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya,yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, keadilan tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya. Tuhan dapat memberi pahala kepada hambanya atau memberi siksa dengan sekehendak hatinya,dan itu semua adalah adil bagi tuhan.[9]
Aliran Asy'ariyah yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatanya, mengemukakan bahwa kekuasaan dan kehendak dan perbuatannya, mengemukakan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan haruslah berlaku semutlak-mutlaknya. Al-asy'ari sendiri Tuhan yang dapat membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat Tuhan. Malah lebih jauh di katakan oleh asy'ari, kalau emang tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh manusia.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran Asy'ariyah memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehendak hatinya. Dengan demikian, ketidak-adilan di fahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendaknya terhadap makhluk-Nya atau dengan kata lain di katakan tidak adil bila di pahami Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.[10]
4. Pelaku Dosa Besar
Terhadap dosa besar Al-Asy'ari, sebagai wakil ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun malakukan dosa besar, seperti bercinta dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besarnya di lakukannya dengan anggapan bahwa hal ini di bolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.[4]
Adapun balasan di akhirat kelak pelaku dosa besar apabila ia meninggalkan dan tidak dapat bertaubat, maka menurut Al-asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa itu mendapat syafaat nabi Saw, sehingga terlepas dari siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya. Stelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, dia akan di maksudkan kedalam surga. Muslim yang berbuat Dosa dan tidak sempat bertobat di akhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
4. PerbuatanTuhan
Menurut aliran Asy-ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik manusia, sebagaimana dikatakan kaum mu'tazilah, tidak dapat di terima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlah Tuhan. Hal ini di tegaskan Al-Ghazali ketika mengatakan bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian Tuhan dapat berbuat dengan sekendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagai mana di katakan Al-Ghazali, perbuatan bersifat tidak wajib (ja'iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.[5]
Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tidak berkewajiban apa-apa, aliran Asy-ariyah menerima faham pemberian beban diluar ke mampuan manusia. Al-Asy'ari sendiri, dengan tegas mengatakan alluma, bawa Tuhan dapat meletakkan yang dapat di pikul pada manusia.[6]
Aliran Al-asy'ariah berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut Al-Qur'an dan Hadist. Disini timbullah persoalan bagi Asy'ariyah karena di dalam Al-Qur'an dikatakan tagas bahwa siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mangatasi ini, kata-kata Arab, "man alaldzina" dan sebainya yang menggambarkan arti siapa, diberi interpretasi oleh As-Asy'ari, bukan semua orang tetapi sebagian. Dengan demikian kata siapa dalam ayat "Barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka ia sebanarnya menelan api masuk kedam perutnya "mengandung bukan seluruh, tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim. Adapun yang sebagian lagi akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak tuhan, dengan interprestasi demikianlah.[7]
5. Perbuatan Manusia
Menurutnya, perbuatan manusia diciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri. Dalam faham asy-'ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya.. Untuk menjelaskan dasar pijakannya,asy'ari,pendiri aliran Asy'ariyah, memakai teori al-kasb. Teori al-kasbAsy'ari dapat dijelaskan sebagai berikut : sehingga menjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasap utuk melakukan perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori khasb ini, manusia kehilangan keaktifan, sehingga mereka bersifat fasif dalam perbuatanya.
Pada prinsipnya, aliran Asy-ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia di ciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mengujudkan. Allah menciptakan perbuatan manusia dan menciptakan pula pada diri manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb bagi manusia.[8]
6. Kehendak mutlak tuhan dan keadilan tuhan.
Kaum Asy'ariyah, karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya,yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, keadilan tuhan mengandung arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya. Tuhan dapat memberi pahala kepada hambanya atau memberi siksa dengan sekehendak hatinya,dan itu semua adalah adil bagi tuhan.[9]
Aliran Asy'ariyah yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatanya, mengemukakan bahwa kekuasaan dan kehendak dan perbuatannya, mengemukakan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan haruslah berlaku semutlak-mutlaknya. Al-asy'ari sendiri Tuhan yang dapat membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat Tuhan. Malah lebih jauh di katakan oleh asy'ari, kalau emang tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh manusia.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran Asy'ariyah memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan dapat berbuat sekehendak hatinya. Dengan demikian, ketidak-adilan di fahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendaknya terhadap makhluk-Nya atau dengan kata lain di katakan tidak adil bila di pahami Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.[10]
B. PREMIS:
1.
Tuhan
bersifat wajibul wujud, qadim dan azali.
2.
al-Quran
adalah qadīm dan bukan makhluk yang diciptakan.
3.
Tuhan
dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
4.
Muslim
yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat di akhir hidupnya tetap mukmin.
Penghukuman dosa besar bergantung pada kebijakan tuhan yang maha berkehendak
Mutlak.
5.
perbuatan
manusia di ciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk
menwujudkan (kasb). Allah menciptakan perbuatan manusia dan menciptakan pula
pada diri manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut.
6.
Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak
hati-Nya. Tuhan dapat memberi pahala kepada hambanya atau memberi siksa dengan
sekehendak hatinya,dan itu semua adalah adil bagi tuhan.
C.
KONKLUSI:
Asy’ari beranggapan Tuhan bersifat wajibul wujud, azali dan qadim. Yang meyakini al-Qur’an bukan makhluk yang diciptakan dan bersifat qadim. Menganggap tuhan mempunyai kekuasaan mutlak atas makhluknya, tapi manusia diberi daya untuk melahirkan perbuatan yang dilakukannya. Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. Muslim yang berbuat dosa tidak dihukumi kafir, penghukuman dosa bergantung pada kebijakan tuhan.
FATHIYAH KHASANAH AR RAHMAH (B01217016)
Asy’ari beranggapan Tuhan bersifat wajibul wujud, azali dan qadim. Yang meyakini al-Qur’an bukan makhluk yang diciptakan dan bersifat qadim. Menganggap tuhan mempunyai kekuasaan mutlak atas makhluknya, tapi manusia diberi daya untuk melahirkan perbuatan yang dilakukannya. Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. Muslim yang berbuat dosa tidak dihukumi kafir, penghukuman dosa bergantung pada kebijakan tuhan.
FATHIYAH KHASANAH AR RAHMAH (B01217016)
[1] https://www.referensimakalah.com/2016/07/pokok-pokok-ajaran-al-asyariyah.html
[2] https://www.kompasiana.com/suchi/5bb2ea8ec112fe66f10640e2/sejarah-munculnya-asy-ariyah-dan-maturidiyah
[3] http://www.suaramuhammadiyah.id/2016/06/23/asyariyah-madzhab-tengahan/
[4] http://kalamstai.blogspot.com/2017/03/aliran-asyariyah.html
[5] https://almanhaj.or.id/3011-apakah-al-asyariyyah-termasuk-ahlu-sunnah.html
[6] https://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2016/04/14/19878/mengenal-madzab-asyari-dan-akidah-ahlus-sunnah.html
[7] https://www.kompasiana.com/izulbungsu0013/5bb341e76ddcae22133550b3/aliran-al-asy-ariyah-dan-maturidiyah-dalam-prespektif-ilmu-kalam?page=all
[8] https://www.kompasiana.com/uswatunhasanah1771/5bac661faeebe102670f2c14/paham-asy-ariyah-dan-perkembangan-nya?page=all
[9] https://www.fatihsyuhud.net/pokok-pokok-ajaran-aqidah-asyariah/
[10] https://www.kompasiana.com/muksalmina.mta/551b62b9a333118d20b65e60/sejarah-dan-pemikiran-golongan-asy-ariyah-ahlu-sunnah-wal-jamaah