PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI
A.
OBYEK
KAJIAN
1.
KAJIAN
MATERIAL
Ilmu Kalam
2.
KAJIAN
FORMAL
Doktrin-Doktrin
Teologi Ibnu Taimiyah
Ibnu
Taimiyah mengkritik kaum Asy’ariyah atas penolakan mereka terhadap kehendak
bebas. Ia menganggap tindakan semacam itu menafikan ketentuan-ketentuan agama
dan menyisihkan agama sebagai landasan etika. Baginya, manusia adalah pelaku
asli yang memilki kehendak bebas. Ibnu Taimiyah juga merasa keberatan dengan
pandangan Muktazilah yang menyamakan Allah dengan esensi-Nya.[1]
Baginya,
Islam pertama-tama adalah sebuah agama kenabian dengan penekanan pada wahyu
dalam membimbing manusia. Metode agama dan teologi yang menetapkan nalar
manusia sebagai sumber kebenaran, sepenuhnya keliru dalam konteks keagamaan. Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa Allah itu kekal mutlak dan satu-satunya sumber
perintah moral bagi manusia. Tidak ada satupun sumber pengetahuan kecuali wahyu
Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus berfokus kepada tafsir tekstual wahyu
Allah.[2]
Pemikiran
Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut:
a. Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits)
b. Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah :
1. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3. Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min ghoiri tashrif/ tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil)
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad)
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati, apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif)
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).
Berdasarkan alasan diatas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat.[3] Menututnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakan-Nya dengan Makhluk., dan tidak bertanya-tanya tentangnya.[4]
Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:
a. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
b. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.[5]
a. Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits)
b. Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah :
1. Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar dan kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3. Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad (min ghoiri tashrif/ tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil)
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad)
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati, apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif)
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal ‘alamin).
Berdasarkan alasan diatas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat.[3] Menututnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakan-Nya dengan Makhluk., dan tidak bertanya-tanya tentangnya.[4]
Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:
a. Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
b. Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.[5]
Ibnu Taimiyah mengakui 3 hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiar
manusia,yaitu: Allah pencipta segala sesuatu ,hamba pelaku perbuatan yang
sebenarnya dan mempumyai kemauan serta kehendak secara sempuna, sehingga
manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya, Allah meridhoi perbuatan baik
dan tidak meridhoi perbuatan buruk.[6]
Menurut Ibnu Taimiyah,masalah Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode
rasional, baik dengan metode filsafat, keinginan mistis manusia juga untuk
menyatu dengan Tuhan adalah suatu yang mustahil. Oleh sebab itu, Ibnu Taimiyah
sangat tidak suka pada aliran filsafat. dan aliran Mu’tazilah yang selalu
mendahulukan dalil rasional dari pada dalil al-quran, sehingga banyak
menggunakan Ta’wil.[7]
Berikut
ini pandangan Imam Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah yang di ungkapkan
oleh A. Yusuf (1993) dan juga Rozak dan Rohison (2012), yaitu:
a.
Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya
menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
·
Sifat salbiyah,
yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu
binafsihi, danwahdanniyah.
·
Sifat ma’nawi,
yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.
·
Sifat khabariah (sifat-sifat
yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya tentang maknanya).
Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah dilangit; Allah diatas Arasy;
Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman diakhirat kelak;
wajah, tangan dan mata Allah
·
Sifat dhafiah,
meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, rabb
al-amin, khaliq al-kaum. Dan falik al-habb wa al-nawa.[8]
b.
Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan,
seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir,
al-hayy, al-qayyum, as-sami, dan al-bashir.[9]
c.
Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang
tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian lafazd, tidak
mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan, dan tidak menyerupai
sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.[10]
B. PREMIS:
1.
Ibnu
Taimiyah berpendapat bahwa Allah itu kekal mutlak dan satu-satunya sumber
perintah moral bagi manusia. Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode
rasional, baik dengan metode filsafat, Tidak ada satupun sumber pengetahuan
kecuali wahyu Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus berfokus kepada tafsir
tekstual wahyu Allah. Sehingga, Tidak memberikan ruang gerak kepada akal
manusia.
2.
berpegang
teguh pada nash (Al-Qur’an dan as Sunnah) tapi tidak menyetujui penafsiran
ayat-ayat Mutasyabihat.
3.
Berpendapat
bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama. menurut Ibnu Taimiyah jika
kalamullah qadim maka kalamnya juga qadim.
4.
Di
dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (sahabat, tabi’in dan
tabi’it tabi’in)
5.
Allah
memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.
6.
Percaya
Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya
menyifati.
7.
Percaya
sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan dan Menerima
sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang tidak
dikehendaki lafadz.
8.
Dalam masalah perbuatan manusia Allah pencipta
segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.Manusia adalah pelaku perbuatan dan manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya. Allah meridhai pebuatan baik dan tidak
meridlai perbuatan buruk.
C.
KONKLUSI:
Ibnu
Taimiyah berpendapat Allah bersifat kekal dan mutlak. Tuhan tidak dapat
diperoleh dengan metode rasional. Muslim harus percaya dengan
sifat-sifat, nama-nama Allah dan menerimanya dengan tidak mengubah makna dan
lafadznya. Menganggap kalamullah bersifat qadim dan mengandung semua ilmu
agama. Manusia harus berpegang teguh kepada nash (al-Qur’an dan as Sunnah) dan
fokus kepada tafsir tekstualnya serta menjadikannya sebagai sumber pengetahuan.
Sehingga, akal manusia tidak diberi kebebaasan untuk berfikir. Menurutnya,
muslim hanya bisa meneladani sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. Dalam
perbuatan manusia Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia dan
manusia sebagai pelaku perbuatan harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Allah
meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.
[1] http://etimayasari.blogspot.com/2014/09/makalah-teologi-ibnu-taimiyah.html
[2] https://wawasansejarah.com/pemikiran-ibnu-taimiyah/
[4] http://etheses.uin-malang.ac.id/4772/
[6] http://just-eii.blogspot.com/2012/01/pemikiran-teologi-menurut-ibnu-taimiyah.html
[7] https://sholihfikr.blogspot.com/2016/11/teologi-ibnu-taimiyah.html
[8]https://books.google.co.id/books?id=tUVHDwAAQBAJ&pg=PA1&lpg=PA1&dq=TEOLOGI+IBNU+TAIMIYAH&source=bl&ots=FjydqmBR29&sig=ACfU3U1bcbaMB_ioXIIf6eai7PqX7V9Phw&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjQ2c7m9p7hAhW36XMBHQv5AqI4ChDoATAHegQICRAB#v=onepage&q=TEOLOGI%20IBNU%20TAIMIYAH&f=false
[9] http://saprijalismi.blogspot.com/2011/11/konsep-teologi-ibnu-taimiyah-dan-konsep.html
[10] http://arsyadiyah.blogspot.com/2015/07/pemikiran-teologi-ahlus-sunnah-salaf.html