HIZBUT TAHRIR DAN AL QAEDA DALAM PERSPEKTIF POLITIK
A.
OBJEK MATERIAL
Ilmu Kalam
B.
OBJEK FORMAL
KONSEP POLITIK AL QAEDA
Al Qaeda adalah idea atau paham extrime dari beberapa warga Timur
Tengah yang tidak menerima penguasa2 di Timur Tengah yang terlalu represif. Kevakuman
pemimpin yang bijak yang terjadi membuat banyak pejuang2 dari negara2 Timur
Tengah menentang pemerintahan yang ada. Ideologi Al Qaeda menginginkan
isosalasi yang lengkap dari pengaruh asing di negara-negara Muslim, dan
penciptaan sebuah kekhalifahan Islam yang baru. Ideologi ini termasuk bahwa
aliansi Kristen-Yahudi bersekongkol untuk menghancurkan Islam, yang sebagian
besar diwujudkan dalam aliansi AS-Israel, dan bahwa pembunuhan para pengamat
dan warga sipil adalah agama dibenarkan dalam jihad. Ideologi Al Qaeda juga
dikenal sebagai Front Islam Internasional untuk jihad melawan Tentara Salib dan
Yahudi. Ideologi manajemen Al Qaeda digambarkan sebagai"sentralisasi keputusan dan
pelaksanaan desentralisasi." [1]
Para pemilik
kuasa membangun narasi yang sejalan dengan nilai yang diyakininya. Demikian
pula yang terjadi dalam pembahasan mengenai ideologi teror Al Qaeda. Dalam hal
ini, Al Qaeda akan selalu memproduksi narasi yang menempatkan diri sebagai
korban dari imperialisme AS dan narasi-narasi perlawanan terhadap AS dengan
berlandaskan ayat-ayat jihad, Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya dalam
genealogi AQ, AQ lahir dari para aktivis IM yang terpengaruh oleh pemikiran
Qutb dan Faraj. Namun, bila Faraj memilih untuk melawan musuh yang dekat (‘near
enemy’), yaitu pemerintahan ‘jahiliyah’ yang berkuasa di negeri-negeri Muslim,
AQ membangun narasi bahwa baik ‘musuh yang dekat’ maupun ‘musuh yang jauh’
(yaitu Barat, khususnya AS) harus sama-sama dilawan. “Setiap orang Amerika yang
membayar pajak kepada pemerintahannya menjadi target kami karena telah membantu
masih perang Amerika melawan negara muslim,” demikian disampaikan Bin Laden,
(Orbach, 2001:60).
Wakil Bin Laden, Ayman Al Zawahiri, dalam pesan video
yang dirilis bulan Juni 2005 menyampaikan prinsip-prinsip inti AQ, yaitu;
pertama, negara-negara Muslim harus dibebaskan dari penjajahan Barat, dan
kontrol terhadap sumber energi di Timur Tengah harus kembali ke tangan Muslim,
karena itu reformasi dan pemilihan Genealogi Gerakan Ikhwan Al Muslimin dan umum
sama sekali tidak ada manfaatnya sebelum pembebasan terjadi. Kedua, kaum Muslim
harus berjuang dan menggulingkan pemimpin negara mereka yang melangga hukum
Islam. [2]
KONSEP POLITIK HIZBUT TAHRIR
Politik adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri.
Politik dilaksanakan oleh negara dan umat, karena negaralah yang secara
langsung melakukan pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi negara
dalam pengaturan tersebut.
Pengaturan urusan umat di dalam negeri
dilakukan oleh negara dengan menerapkan ideologi (mabda) di
dalam negeri. Inilah yang dimaksud politik dalam negeri.
Adapun pengaturan urusan umat di luar negeri yang dilakukan
negara adalah dengan mengadakan hubungan dengan berbagai negara, bangsa, dan
umat lain, serta menyebarkan ideologi ke seluruh dunia. Inilah yang dimaksud
politik luar negeri. Memahami politik luar negeri adalah perkara yang penting
untuk menjaga institusi negara dan umat, dan merupakan perkara mendasar agar
mampu mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Juga merupakan aktivitas yang
harus ada untuk mengatur hubungan umat Islam dengan umat lainnya dengan benar.
Tatkala umat Islam mempunyai tugas
mengemban dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, mereka harus melakukan
kontak dengan dunia, dengan menyadari sepenuhnya keadaan-keadaan mereka,
memahami problem-problemnya, mengetahui motif-motif politik berbagai negara dan
bangsa, dan mengikuti aktivitas-aktivitas politik yang terjadi di dunia. Umat
Islam juga harus memperhatikan khithah(rencana
strategis) politik berbagai negara, tentang uslub-uslub (cara) mereka dalam
mengimplementasikan khithah tersebut,
tata cara mereka melakukan hubungan satu sama lain, dan manuver-manuver politik
yang dilakukannya. Karena itu, umat Islam harus memahami hakikat konstelasi
politik di Dunia Islam berdasarkan kerangka pemahaman tentang konstelasi
internasional (al-mauqif
al-duali). Hal ini agar kaum Muslim dapat merumuskan secara teliti
tatacara perjuangan (uslub
al-‘amal) untuk menegakkan negara mereka (Khilafah) dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.[3]
Politik (siyâsah)
adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan
oleh Negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan
pengaturan ini secara praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam pengaturan
tersebut (An Nabhani, 2005). Politik Islam berarti pengaturan urusan umat di
dalam dan luar negeri dengan hukum Islam. Definisi ini juga diambil dari
hadits-hadits yang menunjukkan aktivitas penguasa, kewajiban mengoreksinya,
serta pentingnya mengurus kepentingan kaum muslimin. Rasulullah saw bersabda
“Seseorang yang
ditetapkan Allah (dalam kedudukan) mengurus kepentingan umat, dan dia tidak
memberikan nasihat kepada mereka (umat), dia tidak akan mencium bau
surga” (HR. Bukhari dari
Ma’qil bin Yasar ra)
Dari Abu Hurairah dari
Nabi saw. bersabda:
"Dahulu, Bani
Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya (tasûsûhum) oleh para nabi.
Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungguhnya tidak akan nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak
khalifah'. (H.R. Imam Muslim dari
Abi Hazim)
Pengertian di atas
merupakan pengertian syar’i karena diambil dari dalil-dalil syara’. Dari
definisi ini pula, dapatlah kita klasifikasikan bahwa politik Islam melibatkan
dua pelaku, yaitu Negara dan umat/ rakyat, kemudian meliputi pengaturan dalam
negeri dan luar negeri, terakhir adalah sumber legislasinya adalah hukum Islam.
Terkait dengan legislasi, Islam menetapkan bahwa perundang-undangan harus
berasal dari Sang Pencipta (Allah swt), karena Dialah yang telah menciptakan
alam semesta dan manusia berikut aturannya. Maka yang berhak mengeluarkan
hukum atas sesuatu (asyâ) dan perbuatan (af’âl) adalah Allah swt
sebagai Pembuat Hukum (al Syari’)sebagaimana firman Allah swt
“Menetapkan hukum
hanyalah milik Allah. Dialah menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang terbaik.” (TQS. al-An’am (6) : 57)
Atas dasar inilah maka
dalam Islam kedaulatan berada di tangan Syara’ bukan di tangan rakyat, dimana
manifestasinya tertuang di dalam al Qur’an dan al Hadits serta yang ditunjuki
oleh keduanya berupa ijma sahabat dan qiyas syar’iyyah. Keempat
sumber rujukan tersebut dinamakan sebagai sumber hukum syara’ (syari’at Islam).
Mayoritas ulama Islam tidak berbeda pendapat dalam menentukan siapakah al
Hakim (Pembuat Hukum) dalam Islam. Imam al Syaukani menyatakan tidak
adanya perselisihan dalam masalah ini (Khalidi, 2004).[4]
C. PREMIS
1. Ideologi Al Qaeda menginginkan isosalasi yang lengkap
dari pengaruh asing di negara-negara Muslim.
2. Dalam pemerintahan
Al Qaeda menginginkan penciptaan sebuah kekhalifahan Islam yang baru.
3. Menurut hizbut Tahrir Politik (siyâsah) adalah pengaturan
urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh Negara dan
umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara
praktis, sedangkan umat mengawasi Negara dalam pengaturan tersebut
4. Bagi Hizbut Tahrir kedaulatan berada di tangan Syara’ bukan di
tangan rakyat,
5. Dalam menerapkan politik islam hizbut tahrir menggunakan system pemerintah
Khilafah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
D. KONKLUSI
Ideologi Al Qaeda menginginkan
isolasi dari pengaruh asing dan dalam pemerintahan Al Qaeda menginginkan penciptaan
sebuah kekhalifahan Islam yang baru. Sedangkan menurut
hizbut Tahrir Politik (siyâsah) adalah pengaturan urusan umat di dalam
dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh Negara dan umat, negara yang secara
langsung melakukan pengaturan sedangkan umat mengawasi Negara. Bagi Hizbut Tahrir kedaulatan
berada di tangan Syara’ bukan di tangan rakyat. Dalam
menerapkan politik islam hizbut tahrir menggunakan system pemerintah Khilafah dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Fathiyah Khasanah Ar Rahmah (B01217016)
[2]
Jurnal ICMES Volume 2, No. 1, Juni 2018, Genealogi Gerakan Ikhwan Al Muslimin
dan Al Qaeda di Timur Tengah