Tuesday, July 2, 2019

[ilyunal] Islam Radikal

Ilyunal Iqbal Kahfi (B91217071) 

Objek Formal: Ilmu Kalam
Objek Material: Radikalisme


Islam Radikal


Sejarah perilaku kekerasan dalam Islam, umumnya terjadi berkaitan dengan persoalan politik, yang kemudian berdampak kepada agama sebagai smbol. Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak terbantahkan. Walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffn di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya sebuah gerakan teologis radikal yang disebut dengan “Khawarij”. Secara etimologis, kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu “kharaja” yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Dari pengertian ini, kata tersebut dapat juga dimaknai sebagai golongan orang Islam atau Muslim yang keuar dari kesatuan umat Islam. Ada pula yang mengatakan bahwa pemberian nama itu di dasarkan pada Q.S. an-Nisa’ [4]: 100 Surat Annisa ayat 100, yang menyakatan: “Keluar dari rumah kepada Allah dan Rasulnya”. 

Radikalisme Khawarij sebagai pemberontak telah terbukti dalam sejarah. Tidak hanya di masa Ali, Khawarij meneruskan perlawananya terhadap kekuasaan Islam resmi, baik di zaman Dinasti Bani Umayyah maupun Abbasiyah. Oleh karena itu, mereka memilih Imam sendiri dan membentuk pemerintahan kaum Khawarij.12 Radikalisme gerakan ini bukan saja pada aspek pemahaman, tetapi juga pada aspek tindakan. Khawarij memahami ajaran Islam secara harfyah, sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi; dan mereka merasa wajib melaksanakannya tanpa perlu penafsiran macam-macam. Alamat kafr dan musyrik dialamatkan oleh kaum Khawarij kepada siapa saja orang yang tidak sepaham dengan golongannya, bahkan terdapat orang yang sepaham tetapi tidak mau hijrah ke daerah mereka. Bahkan mereka menyebutnya sebagai “dar al-harb”, sehingga dapat dibunuh.13 Berhubung dengan perbuatan yang sangat kejam itu, Azyumardi Azra menyebut aksi kaum Khawarij sebagai isti’rad, yaitu eksekusi keagamaan, bukan sebuah jihad

Faktor pemicu munculnya kelompok garis keras dalam Islam, atau kemudian disebut sebagai kelompok radikal sangat terkait dengan isu-isu kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidak adilan ekonomi dan politik. Perilaku elite politik yang tidak akomodatif terhadap kepentingan rakyat, dan mengabaikan kepentingan rakyat, menjadi tempat persemaian subur bagi berkembang biaknya kelompok radikalisme dan funadamentalisme dalam Islam. Karena itu, memberangus radikalisme tidak cukup dengan cara menangkap, serta menggiring para pelaku kelompok radikal yang kemudian menjadi teroris ke pengadilan. Bahkan hukuman mati tidak cukup untuk memadamkan aksi-aksi teror kelompok garis keras ini.

Perbaikan kehidupan masyarakat, dari kesengsaraan menjadi kesejahteraan, dari kebodohan menjadi kecerdasan, dari ketidakadilan hukum menjadi keadilan hukum , serta dari peminggiran menjadi kerjasama, merupakan hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan segenap aparatur Negara lainnya. Kasus dari berbagai pemboman di Indonesia sepanjang pasca tumbangnya rezim Orde Baru, adalah hal yang menunjukkan adanya tingkat kekecewaan yang sangat tinggi kepada rezim politik penguasa, sehingga jalan kekerasan menjadi alternative penyelesaian, yang kenyataannya membawa korban harta benda dan jiwa manusia.