Nama: Eza Alroisi Arhan Saputra
Kelas: A2
Nim: B01217015
Kajian Formal: Ilmu Kalam
Kajian Material: Ilmu Kalam Kelahiran dan
Hukum Islam Ibnu Taimiyyah
1.
Kelahiran Ibnu Taimiyyah
Nama
asli Ibnu Taimiyyah adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ibnu Abd al-Halim bin
al-Imam Majduddin Abil Barakat Abd al Salam bin Muhammad bin Abdullah bin Abi
Qasim Muhammad bin Khuddlarbin Ali bin Taimiyyah alHarrani al Hambali. Para ahli lebih
singkat menyebut nama lengkapnya dengan Taqiyuddin Abu Abbas bin Abd al Halim
bin Abd al Salam bin Taimiyyah al harani al Hambali. Namun orang lebih
cepat mengenal namanya dengan sebutan Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah atau lebih
populer Ibnu Taimiyyah saja. Beliau dilahirkan pada hari senin tanggal 10
Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M di kota
Harran.
Yaitu
daerah yang terletak ditenggara negeri Syam, tepatnya dipulau Ibnu Amr antara
sungai Tigris dan Eupraht.
Ketika
pindah ke Damaskus, Ibnu Taimiyyah baru berusia enam tahun. Setelah ayahnya
wafat pada tahun 1284, Ibnun Taimiyyah yang baru berusia 21 tahun,menggantikan
kedudukan sang ayah sebagai guru dan khatib pada masjid-masjid sekaligus
mengawali karirnya yang kontroversial dalam kehidupan masyarakat sebagai teolog
yang aktif. Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang pemikir, tajam intuisi,
berpikir dan bersikap bebas, setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato dan
lebih dari itu, penuh keberanian dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan
yang menghantarkannya pada pribadi luar biasa. (fulan)
2.
Metode Pemikiran
Hukum Islam Ibnu Taimiyyah
Metode berpikir Ibnu Taimiyyah
secara rinci dapat dilihat dalam bukunya Majmu' al-Fatawa (kumpulan
fatwa-fatwa). Dalam buku ini, nampak sekali komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai
orang yang kuat berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf
yang bersumber pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya
sarat dengan al-Qur'an dan hadith.
Selanjutnya Dr. Muhammad Yusuf Musa
dalam bukunya yang berjudul Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa ushul fiqh yang
mewarnai fiqh dan hukum-hukum syar'i yang diambil oleh Ibnu Taimiyyah adalah
sebagai berikut:26
a.
Kitab dan Sunnah: Al-Qur'an dan hadith merupakan sumber utama dari pengambilan
hukum Islam. Mengenai hadith, Ibnu Taimiyyah membaginya menjadi tiga macam:
Pertama:
Sunnah Mutawatirah, Kedua: Sunnah Mutawatirah tetapi tidak menjadi tafsiran
dari al-Qur'an, Ketiga: khabar ahad yang sampai kepada kita melalui
riwayat-riwayat yang kuat (thiqat) dari riwayat-riwayat yang kuat pula.
b.
Ijma': yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin adalah ijma' yang dilakukan
oleh para sahabat. Ijma' yang dilakukan oleh ulama'-ulama' selain mereka
keabsahannya diragukan. Sebab itu tidak bisa dijadikan dasar hukum.
c.
Qiyas: yang dimaksud di sini adalah qiyas yang shahih yang sesuai dengan nash,
pernah dilakukan oleh sahabat dalam pengambilan hukum, dan dinyatakan oleh
Rasulullah serta menanggapi kebenarannya sewaktu beliau hidup dan melihat ada
sahabat yang melakukannya.
d.
Istishab: Menurut Ibnu Taimiyyah, istishab adalah tetap berpegang pada hukum
asal, selama hukum itu belum diketahui tetap ada atau sudah diubah menurut
syara'. Ia adalah hujjah bagi ketidak-adaan ittifaq.
e.
Mashlahah Mursalah: Ibnul Qayyim, murid Ibnu Taimiyyah, benar-benar memberikan
perhatiannya yang tidak sedikit kepada fiqh imam Ahmad bin Hanbal. Namun ketika
berbicara mengenai ushul fiqh, dia tidak membicarakan masalah maslahah
mursalah, padahal madzhab-madzhab yang lain membicarakannya. (Syaikhon,
2015)
Fenomena pada periode taklid adalah
ketidakberanian intelektual yang berimplikasi pada mandeknya hukum Islam atau fikih23
dan matinya kreativitas pemikiran Muslim yang disembelih di atas altar
persatuan. Oleh karena itu, hukum Islam yang amat dinamis dan kreatif dalam
perjalanan sejarahnya yang awal kini telah mengalami kemalangan serius dan
sarat dengan muatanmuatan asing. Dalam konteks semacam inilah Ibn Taimiyah yang
tersentuh panggilan keagamaan, muncul di atas panggung sejarah pembaruan hukum
Islam dengan mengklaim hak ijtihâd mutlak bagi dirinya serta menyeru masyarakat
Muslim untuk kembali ke akar spritual mereka, alQuran dan Sunnah Nabi. Namun
verifikasi keagamaan Ibnu Taimiyah hanya terbatas pengaruhnya di kalangan muridmuridnya
seperti Ibnu Qayyim dan tidak pernah menjelma menjadi suatu gerakan pada
masanya. Nanti setelah beberapa abad kemudian, yakni pada pengunjung abad ke18,
seruan Ibnu Taimiyah24 ditanggapi Muhammad bin ‘Abd alWahhab (w. 1204 H./1791
M.) di Arabia dan Syah Wali Allah (w.1762 M.) di India.
Beberapa pendapatnya di bidang hukum
Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd, di antaranya
; 1) mengingkari ijma’ tidaklah kafir; 2) orang yang tidak sembahyang tidak
boleh diberi zakat; dan 3) boleh tayamum walaupun ada air untuk shalat jika
waktu shalat akan habis jika berwudhu. Selanjutnya dalam mencari hukum yang ada
dalam alQuran, ulama usűl menempuh dengan jalan; 1) Istinbât dengan memahami
nas yang jelas (qat’iy); 2) Ijtihâd terhadap nas yang belum menunjukkan hukum
suatu masalah; 3) Ijtihâd juga dalam memahami masalah yang hanya ditunjuki oleh
jiwa nas yakni kemaslahatan.
Formulasi tersebut dituangkan ke
dalam tiga istilah, yakni 1). Ijtihâd bayani (al-Ijtihâd al-Bayâni), yaitu
ijtihad yang berhubungan dengan penjelasan kebahasaan yang terdapat dalam
alQuran dan Sunnah; 2). Ijtihad qiyâsi (al-Ijtihâd al-Qiyâsi), yaitu ijtihâd
untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang di dalam alQuran dan Sunnah tidak
terdapat ketentuan hukumnya, dan ulama menyelesaikannya dengan cara qiyâs dan
istihsân. Ijtihâd qiyâsi biasa disebut pula dengan alijtihâd dengan menggunakan
ra’yi yang tidak menggunakan ayatayat alQuran atau Sunnah tertentu secara
khusus, tetapi ijtihâd itu berpegang kepada “ruh al-syariat” yang ditetapkan
dalam semua ayat al-Qr’an dan Sunnah secara umum. (Yasin, 2010)
Premis :
1.
Nama asli Ibnu
Taimiyyah adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ibnu Abd al-Halim bin al-Imam
Majduddin Abil Barakat Abd al Salam bin Muhammad bin Abdullah bin Abi Qasim
Muhammad bin Khuddlarbin Ali bin Taimiyyah alHarrani al Hambali.
2.
Beliau dilahirkan
pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal
22 Januari 1263 M di kota Harran.
3.
Komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai orang yang kuat
berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf yang bersumber
pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya sarat dengan
al-Qur'an dan hadith.
Konklusi: Ibnu Taimiyyah lahir pada hari senin
tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M
di kota Harran. Beliau juga dikenal sebagai seorang yang hebat yang memiliki
semua persyaratan atau hal-hal yang menjadikan dirinya sebagai orang yang
dikenal hebat nan luar biasa. Terlebih sangat memegang teguh pemikiran salaf
yang bersumber dengan al-Qur’an dan Hadist, dengan demikian Pendapatnya di bidang hukum Islam
sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd.
Daftar
Pustaka
fulan. (n.d.). Ibnu Taimiyyah. UIN
SUSKA, 16-18.
Syaikhon, M. (2015, Desember). Pemikiran Hukum
Islam Ibnu Taimiyyah. LISAN AL-HAL, 7(2), 338 & 342.
Yasin. (2010, Desember). Pemikiran Hukum Islam
Ibnu Taimiyyah. Al- Syir'ah, 8(2), 443-447.