Tuesday, April 9, 2019

[Hijratu R Nadzifa] Khawarij


Nama : Hijratu Rahmatin Nadzifa / A2
NIM   : B01217021
Pengaruh Khawarij di Zaman milineal.
Objek Kajian
            Kajian Material : Ilmu Kalam
            Kajian Formal : Pengaruh Khawarij di Zaman Milenial
Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai ediologinya sendiri. Termasuk ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Secara etimologis kata Khawarij berasal dari kata bahasa Arab, yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini yang mendasari Syaharastani untuk menyebut Khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian estimologi ini pula, Khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Mereka juga menyebut kelompoknya dengan Syurah, berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 207. Yaitu 207. dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya adalah orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk Allah. Kaum Khawarij dalam sejarah permulaannya memang terkenal dengan aliran yang mengutamakan zuhud dan ibadah, mereka mengusahakan agar pada diri-diri mereka tercetak simbolik ketakwaan. Karena itu mereka sangat memaksakan dalam hal ibadah.
Dalam catatan sejarah, untuk pertama kalinya, Khawarij muncul sejak zaman Rasulullah. Kemudian ide mereka ini menemukan momentumnya di zaman Usman ibn Affan, sampai zaman Ali ibn Abi Thalib. Pada zaman Ali mereka menjadi kelompok yang sangat kuat dan terorganisir. Adapun yang dimaksud dengan pengertian Khawarij secara umum yaitu dimulai dari peristiwa ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib naik menjadi khalifah pada tahun 656, ia melakukan perombakan-perombakan dalam pemerintahannya. Antara lain adalah memecat gubernur-gubernur di wilayah kekuasaannya, diantara gubernur itu adalah Muawiyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus yaitu Muawiyah, ia tidak terima dengan pemecatan ini dan kemudian memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, akhirnya pecahlah pemberontakan itu dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/ 657.
Dari peristiwa inilah kelompok yang keluar ini disebut sebagai Khawarij. Kelompok Khawarij mulanya memandang Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali Bin Abi Thalib merupakan Khalifah sah yang telah dibaiat mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Terlebih berdasarkan estimasi Khawarij, kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu. Tetapi karena Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi hilang. Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah, sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu, namun karena desakan sebagian pengikutnya terutama ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki alTamimi dan Zeid bin Husain al-Thai, dengan sangat terpaksa Khalifah Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan. Dalam lapangan politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu itu. Menurut keyakinan mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam. Khalifah yang terpiliha akan terus memegang kekuasaannya selam ia bersikap Adil dan menjalankan syariah Islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam ia wajib dijatuhkan atau dibunuh. Pada saat itulah Usman dan Ali, bagi mereka telah menjadi kafir. Demikian pula halnya Mu’awiyah, Amr ibn al-‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar syariah agama.
Golongan-Golongan Khawarij Kata khawarij berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi khawarij merupakan bentuk jamak dari kata khaarij (orang yang keluar). Berarti dapat disimpulkan pengertian khawarij secara etimologi adalah orang-orang yang keluar. Namun selain kata tersebut, ada beberapa nama-nama lain yang disandarkan kepada kaum Khawarij diantaranya: Al-Haruriyah, . Asy-Syuraah, dan. Al-Muhakkimah
1.      Al Muhakamiyah Al Muhakkimiyah, mereka berkata : "Siapa yang berhukum kepada makhluk adalah kafir." Kelompok muhakamiyah adalah mereka yang tidak menaati ali ibnu abi thalib setelah terjadinya tahkim (arbitrasi). Mereka berkumpul di sebuah desa bernama Harurah. Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah ibn al Kawa, Atab ibn al Awar, Abdullah ibn Wahab Al Razi, Urwah ibn Jarir, Yazid ibn Abi Ashim Al Muharibi, Harqus ibn Zuhair Al Bahali, yang dikenal dengan An Najdiah. Jumlah kelompok ini sekitar dua belas ribu yang taat melakukan shalat dan puasa.
2.      Azariqah Al Azariqah, mereka berkata : "Kami tidak tahu seorang pun yang Mukmin." Dan mereka mengkafirkan kaum Muslimin (Ahli Qiblat) kecuali orang yang sepaham dengan mereka. Al Azariqah adalah kelompok pendukung Abu Rayid Nafi ibn Al Azraq (60 H), yang memberontak terhadap pemerintahan ali ibn abi thalib. Ia melarikan diri dari Basrah ke Ahwaz dan kemudian berhasil menguasai Ahwaz dan daerah daerah sekelilingannya seperti kirman di masa Abdullah ibn Zuhair sesudah berhasil membunuh gubernurnya. Kelompok ini mengkafirkan utsman, Thalhah, Zubair, Aisyah, Abdullah ibn Abbas dan kaum muslim yang tidak sependapat dengan mereka dan menganggap orang yang tidak sependapat dengan mereka sebagai Al musuh dan kekal di dalam neraka.
3.      An Najadaat Al Aziriah Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seorang yang bernama Nazdah ibn Amir Al-Hanafi yang menetap di Yaman. Ajaran agama menurut kelompok ini terdiri dari dua hal: Pertama mengenal Allah, para Rasul, haram membunuh sesama muslim, mengakui secara umum apa yang di turunkan Allah.semua ini wajib bagi setiap orang mengenalnya, kejahilan tidak dapat dijadikan alasan. Kedua, selain yang yang disebut di atas, kejahilan dapat dijadikan alasan seperti dalam menetapkan yang halal dan haram. Menurut mereka kemungkinan saja mujtahid salah dalam menetapka hukum kepadanya dapat dikenakan hukuman sebelum adanya bukti yang kuat memberatkan dirinya sebagai orang yang kafir. Nama lain kelompok Annajdah adalah Al-Azariah karena menurut mereka kejahilan tidak dapat dijadikan uzur dalam penerapan hukum fiqih.
Premis :
1.      Dalam lapangan politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu itu.
2.      Menurut mereka kemungkinan saja mujtahid salah dalam menetapka hukum kepadanya dapat dikenakan hukuman sebelum adanya bukti yang kuat memberatkan dirinya sebagai orang yang kafir.
3.      Terlebih berdasarkan estimasi Khawarij, kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu.
Konslusi :
Setelah Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima Tahkim, mereka tidak lagi mengakui kekhalifahannya bahkan mengkafirkannya. begitu juga mereka tidak mengakui kekhalifahan Muawiyah dan seluruh khalifah dari Bani Umayyah dan mengkafirkan semuanya. Bahkan mereka mengkafirkan Siti Aisyah, Thalhah, Az-Zubair, Amr bin Ash dan Abu Musa al Asy’ari. Secara umum mereka mengkafirkan setiap orang Muslim yang tidak sependapat dengan mereka dan tidak sealiran dengan mereka. Mereka menganggap negeri-negeri kaum muslimin yang tidak seide dengan mereka sebagai negeri kafir yang darah dan harta bendanya mereka halalkan, bahkan darah dari anak-anak kecil sekalipun Prinsip kedua mereka adalah, kewajiban memberontak terhadap penguasa yang dzalim. Disinilah sisi bahaya dari semua gerakan Khawarij, andaikata permasalahan mereka hanya terbatas pada perselisihan teoritis dalam pendapat atau perdebatan dengan argument, maka permasalahan mereka lebih ringan.
Daftar Pustaka

__________, Majmā’ al-Fatāwā, Maktabah, Ibnu Taimiyah, t. th..
Aḫmad ‘Usmānī, Syabbīr, al-Fatḥ al-Mulkin bi Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Damaskus: Dār al-Qolam, 2006.
Al-‘Aini, Badri al-Din, Umdah al-Qari Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, Beirut: Dar Ihya alTurats al-‘Arabi, t.th.
al-Nawawi, Muḥyi al-Dīn Yahya ibn Sharaf, Sharḥu al-Nawāwī ‘alā Ṣaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār Ihya al-Turāts, 1392.
Bukhārī, ‘Abū ‘Abdi Allāh Muḫammad ibn Ismā’il ibn Ibrāhīm ibn Mughīrah, alJāmi al-Ṣaḥīh, Beirut: Dār Ibnu Katsīr, 1987.
Ibnu Taimiyah, Ahmad ibn ‘Abdi Al-Halim, al-Nubuwwat, Beirut: Dār Al-Kitab Al- ‘Arabi, 1985.