Nama: M sultan
hakim
Kelas: A2
Nim: B01217028
Ibnu Taimiyyah
Kajian Formal: Ilmu Kalam
Kajian
Material: Ilmu Kalam Kelahiran dan Hukum Islam Ibnu Taimiyyah
1. Kelahiran Ibnu Taimiyyah
Nama
asli Ibnu Taimiyyah adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ibnu Abd al-Halim bin
al-Imam Majduddin Abil Barakat Abd al Salam bin Muhammad bin Abdullah bin Abi
Qasim Muhammad bin Khuddlarbin Ali bin Taimiyyah alHarrani al Hambali. Para
ahli lebih singkat menyebut nama lengkapnya dengan Taqiyuddin Abu Abbas bin Abd
al Halim bin Abd al Salam bin Taimiyyah al harani al Hambali. Namun
orang lebih cepat mengenal namanya dengan sebutan Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah
atau lebih populer Ibnu Taimiyyah saja. Beliau dilahirkan pada hari senin
tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M
di kota Harran.
Yaitu
daerah yang terletak ditenggara negeri Syam, tepatnya dipulau Ibnu Amr antara
sungai Tigris dan Eupraht.
Ketika
pindah ke Damaskus, Ibnu Taimiyyah baru berusia enam tahun. Setelah ayahnya
wafat pada tahun 1284, Ibnun Taimiyyah yang baru berusia 21 tahun,menggantikan
kedudukan sang ayah sebagai guru dan khatib pada masjid-masjid sekaligus
mengawali karirnya yang kontroversial dalam kehidupan masyarakat sebagai teolog
yang aktif. Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang pemikir, tajam intuisi,
berpikir dan bersikap bebas, setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato dan
lebih dari itu, penuh keberanian dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan
yang menghantarkannya pada pribadi luar biasa. (fulan)
2. Metode Pemikiran Hukum Islam Ibnu Taimiyyah
Metode berpikir Ibnu Taimiyyah
secara rinci dapat dilihat dalam bukunya Majmu' al-Fatawa (kumpulan
fatwa-fatwa). Dalam buku ini, nampak sekali komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai
orang yang kuat berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf
yang bersumber pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya
sarat dengan al-Qur'an dan hadith.
Selanjutnya Dr. Muhammad Yusuf Musa
dalam bukunya yang berjudul Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa ushul fiqh yang
mewarnai fiqh dan hukum-hukum syar'i yang diambil oleh Ibnu Taimiyyah adalah
sebagai berikut:26
a. Kitab dan Sunnah: Al-Qur'an dan hadith
merupakan sumber utama dari pengambilan hukum Islam. Mengenai hadith, Ibnu
Taimiyyah membaginya menjadi tiga macam:
Pertama: Sunnah Mutawatirah, Kedua: Sunnah
Mutawatirah tetapi tidak menjadi tafsiran dari al-Qur'an, Ketiga: khabar ahad
yang sampai kepada kita melalui riwayat-riwayat yang kuat (thiqat) dari
riwayat-riwayat yang kuat pula.
b. Ijma': yang disepakati oleh seluruh kaum
muslimin adalah ijma' yang dilakukan oleh para sahabat. Ijma' yang dilakukan
oleh ulama'-ulama' selain mereka keabsahannya diragukan. Sebab itu tidak bisa
dijadikan dasar hukum.
c. Qiyas: yang dimaksud di sini adalah qiyas
yang shahih yang sesuai dengan nash, pernah dilakukan oleh sahabat dalam
pengambilan hukum, dan dinyatakan oleh Rasulullah serta menanggapi kebenarannya
sewaktu beliau hidup dan melihat ada sahabat yang melakukannya.
d. Istishab: Menurut Ibnu Taimiyyah, istishab
adalah tetap berpegang pada hukum asal, selama hukum itu belum diketahui tetap
ada atau sudah diubah menurut syara'. Ia adalah hujjah bagi ketidak-adaan
ittifaq.
e. Mashlahah Mursalah: Ibnul Qayyim, murid Ibnu
Taimiyyah, benar-benar memberikan perhatiannya yang tidak sedikit kepada fiqh
imam Ahmad bin Hanbal. Namun ketika berbicara mengenai ushul fiqh, dia tidak
membicarakan masalah maslahah mursalah, padahal madzhab-madzhab yang lain
membicarakannya. (Syaikhon, 2015)
Fenomena pada periode taklid adalah
ketidakberanian intelektual yang berimplikasi pada mandeknya hukum Islam atau fikih23
dan matinya kreativitas pemikiran Muslim yang disembelih di atas altar
persatuan. Oleh karena itu, hukum Islam yang amat dinamis dan kreatif dalam
perjalanan sejarahnya yang awal kini telah mengalami kemalangan serius dan
sarat dengan muatanmuatan asing. Dalam konteks semacam inilah Ibn Taimiyah yang
tersentuh panggilan keagamaan, muncul di atas panggung sejarah pembaruan hukum
Islam dengan mengklaim hak ijtihâd mutlak bagi dirinya serta menyeru masyarakat
Muslim untuk kembali ke akar spritual mereka, alQuran dan Sunnah Nabi. Namun
verifikasi keagamaan Ibnu Taimiyah hanya terbatas pengaruhnya di kalangan
muridmuridnya seperti Ibnu Qayyim dan tidak pernah menjelma menjadi suatu
gerakan pada masanya. Nanti setelah beberapa abad kemudian, yakni pada
pengunjung abad ke18, seruan Ibnu Taimiyah24 ditanggapi Muhammad bin ‘Abd alWahhab
(w. 1204 H./1791 M.) di Arabia dan Syah Wali Allah (w.1762 M.) di India.
Beberapa pendapatnya di bidang hukum
Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd, di antaranya
; 1) mengingkari ijma’ tidaklah kafir; 2) orang yang tidak sembahyang tidak
boleh diberi zakat; dan 3) boleh tayamum walaupun ada air untuk shalat jika
waktu shalat akan habis jika berwudhu. Selanjutnya dalam mencari hukum yang ada
dalam alQuran, ulama usűl menempuh dengan jalan; 1) Istinbât dengan memahami
nas yang jelas (qat’iy); 2) Ijtihâd terhadap nas yang belum menunjukkan hukum
suatu masalah; 3) Ijtihâd juga dalam memahami masalah yang hanya ditunjuki oleh
jiwa nas yakni kemaslahatan.
Formulasi tersebut dituangkan ke
dalam tiga istilah, yakni 1). Ijtihâd bayani (al-Ijtihâd al-Bayâni), yaitu
ijtihad yang berhubungan dengan penjelasan kebahasaan yang terdapat dalam
alQuran dan Sunnah; 2). Ijtihad qiyâsi (al-Ijtihâd al-Qiyâsi), yaitu ijtihâd
untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang di dalam alQuran dan Sunnah tidak
terdapat ketentuan hukumnya, dan ulama menyelesaikannya dengan cara qiyâs dan
istihsân. Ijtihâd qiyâsi biasa disebut pula dengan alijtihâd dengan menggunakan
ra’yi yang tidak menggunakan ayatayat alQuran atau Sunnah tertentu secara
khusus, tetapi ijtihâd itu berpegang kepada “ruh al-syariat” yang ditetapkan
dalam semua ayat al-Qr’an dan Sunnah secara umum. (Yasin, 2010)
Premis :
1.
Taqiyuddin Ibnu
Taimiyyah atau lebih populer Ibnu Taimiyyah saja.
2.
Ibnu Taimiyah
dikenal sebagai seorang pemikir, tajam intuisi, berpikir dan bersikap bebas,
setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato dan lebih dari itu, penuh
keberanian dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan yang menghantarkannya
pada pribadi luar biasa.
3.
Komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai orang yang kuat
berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf yang bersumber
pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya sarat dengan
al-Qur'an dan hadith.
4.
Pendapatnya di bidang hukum Islam sangat
berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd, di antaranya ; 1)
mengingkari ijma’ tidaklah kafir; 2) orang yang tidak sembahyang tidak boleh
diberi zakat; dan 3) boleh tayamum walaupun ada air untuk shalat jika waktu
shalat akan habis jika berwudhu.
Konklusi : Ibnu
Taimiyyah lahir pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan
dengan tanggal 22 Januari 1263 M di kota Harran. Beliau juga dikenal sebagai
seorang yang hebat yang memiliki semua persyaratan atau hal-hal yang menjadikan
dirinya sebagai orang yang dikenal hebat nan luar biasa. Terlebih sangat
memegang teguh pemikiran salaf yang bersumber dengan al-Qur’an dan Hadist,
dengan demikian Pendapatnya
di bidang hukum Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali
ijtihâd.
Daftar Pustaka
fulan. (n.d.). Ibnu Taimiyyah. UIN
SUSKA, 16-18.
Syaikhon, M. (2015, Desember). Pemikiran Hukum
Islam Ibnu Taimiyyah. LISAN AL-HAL, 7(2), 338 & 342.
Yasin. (2010, Desember). Pemikiran Hukum Islam
Ibnu Taimiyyah. Al- Syir'ah, 8(2), 443-447.