Tuesday, April 9, 2019

[Fathiyah Khasanah] PEMIKIRAN WAHABI DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI



PEMIKIRAN WAHABI DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI
A.    OBYEK KAJIAN
1.      KAJIAN MATERIAL
Ilmu Kalam
2.      KAJIAN FORMAL
Doktrin-Doktrin Teologi Wahabi
Pemikiran-pemikiran Wahabiyah sesuai dengan dasar-dasar ajaran islam yang shahih. Dengan demikian, tidak ada yang baru dari pemikiran yang dibawa oleh Syaikh Muhammad ibn Abd Al-Wahab. Yang baru adalah masyarakat tempat Muhammad ibn Abd Al-Wahab telah menyimpang dari ajaran-ajaran islam yang shahih. Menurut sebagian orang, Wahabiyah memiliki kemiripan dengan gerakan yang dulu pernah dilakukan oleh Ibn Taimiyah di negeri syam.
Ketika itu, Ibn Taimiyah membawa pemahaman yang isinya mengembalikan umat islam kepada ajaran islam yang shahih, seperti tidak mengambil berkah dari orang yang telah meninggal dan meminta kepada selain Allah. Akidah-akidah yang pokok dari aliran wahabiyah pada hakekatnya tidak berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Ibnu Taimiah. Perbedaan yang ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu tauhid dan “bidat”.
Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian berikut :
1.    Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.
2.    Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin.
3.    Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan kata pengantar dalam sholat terhadap nama Nabi-Nabi atau wali atau Malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4.    Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur’an  dan Sunah, atau ilmu yang bersumber akal pikiran semata-mata.
5.    Termasuk kufur dan Ilhad juga mengingkari qadar dalam semua perbuatan dan penafsiran qur’an dengan jalan ta’wil.
6.    Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup dengan menghitung jari.
7.    Sumber syariat islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul.
8.    Pintu ijtihad tetap terbuka dan sipapun boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
Hal-hal yang dipandang bid’ah oleh mereka dan harus diberantas antara lain:
1.      Berkumpul bersama-sama dalam mau’idan
2.      Orang wanita mengiring jenazah
3.      Mengadakan  pertemuan Zikir, bahkan mereka merampas buku-buku tawassulat
4.      Kegiatan sehari-hari juga dikategorikan dalam bid’ah seperti rokok, minum kopi, memakai pakaian sutra bagi laki-laki, bergambar,memacari kuku dll. Dikarenakan Rasulullah tidak pernah melakukan hal tersebut.[1]
5.      Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, merupakan tradisi yang sudah kental dan memasyarakat di kalangan kaum muslimin di Indonesia. Tradisi yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam Hijriah itu juga dikenal sebagai hari untuk memperingati kelahiran Rasulallah SAW dan bernilai sunnah, yaitu mendapatkan pahala jika kita mau melakukanya dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.
6.      Tahlilan Kematian, suatu rutinitas yang dilakukan oleh masyarakat jawa untuk mendoakan keluarga yang meninggal dunia. Tahlilan kamtian tersebut dilakukan dengan tujuan keluarga yang meninggal diampuni dosa-dosanya selama hidup di dunia.
7.      Ziarah Kubur adalah suatu kegiatan mengunjungi makam keluarga, kerabat ataupun makam para ulama yang telah berjasa dalam proses perkembangan agama Islam.
8.      Do'a dan Zikir Berjama'ah adalah suatu kegiatan yang dilakukan seorang muslim sebagai tanda dan cara seorang hamba yang meminta atau beribadah kepada tuhanya.
9.      Tawassul adalah mendekatkan diri atau memohon kepada Allah SWT dengan melalui perantara yang memiliki kedudukan baik di sisi Allah.
10.  Bacaan Qunut, yaitu merupakan bacaan atau doa ketika sedang menjalankan sholat subuh dan dibaca pada saat tumaninah ruku’ pada rokaat yang kedua. Bacaan qunut ni biasanya hanya dibaca oleh ajaran Nahdiyyin atau NU saja karena ajaran lain menganggapnya adalah Bid’ah. Masing-masing memiiki dasar di dalam agama. Jelasnya, keresahan itu muncul karena fatwa-fatwa para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab (Wahabi) tersebut bertentangan dengan fatwa-fatwa mayoritas ulama yang dijadikan pedoman oleh mayoritas umat Islam di suatu wilayah atau daerah khusunya di pulau Jawa.
Gerakan Wahabi secara tidak langsung menerapkan Fundamentalisme (kembali kepada ide-ide dan praktik-praktik dasar yang menjadi ciri Islam pada masa permulaan sejarahnya), yang berpedoman kepada teks-teks keagamaan serta ulama-ulama terdahulu. Dalam gerakan Wahabiyah sering di jumpai adanya keinginan yang kuat untuk kembali kepada yang benar-benar di anggap murni dari zaman Rasulallah dan sahabat. Keinginan kepada kesederhanaan ini mendorong mereka untuk betul-betul mencontoh yang otentik (asli). Mereka berusaha memanjangkan jenggot, mencungkur kumis, memasang hijab (vesil atau cadar) untuk wanita, menolak penamuan penemuan modern karena menganggapnya sebagai Bid’ah.[2]
B.     PREMIS
1.      Pemikiran-pemikiran Wahabiyah sesuai dengan dasar-dasar ajaran islam yang shahih.
2.      Perbedaan yang ada hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu.
3.      Gerakan wahabi menerapkan paham fundamentalisme, sehingga menghukumi budaya dan tradisi seperti peringatan maulid nabi dll sebagai bid’ah.
4.      Adanya keinginan yang kuat untuk kembali kepada yang benar-benar di anggap murni dari zaman Rasulallah dan sahabat. Keinginan ini mendorong untuk mencontoh yang otentik.

C.     KONKLUSI
Wahabi menerapkan paham fundamentalisme, sehingga menghukumi budaya dan tradisi yang tidak ada di zaman Rasulullah sebagai bid’ah dan mencontoh aktivitas yang ada pada zaman Rasulullah. Meskipun demikian, pemikiran wahabi sesuai dengan ajaran islam shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam menafsirkan dan melaksanakan persoalan tertentu.


Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)