Tuesday, April 16, 2019

[Hariri] Khawarij dan Doktrinnya


Khawarij dan Doktrinnya
Objek Kajian :
1.      Objek Material : Ilmu Kalam
2.      Ojek Formal : Pengertian Khawarij, dokrin dan bentuk radikalisme-nya

A.    Pengertian Khawarij
Khawarij adalah sekte yang terbentuk karena ketidaksetujuan terhadap keputusan Ali, karena Ali telah bersedia dan menerima tahkim, maka akhirnya sekte tersebut keluar dari kelompok Ali tersebut. Aliran khawarij ini muncul karena ketidaksetujuan dan sebagai wujud protes kepada Ali yang telah menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali. Aliran Khawarij mempunyai doktrin-doktrin pokok yang sifatnya terlalu radikal, anarchis, yang memusuhi semua pihak dan tidak mau diatur.[1]

Kaum Khawarij, dipandang oleh Golzier, sebagai kelompok orang-orang saleh yang memimpikan pemerintahan demokratis dan agamis. Dalam pandangan mereka, Dinasti Bani Umayyah adalah penguasa yang tidak sah dan bergelimaran dosa. Atas dasar itulah, kaum Khawarij melancarkan pemberontakan terhadap Dinasti Bani Umayyah seacra menyeluruh sampai ke penjuru yang paling jauh dari kerajaan Umayyah.[2]

Menurut beberapa penulis, watak keras kaum Khawarij dibentuk oleh latar belakang mereka yang pada umumnya berasal dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, tidak bergantung pada orang lain.[3]

B.     Doktrin-Doktrin Khawarij
Sejak pertama kali golongan Khawarij memisahkan diri dari kelompok Ali karena ketidaksetujuan mereka atas arbitrase mereka meneriakkan slogan lā hukm illā li Allāh, tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah. Slogan ini mereka sandarkan kepada surat Al-Qur’an, surat Al-An’am: 57 “menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah”, pada surat Yusuf:40 “keputusan itu hanyalah keputusan Allah, serta surat Yusuf:60 “keputusan menetapkan hanya hak Allah”. Dari slogan tersebut jelas bahwa meraka tidak mengakui adanya arbitrase tersebut karena menyimpang dari kehendak Allah. Orang-orang yang melakukan perundingan tersebut, menurut mereka adalah orang-orang yang berdosa yang layak untuk dilawan.[4] Dosa Mu’awiyah adalah penyerangan yang dilakukannya tehadap Ali, sedangkan dosa Ali adalah karena sudah menerima arbitrase tersebut. Dalam hal ini, Khawarij terlihat sangat skripturalis dengan menafsirkan ayat-ayat al-Quran secara tekstual tanpa tawar menawar. Doktrin-doktrin lain dari Khawarij ini dapat dilihat melalui faham subsekte-sub-sekte yang lahir dari keompok ini. Di antaranya adalah al-Azariqah. Sub sekte ini sangat radikal dibandingkan faham subsekte lain. Mereka tidak lagi memakai term kafir tetapi sudah memakai term musyrik atau polytheist. Dalam Islam, polytheisme lebih besar dosanya dari pada kafir itu sendiri. Barangsiapa yang datang ke daerah mereka dan mengaku pengikut Azariqah, tidak diterima begitu saja, tetapi diuji terlebih dahulu. Kepadanya diserahkan seorang tawanan. Kalau tawanan itu dibu-nuh, maka ia diterima sebagai anggota. Jika tidak, maka ia sendiri yang akan di-bunuh. Daerah lain di luar mereka adalah daerah orang musrik yang orang dewasa serta anak-anak mereka juga musyrik. Semua orang yang tidak sepaham dengan mereka dianggap musyrik. Bahkan, orang Islam yang sepaham tetapi tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Menurut pendapat subsekte ini, hanya Islam mereka lah yang benar. Orang di luar mereka adalah musyrik yang harus diperangi sampai kepada istri dan anaknya.[5]

C. Radikalisme Khawarij

Dari doktrin-doktrin yang diuraikan secara singkat di atas, terlihat radikalisme dan ekstrimisme faham-faham sekte Khawarij. Hal itu terlihat antara lain dari:

1.        Slogan mereka yang berbunyi lā hukm illā li Allāh. Slogan yang dikutip dari firman Allah itu diinterpreatasikan secara literal dan kaku. Mereka menafsiri ayat-ayat al-Qur’an secara tekstual sehingga mereka, oleh Andrew Rippin, disebut skripturalis.
2.        Pengkafiran dan pemusyrikan mereka terhadap orang Islam bahkan golong-an mereka sendiri yang melakukan dosa besar.
3.        Orang yang tidak sepaham dengan mereka adalah musyrik. Bahkan orang yang sepaham dengan mereka pun jika tidak mau berhijrah ke lingkungan mereka dipandang musyrik.
4.        Penafian mereka terhadap surat Yusuf dalam al-Qur’an.[6]

Radikalisme serta fanatisme yang muncul dalam tubuh Khawarij ini, menurut Harun Nasution, dapat dilihat dari background sosio-kultural serta latar belakang geografis tempat tinggal mereka.Sebagaimana diketahui, kaum Khawarij ini adalah orang-orang Arab Badui. Kehidupan di padang pasir yang tandus, panas, dan gersang membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran. Namun, dalam kesederhanaan itu, medan tempat tinggal mereka yang tidak ramah juga membentuk sifat mereka yang keras hati dan berani, bersikap merdeka, dan tidak bergantung pada orang lain.[7] Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam sifat-sifat kebaduian mereka. Mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tidak takut mati. Sebagai orang badui yang tinggal jauh di pedalaman, mereka jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits diinterpretasikan secara tekstual dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu, iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam berpikir sempit akal dan fanatik. Iman yang tebal tetapi sempit wawasan, ditambah lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil. Inilah yang membuat mereka radikal dan fanatik dalam ajaran-ajaran agama. Hal itu pulalah yang membuat mereka rentan untuk berpecah-belah dan terus menerus melawan penguasa.[8] Karena sikap mereka yang keras dan berbahaya itu pulalah mereka diperangi. Dalam abad-abad pertama hijriyah mereka telah dapat dihancurkan dan dilenyap-kan. Hanya kaum Ibadiyah, subsekte yang paling lunak dan moderat, yang karena tidak bersikap konfrontatif dan tidak mengganggu orang-orang di luar mereka, dibiarkan hidup. Mereka ini masih ada sampai sekarang di padang pasir Afrika Utara, Zanzibar, dan Arabia Selatan yang berjumlah lebih kurang setengah juta jiwa.[9]

Di samping sebab-sebab yang dikemukakan di atas, radikalisme itu juga dipengaruhi oleh faktor psikologis karena trauma atas ditolaknya usaha mereka agar Ali tidak menerima arbitrase dengan pihak Mu’awiyah. Penolakan itu menimbulkan sifat dendam dan sakit hati yang kemudian tertuang dalam doktrin-doktrin serta paham-paham yang mereka cetuskan sesudahnya. Hal itu dapat dilihat dari kerasnya mereka menentang setiap pemerintahan yang ada serta pengkafiran mereka kepada setiap orang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan kebencian itu diaplikasikan dengan tindakan pembunuhan terhadap lawan-lawan mereka.  Landasan lain dapat dilihat dari sejarah subsekte-subsekte yang lahir kemudian sejak al-Azariqah sampai al-Ibadiyah. Radikalitas paham-paham yang mereka keluarkan semakin berkurang dan sudah dapat dikatakan moderat ketika melihat paham-paham subsekte al-Ibadiyah. Hal ini disebabkan rasa dendam dan sakit hati para pendahulu mereka, yang lebih dekat masanya dengan kasus arbitrase, lebih men-dalam dibandingkan orang-orang yang sesudahnya.[10]

Setelah melihat sejarah awal mula munculnya sekte Khawarij serta paham-paham yang dimilikinya, diketahui bahwa doktrin-doktrin mereka bersifat radikal dan fanatik. Radikalitas tersebut, menurut Harun Nasution, adalah karena latar belakang sosio-kultural dan geografis tempat tinggal mereka. Gurun yang tandus dan gersang menempa watak mereka menjadi keras. Jarak mereka dari pusat ilmu pengetahuan membuat wawasan mereka picik dalam berpikir. Selain faktor sosio-kultural dan geografis, radikalitas tersebut juga disebabkan juga oleh unsur psikologis yang muncul akibat ditolaknya usulan mereka terhadap Ali untuk membatalkan arbitrase dengan Mu’awiyah. Penolakan itu membuat mereka dendam dan sakit hati sehingga mereka melawan setiap orang yang bukan golongan mereka. Bahkan bukan hanya pemerintah, individu sekalipun yang tidak sesuai dengan ide mereka akan menjadi sasaran perlawanan mereka.


Premis :
1.      Aliran Khawarij ini muncul karena ketidaksetujuan dan sebagai wujud protes kepada Ali yang telah menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali.
2.      Salah satu doktrinnya yakni slogan yang menyatakan tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah
3.      Radikalitas dari kaum Khawarij dikarenakan faktor sosial-kultural dan geografis tempat mereka.


Konklusi :
Latar belakang munculnya aliran Khawarij adalah adanya wujud protes terhadap Ali yang telah menerima tahkim, yang pada akhirnya aliran ini keluar dari kelompok Ali. Khawarij memiliki doktrin dengan slogan yang menyatakan tidak ada keputusan kecuali keputusan Allah. Selain itu, kaum Khawarij juga memiliki sikap radikal. Sikap tersebut muncul disebabkan oleh dua fator. Yakni faktor sosial-kultural dan geografis tempat mereka.


Hariri Ulfa'i Rrosyidah (B91217119)


[1] Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Prespektif Ilmu Kalam”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 7, Juni 2018, hal. 1
[2] H Udi Mufrodi, “Aktivita Dakwa Kaum Khawarij”. Al- Qalam, 1996, hal. 1
[3] Syamsl Rijal. “Radikalisme Islam Klasik Dan Kontemporer: Membanding Khawarij Dan Hizbut Tahrir”. Al-Fikr, Volume 12, 2010, hal. 218
[4] E. G. Brill, First Encyclopedia of Islam, Leiden: E. R. Brill’s and Luzac ans Co, 1987
[5] Hairul Puadi, “Radikalisme Islam: Studi Doktrin Khawarij”. IAI Al-Qalam, Jurnal Pusaka 2016, hal. 48
[6] Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
[7] RA. Nicholson, A literary History of…, hlm. 208 tertulis “God alone can decide”.
[8] IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992
[9] Masudul Hasan, History of Islam, India: Adam Publishers & Distributors, 1995
[10] Sayid Safdar Husein, the Early History of Islam, Delhi: Low Price Publications, 1995