Nama : Hijratu Rahmatin
Nadzifa / A2
NIM : B01217021
Pengaruh
Khawarij di Zaman milineal.
Objek Kajian
Kajian Material : Ilmu Kalam
Kajian Formal : Pengaruh Khawarij di Zaman Milenial
Khawarij
dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai ediologinya sendiri.
Termasuk ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah
keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran
mereka dianggap kafir. Secara etimologis kata Khawarij berasal dari kata bahasa
Arab, yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini
yang mendasari Syaharastani untuk menyebut Khawarij terhadap orang yang
memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian estimologi ini pula, Khawarij
berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Mereka juga
menyebut kelompoknya dengan Syurah, berasal dari kata Yasyri (menjual),
sebagaimana ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 207. Yaitu 207. dan di
antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya adalah orang
yang bersedia mengorbankan dirinya untuk Allah. Kaum Khawarij dalam sejarah
permulaannya memang terkenal dengan aliran yang mengutamakan zuhud dan ibadah,
mereka mengusahakan agar pada diri-diri mereka tercetak simbolik ketakwaan.
Karena itu mereka sangat memaksakan dalam hal ibadah.
Dalam
catatan sejarah, untuk pertama kalinya, Khawarij muncul sejak zaman Rasulullah.
Kemudian ide mereka ini menemukan momentumnya di zaman Usman ibn Affan, sampai
zaman Ali ibn Abi Thalib. Pada zaman Ali mereka menjadi kelompok yang sangat
kuat dan terorganisir. Adapun yang dimaksud dengan pengertian Khawarij secara
umum yaitu dimulai dari peristiwa ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib naik
menjadi khalifah pada tahun 656, ia melakukan perombakan-perombakan dalam
pemerintahannya. Antara lain adalah memecat gubernur-gubernur di wilayah
kekuasaannya, diantara gubernur itu adalah Muawiyah yang menjabat sebagai
gubernur Damaskus yaitu Muawiyah, ia tidak terima dengan pemecatan ini dan
kemudian memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, akhirnya pecahlah
pemberontakan itu dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/ 657.
Dari
peristiwa inilah kelompok yang keluar ini disebut sebagai Khawarij. Kelompok
Khawarij mulanya memandang Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan pasukannya berada di
pihak yang benar karena Ali Bin Abi Thalib merupakan Khalifah sah yang telah
dibaiat mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah
karena memberontak khalifah yang sah. Terlebih berdasarkan estimasi Khawarij,
kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir memperoleh kemenangan pada
peperangan itu. Tetapi karena Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima tipu daya
licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi hilang.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan
damai kelompok Muawiyah, sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu, namun
karena desakan sebagian pengikutnya terutama ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin
Qais, Mas’ud bin Fudaki alTamimi dan Zeid bin Husain al-Thai, dengan sangat
terpaksa Khalifah Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Al-Asytar (komandan
pasukannya) untuk menghentikan peperangan. Dalam lapangan politik mereka
mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu itu. Menurut keyakinan
mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan
bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam.
Khalifah yang terpiliha akan terus memegang kekuasaannya selam ia bersikap Adil
dan menjalankan syariah Islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran
Islam ia wajib dijatuhkan atau dibunuh. Pada saat itulah Usman dan Ali, bagi
mereka telah menjadi kafir. Demikian pula halnya Mu’awiyah, Amr ibn al-‘Ash,
Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar
syariah agama.
Golongan-Golongan
Khawarij Kata khawarij berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi khawarij
merupakan bentuk jamak dari kata khaarij (orang yang keluar). Berarti dapat
disimpulkan pengertian khawarij secara etimologi adalah orang-orang yang
keluar. Namun selain kata tersebut, ada beberapa nama-nama lain yang
disandarkan kepada kaum Khawarij diantaranya: Al-Haruriyah, . Asy-Syuraah, dan.
Al-Muhakkimah
1. Al
Muhakamiyah Al Muhakkimiyah, mereka berkata : "Siapa yang berhukum kepada
makhluk adalah kafir." Kelompok muhakamiyah adalah mereka yang tidak
menaati ali ibnu abi thalib setelah terjadinya tahkim (arbitrasi). Mereka
berkumpul di sebuah desa bernama Harurah. Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah
ibn al Kawa, Atab ibn al Awar, Abdullah ibn Wahab Al Razi, Urwah ibn Jarir, Yazid
ibn Abi Ashim Al Muharibi, Harqus ibn Zuhair Al Bahali, yang dikenal dengan An
Najdiah. Jumlah kelompok ini sekitar dua belas ribu yang taat melakukan shalat
dan puasa.
2. Azariqah
Al Azariqah, mereka berkata : "Kami tidak tahu seorang pun yang
Mukmin." Dan mereka mengkafirkan kaum Muslimin (Ahli Qiblat) kecuali orang
yang sepaham dengan mereka. Al Azariqah adalah kelompok pendukung Abu Rayid
Nafi ibn Al Azraq (60 H), yang memberontak terhadap pemerintahan ali ibn abi
thalib. Ia melarikan diri dari Basrah ke Ahwaz dan kemudian berhasil menguasai
Ahwaz dan daerah daerah sekelilingannya seperti kirman di masa Abdullah ibn
Zuhair sesudah berhasil membunuh gubernurnya. Kelompok ini mengkafirkan utsman,
Thalhah, Zubair, Aisyah, Abdullah ibn Abbas dan kaum muslim yang tidak
sependapat dengan mereka dan menganggap orang yang tidak sependapat dengan
mereka sebagai Al musuh dan kekal di dalam neraka.
3. An
Najadaat Al Aziriah Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti pemikiran
seorang yang bernama Nazdah ibn Amir Al-Hanafi yang menetap di Yaman. Ajaran
agama menurut kelompok ini terdiri dari dua hal: Pertama mengenal Allah, para
Rasul, haram membunuh sesama muslim, mengakui secara umum apa yang di turunkan
Allah.semua ini wajib bagi setiap orang mengenalnya, kejahilan tidak dapat
dijadikan alasan. Kedua, selain yang yang disebut di atas, kejahilan dapat
dijadikan alasan seperti dalam menetapkan yang halal dan haram. Menurut mereka
kemungkinan saja mujtahid salah dalam menetapka hukum kepadanya dapat dikenakan
hukuman sebelum adanya bukti yang kuat memberatkan dirinya sebagai orang yang
kafir. Nama lain kelompok Annajdah adalah Al-Azariah karena menurut mereka
kejahilan tidak dapat dijadikan uzur dalam penerapan hukum fiqih.
Premis
:
1. Dalam
lapangan politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu
itu.
2. Menurut
mereka kemungkinan saja mujtahid salah dalam menetapka hukum kepadanya dapat
dikenakan hukuman sebelum adanya bukti yang kuat memberatkan dirinya sebagai
orang yang kafir.
3. Terlebih
berdasarkan estimasi Khawarij, kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir
memperoleh kemenangan pada peperangan itu.
Konslusi
:
Setelah
Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima Tahkim, mereka tidak lagi mengakui
kekhalifahannya bahkan mengkafirkannya. begitu juga mereka tidak mengakui
kekhalifahan Muawiyah dan seluruh khalifah dari Bani Umayyah dan mengkafirkan
semuanya. Bahkan mereka mengkafirkan Siti Aisyah, Thalhah, Az-Zubair, Amr bin
Ash dan Abu Musa al Asy’ari. Secara umum mereka mengkafirkan setiap orang
Muslim yang tidak sependapat dengan mereka dan tidak sealiran dengan mereka.
Mereka menganggap negeri-negeri kaum muslimin yang tidak seide dengan mereka
sebagai negeri kafir yang darah dan harta bendanya mereka halalkan, bahkan
darah dari anak-anak kecil sekalipun Prinsip kedua mereka adalah, kewajiban
memberontak terhadap penguasa yang dzalim. Disinilah sisi bahaya dari semua gerakan
Khawarij, andaikata permasalahan mereka hanya terbatas pada perselisihan
teoritis dalam pendapat atau perdebatan dengan argument, maka permasalahan
mereka lebih ringan.
Daftar
Pustaka
__________,
Majmā’ al-Fatāwā, Maktabah, Ibnu Taimiyah, t. th..
Aḫmad
‘Usmānī, Syabbīr, al-Fatḥ al-Mulkin bi Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Damaskus: Dār
al-Qolam, 2006.
Al-‘Aini,
Badri al-Din, Umdah al-Qari Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, Beirut: Dar Ihya alTurats
al-‘Arabi, t.th.
al-Nawawi,
Muḥyi al-Dīn Yahya ibn Sharaf, Sharḥu al-Nawāwī ‘alā Ṣaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār
Ihya al-Turāts, 1392.
Bukhārī,
‘Abū ‘Abdi Allāh Muḫammad ibn Ismā’il ibn Ibrāhīm ibn Mughīrah, alJāmi al-Ṣaḥīh,
Beirut: Dār Ibnu Katsīr, 1987.
Ibnu
Taimiyah, Ahmad ibn ‘Abdi Al-Halim, al-Nubuwwat, Beirut: Dār Al-Kitab Al-
‘Arabi, 1985.