NAMA : Eza Alroisi Arhan Saputra
KELAS: A2
NIM : B01217015
PENYEBARAN WAHABI
A.
SEJARAH WAHABI
Wahabi ialah aliran di dalam Islam
yang ditujukan kepada pengikut Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad bin Abdul
Wahab lahir pada tahun 1703/1115 di ‘Uyaynah. Ibnu Abdul Wahab berasal dari daerah Najd, belahan timur kerajaan Arab
Saudi sekarang. Terkait tempat kelahiran tokoh wahabi ini, Rasulullah SAW
pernah mengatakan, “Di sana akan muncul kegoncangan dan fitnah, dan di sana
pula nanti muncul tanduk setan” (HR: alBukhari). Peryataan Rasul ini mungkin
tidak berkaitan langsung dengan Muhammad
bin Abdul Wahab, tetapi fakta sejarah menunjukan bahwa sebagian
kelompok yang merasahkan umat
Islam lahir dari daerah ini: misalnya nabi palsu
Musailamah al-Kadzab. Meskipun
Muhammad bin Abdul Wahab sangat dipuji pengikutnya, tetapi
perlu diketahui bahwa Ayah kandung Muhammad bin Abdul Wahab sendiri sudah lama merasa aneh
dan janggal melihat pemikiran anaknya. Bahkan, kakak kandung Ibnu Abdul
Wahab, Sulaiman bin Abdul Wahab, mengkritik keras dan menolak pandangan
keagamaan pendiri wahabi ini. Kritikan Sulaiman tersebut ditulis dalam buku al-Shawa’iq al-Ilahiyyah fi al-Radd ‘ala alWahabiyyah.
Sejak ayahnya meninggal, Muhammad bin Abdul Wahab merasa bebas berpendapat serta
menyerang prilaku umat Islam yang bertentangan dengan pendapatnya. Pendiri wahabi ini memahami al-Qur’an dan hadis secara sempit dan sangat
tekstual, sehingga mereka
begitu mudahnya membid’ahkan dan mengafirkan
orang yang tidak mengikuti pemahaman mereka. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab
sejak dulu kontroversial dan mengundang kritikan dan
hujatan banyak orang. Dia ingin melakukan permunian terhadap ajaran Islam,
sehingga menganggap ziarah kubur dan tawassul sebagai bentuk kemusyrikan. Sebab
itu, tidak mengherankan bila pandangan Ibnu Abdul Wahab ini dikritik banyak
orang dan bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Karena paham Muhammad bin Abdul Wahab dianggap bertentangan dengan
mayoritas ulama dan pengikutnya selalu membuat resah masyarakat di mana-mana, akhirnya kelompok ini tidak mau lagi
menggunakan nama wahabi. Mereka mengarang cerita baru bahwa aliran wahabi
sebenarnya dinisbatkan kepada pengikut Abdul Wahab bin Rustum (211 H), bukan
kepada Muhammad bin Abdul Wahab. Abdul
Wahab bin Rustum adalah pengikut paham khawarij
yang mengafirkan muslim yang melakukan dosa, serta memberontak kepada
pemerintahan Islam. Akan tetapi, fakta sejarah menunjukan, pengikut Abdul Wahab
bin Rustum tidak dinamakan wahabi (الوهابية), tetapi wahbiyyah (الوهبية). Kelompok ini disebut
wahbiyyah karena Abdul Wahab bin Rustum sebenarnya bukan pendiri aliran ini,
pendirinya adalah Abdullah bin Wahbi al-Rasibi (38 H).
Dengan
demikian, penisbatan wahabi kepada Abdul Wahab bin Rustum tidaklah tepat.
Beberapa tokoh wahabi pun sebenarnya mereka mengakui dan bangga dengan nama wahabi sebagai pengikut Muhammad bin Abdul Wahab. Hanya belakangan ini saja
kelompok ini menepis anggapan banyak orang kalau mereka adalah wahabi.
B.
TOKOH DAN PEMIKIRAN ALIRAN WAHABI
1.
Memahami al-Qur’an dan hadis secara tekstual dan tidak menggunakan perangkat pengetahuan yang biasa digunakan
ulama untuk memahami al-Qur’an dan hadis: misalnya, ushul
fikih, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu bahasa, dan lain-lain.
2.
Memahami al-Qur’an dan hadis sepotongsepotong dan tidak mengonfirmasi dan menyesuaikannya dengan ayat ataupun hadis
lainnya.
3.
Menganggap
setiap amalan yang tidak ada dalil spesifiknya dalam al-Qur’an dan hadis sebagai bid’ah.
4.
Memahami
setiap perbuatan yang tidak dilakukan Rasulullah sebagai bid’ah dan haram dilakukan.
5.
Meyakini
bahwa andaikan perbuatan itu boleh dilakukan, sudah pasti dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
6.
Mengajak orang untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadis, serta meninggalkan madzhab fikih, tetapi
mereka malah sering merujuk
pendapat tokoh-tokoh mereka.
7.
Memahami permasalahan dari bungkusnya saja, tanpa melihat isi dan substansinya.
Kelompok salafi-wahabi seringkali tidak konsisten dengan pendapat yang
mereka kemukakan. Mereka selalu mengumandangkan jargon
kembali kepada al-Qur’an dan hadis, bahkan menghujat orang-orang yang merujuk pada pendapat ulama-ulama
klasik. Namun faktanya, mereka sendiri juga tetap
taqlid pada pendapat-pendapat
tokoh dan ulama mereka.
Di antara ulama yang menjadi rujukan
mereka ialah:
Pertama, Ibnu
Taymiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jawziyyah. Kedua tokoh ini merupakan ulama klasik
yang sering dikutip pendapatnya oleh salafi-wahabi. Kebanyakan pendapat Ibnu
Taymiyyah dan Ibnu Qayyim yang dikutip hanya soal teologi atau tauhid.
Sementara pandangan kedua tokoh ini terkait
permasalahan fikih jarang seringkali dipahami dan ditampilkan. Andaikan pemikiran fikih Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim didalami dan dielobarasi oleh
salafi-wahabi, besar kemungkinan pandangan fikih mereka tidak akan sempit dan kaku.
Kedua,
Nashiruddin al-Bani, Abdullah bin Baz, dan Muhammad bin Shalih al-Ustaimin.
Ketiga tokoh ini termasuk ulama kontemporer yang pendapatnya sering dirujuk
salafi-wahabi, terutama oleh agen-agen salafi-wahabi di Indonesia
C.
PENYEBARAN WAHABI DI INDONESIA
Perkembangan wahabi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Pada masa dulu, lembaga ini berhasil mengirimkan
banyak mahasiswa untuk belajar ke Timur-Tengah berkat dukungan dana dari Jemaah
Wahabi. Sebagian dari alumni Timur-Tengah tersebut menjadi agen penyebaran ideologi wahabi setelah pulang ke Indonesia. Selain DDII, LIPIA sebagai lembaga pendidikan Islam yang dibiayai penuh Arab Saudi juga berperan penting dalam penyebaran ideologi wahabi di
tanah air. Sebagaimana diketahui, LIPIA memberikan beasiswa penuh kepada
seluruh mahasiswa. Ini menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan santri atau pelajar agama untuk
kuliah di lembaga ini. LIPIA pertama kali dipimpin oleh
Syeikh Abdul Aziz Abdullah al-Ammar, murid tokoh salafi Syekh Abdullah bin Baz.
Seluruh pengajar kampus
ini didatangkan dari Timur-Tengah dan kurikulumnya
mengikuti kurikulum Universitas Riyad. Sebagian besar pentolan wahabi Indonesia
merupakan alumni LIPIA.
Di antara alumni LIPIA yang menjadi
penyebar paham wahabi ialah Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Farid Okbah, Ainul
Harits, Abu Bakar M. Altway, Ja’far Umar Thalib, Abdul Hakim Abdat, Aman
Abdurrahman, dan lainlain. Perlu diketahui, Aman Abdurrahman ini termasuk orang yang memiliki
pengaruh kuat terhadap sebagian besar kelompok teroris di Indonesia. Bahkan, sebagian kasus bom di Indonesia didalangi oleh Aman. Selain alumni LIPIA, paham wahabi semakin menyebar di Tanah Air pasca
pulangnya beberapa alumni Arab Saudi. Mereka menyebarkan paham tersebut tidak hanya melalui lembaga pendidikan, tetapi juga
majlis pengajian. Hasil pengajian
mereka dipublikasikan dan disebarkan secara masif di internet. Di antara alumni
Arab Saudi yang menyebarkan ideologi wahabi ialah Firanda, Khalid
Basalamah, Syafiq Basalamah, dan lain-lain. Pada awalnya
istilah salafi tidak terlalu populer dan tidak identik dengan suatu kelompok
tertentu. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Nashiruddin al-Bani sekitar tahun 1980-an di Madinah.
Pengikut pemikiran al-Bani ini belakangan dikenal dengan sebutan Jemaah Salafi. Dalam pandangan al-Bani, salafi adalah suatu gerakan
pemurnian ajaran Islam, mengampanyekan
dan memberantas segala sesuatu yang dianggap bid’ah. Meskipun tujuan dan orientasi ajaran ini tidak jauh berbeda dengan wahabi,
namun al-Bani tidak menggunakan istilah wahabi karena dianggap kurang tepat dan terkesan memuja
satu tokoh tertentu
Premis 1 : Aliran Wahabi
didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul-Wahhab adalah seorang mubaligh yang fanatic,
yang aktualnya Kerajaan Inggeris-lah
yang membidani kelahirannya dengan gagasan-gagasan Wahabisme.
Premis 2 : Aliran Wahabi tidak
konsisten dengan pendapatnya yang sering menjargonkan untuk “kembali pada
Al-Qur’an dan Hadis” akan tetapi kenyataannya mereka masih bertaqlid dengan
ulama’-ulama’ klasik.
Premis 3 : Menepis anggapan banyak orang kalau
mereka adalah wahabi. Perkembangan wahabi di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari peran Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Sebagian dari alumni Timur-Tengah
tersebut menjadi agen penyebaran ideologi
wahabi setelah pulang ke Indonesia.
Konklusi : Wahabi yang didirkan
oleh Muhammad Ibn Abdul-Wahhab, yang akrualnya ajaran ini kelahirannya tidak
terlepas dari kerajaan Inggris, dikarenakan adanya seorang mata-mata Inggris
yang mencuci otak Muhammad Ibn Abdul Wahhab. Aliran Wahabi juga masih bertaqlid
kepada Ulama’-Ulama’ Klasik, meskipun jargonnya yang berbunyi “kembali kepada
Al-Qur-an dan Hadis”. Penyebaran aliran wahabi tidak terlepas dari peran Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia, dan juga dari sebagian alumni-alumni Timur-Tengah
yang menjadi agen penyebar ideologi Wahabi.
Daftar Pustaka
Tim Harakah Islamiyah, Buku Pintar Salafi Wahabi, (Harakah
Islamiyah)
http://sk-sk.facebook.com/topic.php?uid=80383792636&topic=11768
http://kommabogor.wordpress.com/2007/12/22/latar-belakang-berdirinya-kerajaan- saudiarabia-dan-paham-wahabi-bag-i/