Tuesday, April 9, 2019

(Sultan) Kelahiran dan Hukum Islam Ibnu Taimiyyah


Nama: M sultan hakim
Kelas: A2
Nim:    B01217028

  Ibnu Taimiyyah



Kajian Formal:          Ilmu Kalam
Kajian Material:        Ilmu Kalam Kelahiran dan Hukum Islam Ibnu Taimiyyah

1.      Kelahiran Ibnu Taimiyyah

Nama asli Ibnu Taimiyyah adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ibnu Abd al-Halim bin al-Imam Majduddin Abil Barakat Abd al Salam bin Muhammad bin Abdullah bin Abi Qasim Muhammad bin Khuddlarbin Ali bin Taimiyyah alHarrani al Hambali. Para ahli lebih singkat menyebut nama lengkapnya dengan Taqiyuddin Abu Abbas bin Abd al Halim bin Abd al Salam bin Taimiyyah al harani al Hambali. Namun orang lebih cepat mengenal namanya dengan sebutan Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah atau lebih populer Ibnu Taimiyyah saja. Beliau dilahirkan pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M di kota Harran. Yaitu daerah yang terletak ditenggara negeri Syam, tepatnya dipulau Ibnu Amr antara sungai Tigris dan Eupraht.
Ketika pindah ke Damaskus, Ibnu Taimiyyah baru berusia enam tahun. Setelah ayahnya wafat pada tahun 1284, Ibnun Taimiyyah yang baru berusia 21 tahun,menggantikan kedudukan sang ayah sebagai guru dan khatib pada masjid-masjid sekaligus mengawali karirnya yang kontroversial dalam kehidupan masyarakat sebagai teolog yang aktif. Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang pemikir, tajam intuisi, berpikir dan bersikap bebas, setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato dan lebih dari itu, penuh keberanian dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan yang menghantarkannya pada pribadi luar biasa. (fulan)

2.      Metode Pemikiran Hukum Islam Ibnu Taimiyyah


Metode berpikir Ibnu Taimiyyah secara rinci dapat dilihat dalam bukunya Majmu' al-Fatawa (kumpulan fatwa-fatwa). Dalam buku ini, nampak sekali komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai orang yang kuat berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf yang bersumber pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya sarat dengan al-Qur'an dan hadith.
Selanjutnya Dr. Muhammad Yusuf Musa dalam bukunya yang berjudul Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa ushul fiqh yang mewarnai fiqh dan hukum-hukum syar'i yang diambil oleh Ibnu Taimiyyah adalah sebagai berikut:26
a. Kitab dan Sunnah: Al-Qur'an dan hadith merupakan sumber utama dari pengambilan hukum Islam. Mengenai hadith, Ibnu Taimiyyah membaginya menjadi tiga macam:
Pertama: Sunnah Mutawatirah, Kedua: Sunnah Mutawatirah tetapi tidak menjadi tafsiran dari al-Qur'an, Ketiga: khabar ahad yang sampai kepada kita melalui riwayat-riwayat yang kuat (thiqat) dari riwayat-riwayat yang kuat pula.
b. Ijma': yang disepakati oleh seluruh kaum muslimin adalah ijma' yang dilakukan oleh para sahabat. Ijma' yang dilakukan oleh ulama'-ulama' selain mereka keabsahannya diragukan. Sebab itu tidak bisa dijadikan dasar hukum.
c. Qiyas: yang dimaksud di sini adalah qiyas yang shahih yang sesuai dengan nash, pernah dilakukan oleh sahabat dalam pengambilan hukum, dan dinyatakan oleh Rasulullah serta menanggapi kebenarannya sewaktu beliau hidup dan melihat ada sahabat yang melakukannya.
d. Istishab: Menurut Ibnu Taimiyyah, istishab adalah tetap berpegang pada hukum asal, selama hukum itu belum diketahui tetap ada atau sudah diubah menurut syara'. Ia adalah hujjah bagi ketidak-adaan ittifaq.
e. Mashlahah Mursalah: Ibnul Qayyim, murid Ibnu Taimiyyah, benar-benar memberikan perhatiannya yang tidak sedikit kepada fiqh imam Ahmad bin Hanbal. Namun ketika berbicara mengenai ushul fiqh, dia tidak membicarakan masalah maslahah mursalah, padahal madzhab-madzhab yang lain membicarakannya. (Syaikhon, 2015)

Fenomena pada periode taklid adalah ketidakberanian intelektual yang berimplikasi pada mandeknya hukum Islam atau fikih23 dan matinya kreativitas pemikiran Muslim yang disembelih di atas altar persatuan. Oleh karena itu, hukum Islam yang amat dinamis dan kreatif dalam perjalanan sejarahnya yang awal kini telah mengalami kemalangan serius dan sarat dengan muatanmuatan asing. Dalam konteks semacam inilah Ibn Taimiyah yang tersentuh panggilan keagamaan, muncul di atas panggung sejarah pembaruan hukum Islam dengan mengklaim hak ijtihâd mutlak bagi dirinya serta menyeru masyarakat Muslim untuk kembali ke akar spritual mereka, alQuran dan Sunnah Nabi. Namun verifikasi keagamaan Ibnu Taimiyah hanya terbatas pengaruhnya di kalangan muridmuridnya seperti Ibnu Qayyim dan tidak pernah menjelma menjadi suatu gerakan pada masanya. Nanti setelah beberapa abad kemudian, yakni pada pengunjung abad ke18, seruan Ibnu Taimiyah24 ditanggapi Muhammad bin ‘Abd alWahhab (w. 1204 H./1791 M.) di Arabia dan Syah Wali Allah (w.1762 M.) di India.
Beberapa pendapatnya di bidang hukum Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd, di antaranya ; 1) mengingkari ijma’ tidaklah kafir; 2) orang yang tidak sembahyang tidak boleh diberi zakat; dan 3) boleh tayamum walaupun ada air untuk shalat jika waktu shalat akan habis jika berwudhu. Selanjutnya dalam mencari hukum yang ada dalam alQuran, ulama usűl menempuh dengan jalan; 1) Istinbât dengan memahami nas yang jelas (qat’iy); 2) Ijtihâd terhadap nas yang belum menunjukkan hukum suatu masalah; 3) Ijtihâd juga dalam memahami masalah yang hanya ditunjuki oleh jiwa nas yakni kemaslahatan.
Formulasi tersebut dituangkan ke dalam tiga istilah, yakni 1). Ijtihâd bayani (al-Ijtihâd al-Bayâni), yaitu ijtihad yang berhubungan dengan penjelasan kebahasaan yang terdapat dalam alQuran dan Sunnah; 2). Ijtihad qiyâsi (al-Ijtihâd al-Qiyâsi), yaitu ijtihâd untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang di dalam alQuran dan Sunnah tidak terdapat ketentuan hukumnya, dan ulama menyelesaikannya dengan cara qiyâs dan istihsân. Ijtihâd qiyâsi biasa disebut pula dengan alijtihâd dengan menggunakan ra’yi yang tidak menggunakan ayatayat alQuran atau Sunnah tertentu secara khusus, tetapi ijtihâd itu berpegang kepada “ruh al-syariat” yang ditetapkan dalam semua ayat al-Qr’an dan Sunnah secara umum. (Yasin, 2010)



Premis :
1.      Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah atau lebih populer Ibnu Taimiyyah saja.
2.      Ibnu Taimiyah dikenal sebagai seorang pemikir, tajam intuisi, berpikir dan bersikap bebas, setia pada kebenaran, piawai dalam berpidato dan lebih dari itu, penuh keberanian dan ketekunan. Ia memiliki semua persyaratan yang menghantarkannya pada pribadi luar biasa.
3.      Komitmen Ibnu Taimiyyah sebagai orang yang kuat berpegang pada salaf. Metode berfikirnya adalah metode salaf yang bersumber pada al-Qur'an dan hadith. Karena itu, pendapat-pendapatnya sarat dengan al-Qur'an dan hadith.
4.      Pendapatnya di bidang hukum Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd, di antaranya ; 1) mengingkari ijma’ tidaklah kafir; 2) orang yang tidak sembahyang tidak boleh diberi zakat; dan 3) boleh tayamum walaupun ada air untuk shalat jika waktu shalat akan habis jika berwudhu.

Konklusi : Ibnu Taimiyyah lahir pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awal tahun 661 H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M di kota Harran. Beliau juga dikenal sebagai seorang yang hebat yang memiliki semua persyaratan atau hal-hal yang menjadikan dirinya sebagai orang yang dikenal hebat nan luar biasa. Terlebih sangat memegang teguh pemikiran salaf yang bersumber dengan al-Qur’an dan Hadist, dengan demikian Pendapatnya di bidang hukum Islam sangat berharga sebagai embrio kebangkitan kembali ijtihâd.


Daftar Pustaka


fulan. (n.d.). Ibnu Taimiyyah. UIN SUSKA, 16-18.
Syaikhon, M. (2015, Desember). Pemikiran Hukum Islam Ibnu Taimiyyah. LISAN AL-HAL, 7(2), 338 & 342.
Yasin. (2010, Desember). Pemikiran Hukum Islam Ibnu Taimiyyah. Al- Syir'ah, 8(2), 443-447.