Khawarij
dan Doktrinnya
Objek Kajian :
1.
Objek Material
: Ilmu Kalam
2.
Ojek Formal : Pengertian
Khawarij, dokrin dan bentuk radikalisme-nya
A.
Pengertian
Khawarij
Khawarij
adalah sekte yang terbentuk karena ketidaksetujuan terhadap keputusan Ali,
karena Ali telah bersedia dan menerima tahkim, maka akhirnya sekte tersebut keluar
dari kelompok Ali tersebut. Aliran khawarij ini muncul karena ketidaksetujuan
dan sebagai wujud protes kepada Ali yang telah menerima tahkim, yang pada
akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali. Aliran Khawarij mempunyai
doktrin-doktrin pokok yang sifatnya terlalu radikal, anarchis, yang memusuhi
semua pihak dan tidak mau diatur.[1]
Kaum
Khawarij, dipandang oleh Golzier, sebagai kelompok orang-orang saleh yang
memimpikan pemerintahan demokratis dan agamis. Dalam pandangan mereka, Dinasti
Bani Umayyah adalah penguasa yang tidak sah dan bergelimaran dosa. Atas dasar
itulah, kaum Khawarij melancarkan pemberontakan terhadap Dinasti Bani Umayyah
seacra menyeluruh sampai ke penjuru yang paling jauh dari kerajaan Umayyah.[2]
Menurut beberapa penulis, watak keras kaum Khawarij dibentuk oleh
latar belakang mereka yang pada umumnya berasal dari orang-orang Arab Badawi.
Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam
cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka,
tidak bergantung pada orang lain.[3]
B.
Doktrin-Doktrin
Khawarij
Sejak pertama kali golongan Khawarij memisahkan diri dari kelompok
Ali karena ketidaksetujuan mereka atas arbitrase mereka meneriakkan slogan lā
hukm illā li Allāh, tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah. Slogan ini
mereka sandarkan kepada surat Al-Qur’an, surat Al-An’am: 57 “menetapkan hukum
itu hanyalah hak Allah”, pada surat Yusuf:40 “keputusan itu hanyalah keputusan
Allah, serta surat Yusuf:60 “keputusan menetapkan hanya hak Allah”. Dari slogan
tersebut jelas bahwa meraka tidak mengakui adanya arbitrase tersebut karena
menyimpang dari kehendak Allah. Orang-orang yang melakukan perundingan
tersebut, menurut mereka adalah orang-orang yang berdosa yang layak untuk
dilawan.[4]
Dosa Mu’awiyah adalah penyerangan yang dilakukannya tehadap Ali, sedangkan dosa
Ali adalah karena sudah menerima arbitrase tersebut. Dalam
hal ini, Khawarij terlihat sangat skripturalis dengan menafsirkan ayat-ayat
al-Quran secara tekstual tanpa tawar menawar. Doktrin-doktrin lain dari
Khawarij ini dapat dilihat melalui faham subsekte-sub-sekte yang lahir dari
keompok ini. Di antaranya adalah al-Azariqah. Sub sekte ini sangat radikal
dibandingkan faham subsekte lain. Mereka tidak lagi memakai term kafir tetapi
sudah memakai term musyrik atau polytheist. Dalam Islam, polytheisme lebih
besar dosanya dari pada kafir itu sendiri. Barangsiapa
yang datang ke daerah mereka dan mengaku pengikut Azariqah, tidak diterima
begitu saja, tetapi diuji terlebih dahulu. Kepadanya diserahkan seorang
tawanan. Kalau tawanan itu dibu-nuh, maka ia diterima sebagai anggota. Jika
tidak, maka ia sendiri yang akan di-bunuh. Daerah lain di luar mereka adalah
daerah orang musrik yang orang dewasa serta anak-anak mereka juga musyrik. Semua
orang yang tidak sepaham dengan mereka dianggap
musyrik. Bahkan, orang Islam yang sepaham tetapi tidak mau berhijrah ke dalam
lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Menurut pendapat subsekte ini, hanya
Islam mereka lah yang benar. Orang di luar mereka adalah musyrik yang harus
diperangi sampai kepada istri dan anaknya.[5]
C. Radikalisme Khawarij
Dari doktrin-doktrin yang
diuraikan secara singkat di atas, terlihat radikalisme dan ekstrimisme
faham-faham sekte Khawarij. Hal itu terlihat antara lain dari:
1.
Slogan mereka yang
berbunyi lā hukm illā li Allāh. Slogan yang dikutip dari firman Allah
itu diinterpreatasikan secara literal dan kaku. Mereka menafsiri ayat-ayat
al-Qur’an secara tekstual sehingga mereka, oleh Andrew Rippin, disebut
skripturalis.
2.
Pengkafiran dan
pemusyrikan mereka terhadap orang Islam bahkan golong-an mereka sendiri yang
melakukan dosa besar.
3.
Orang yang tidak sepaham dengan
mereka adalah musyrik. Bahkan orang yang sepaham dengan mereka pun jika tidak
mau berhijrah ke lingkungan mereka dipandang musyrik.
Radikalisme
serta fanatisme yang muncul dalam tubuh Khawarij ini, menurut Harun Nasution,
dapat dilihat dari background sosio-kultural serta latar belakang
geografis tempat tinggal mereka.Sebagaimana diketahui, kaum Khawarij ini adalah
orang-orang Arab Badui. Kehidupan di padang pasir yang tandus, panas, dan
gersang membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran.
Namun, dalam kesederhanaan itu, medan tempat tinggal mereka yang tidak ramah
juga membentuk sifat mereka yang keras hati dan berani, bersikap merdeka, dan
tidak bergantung pada orang lain.[7]
Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam sifat-sifat kebaduian mereka.
Mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tidak takut mati. Sebagai
orang badui yang tinggal jauh di pedalaman, mereka jauh dari ilmu pengetahuan.
Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits diinterpretasikan
secara tekstual dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu, iman dan
paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam berpikir sempit
akal dan fanatik. Iman yang tebal tetapi sempit wawasan, ditambah lagi dengan
sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap
ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk
kecil. Inilah yang membuat mereka radikal dan fanatik dalam ajaran-ajaran
agama. Hal itu pulalah yang membuat mereka rentan untuk berpecah-belah dan terus menerus melawan penguasa.[8] Karena
sikap mereka yang keras dan berbahaya itu pulalah mereka diperangi. Dalam abad-abad
pertama hijriyah mereka telah dapat dihancurkan dan dilenyap-kan. Hanya kaum
Ibadiyah, subsekte yang paling lunak dan moderat, yang karena tidak bersikap
konfrontatif dan tidak mengganggu orang-orang di luar mereka, dibiarkan hidup.
Mereka ini masih ada sampai sekarang di padang pasir Afrika Utara, Zanzibar,
dan Arabia Selatan yang berjumlah lebih kurang setengah juta jiwa.[9]
Di samping sebab-sebab yang dikemukakan di atas,
radikalisme itu juga dipengaruhi oleh faktor psikologis karena trauma atas ditolaknya
usaha mereka agar Ali tidak menerima arbitrase dengan pihak Mu’awiyah.
Penolakan itu menimbulkan sifat dendam dan sakit hati yang kemudian tertuang
dalam doktrin-doktrin serta paham-paham yang mereka cetuskan sesudahnya. Hal
itu dapat dilihat dari kerasnya mereka menentang setiap pemerintahan yang ada
serta pengkafiran mereka kepada setiap orang tidak sepaham dengan mereka.
Bahkan kebencian itu diaplikasikan dengan tindakan pembunuhan terhadap
lawan-lawan mereka. Landasan lain dapat
dilihat dari sejarah subsekte-subsekte yang lahir kemudian sejak al-Azariqah
sampai al-Ibadiyah. Radikalitas paham-paham yang mereka keluarkan semakin
berkurang dan sudah dapat dikatakan moderat ketika melihat paham-paham subsekte
al-Ibadiyah. Hal ini disebabkan rasa dendam dan sakit hati para pendahulu
mereka, yang lebih dekat masanya dengan kasus arbitrase, lebih men-dalam
dibandingkan orang-orang yang sesudahnya.[10]
Setelah
melihat sejarah awal mula munculnya sekte Khawarij serta paham-paham yang
dimilikinya, diketahui bahwa doktrin-doktrin mereka bersifat radikal dan
fanatik. Radikalitas tersebut, menurut Harun Nasution, adalah karena latar
belakang sosio-kultural dan geografis tempat tinggal mereka. Gurun yang tandus
dan gersang menempa watak mereka menjadi keras. Jarak mereka dari pusat ilmu
pengetahuan membuat wawasan mereka picik dalam berpikir. Selain faktor
sosio-kultural dan geografis, radikalitas tersebut juga disebabkan juga oleh
unsur psikologis yang muncul akibat ditolaknya usulan mereka terhadap Ali untuk
membatalkan arbitrase dengan Mu’awiyah. Penolakan itu membuat mereka dendam dan
sakit hati sehingga mereka melawan setiap orang yang bukan golongan mereka.
Bahkan bukan hanya pemerintah, individu sekalipun yang tidak sesuai dengan ide
mereka akan menjadi sasaran perlawanan mereka.
Premis
:
1.
Aliran Khawarij
ini muncul karena ketidaksetujuan dan sebagai wujud protes kepada Ali yang
telah menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali.
2.
Salah satu
doktrinnya yakni slogan yang menyatakan tidak ada keputusan kecuali keputusan
Allah
3.
Radikalitas
dari kaum Khawarij dikarenakan faktor sosial-kultural dan geografis tempat
mereka.
Konklusi
:
Latar
belakang munculnya aliran Khawarij adalah adanya wujud protes terhadap Ali yang
telah menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali.
Khawarij memiliki doktrin dengan slogan yang menyatakan tidak ada keputusan
kecuali keputusan Allah. Selain itu, kaum Khawarij juga memiliki sikap radikal.
Sikap tersebut muncul disebabkan oleh dua fator. Yakni faktor sosial-kultural
dan geografis tempat mereka.
Hariri Ulfa'i Rrosyidah (B91217119)
[1] Rubini,
“Khawarij dan Murji’ah Prespektif Ilmu Kalam”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 7, Juni 2018, hal. 1
[2] H Udi Mufrodi,
“Aktivita Dakwa Kaum Khawarij”. Al- Qalam, 1996, hal. 1
[3]
Syamsl Rijal. “Radikalisme Islam Klasik Dan Kontemporer: Membanding Khawarij
Dan Hizbut Tahrir”. Al-Fikr, Volume 12, 2010, hal. 218
[4] E. G. Brill, First
Encyclopedia of Islam, Leiden: E. R. Brill’s and Luzac ans Co, 1987
[5] Hairul Puadi,
“Radikalisme Islam: Studi Doktrin Khawarij”. IAI Al-Qalam, Jurnal Pusaka 2016,
hal. 48
[6]
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
[7] RA. Nicholson,
A literary History of…, hlm. 208 tertulis “God alone can decide”.
[8] IAIN Syarif
Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992
[9] Masudul Hasan,
History of Islam, India: Adam Publishers & Distributors, 1995
[10] Sayid Safdar
Husein, the Early History of Islam, Delhi: Low Price Publications, 1995