Tuesday, April 9, 2019

[Imam] Pemikiran Khawarij


Nama : Imam Ataqwa Khamarullah
NIM   : B01217022
A2

PEMIKIRAN KHAWARIJ

Objek Kajian : Ilmu Kalam
Objek Material : Pemikiran Khawarij

Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai idiologinya sendiri. Termasuk ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Secara etimologis kata Khawarij berasal dari kata bahasa Arab, yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini yang mendasari Syaharastani untuk menyebut Khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian estimologi ini pula, Khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Mereka juga menyebut kelompoknya dengan Syurah, berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 207. Yaitu 207. dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya adalah orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk Allah. Kaum Khawarij dalam sejarah permulaannya memang terkenal dengan aliran yang mengutamakan zuhud dan ibadah, mereka mengusahakan agar pada diri-diri mereka tercetak simbolik ketakwaan. Karena itu mereka sangat memaksakan dalam hal ibadah.
Dalam catatan sejarah, untuk pertama kalinya, Khawarij muncul sejak zaman Rasulullah. Kemudian ide mereka ini menemukan momentumnya di zaman Usman ibn Affan, sampai zaman Ali ibn Abi Thalib. Pada zaman Ali mereka menjadi kelompok yang sangat kuat dan terorganisir. Adapun yang dimaksud dengan pengertian Khawarij secara umum yaitu dimulai dari peristiwa ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib naik menjadi khalifah pada tahun 656, ia melakukan perombakan-perombakan dalam pemerintahannya. Antara lain adalah memecat gubernur-gubernur di wilayah kekuasaannya, diantara gubernur itu adalah Muawiyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus yaitu Muawiyah, ia tidak terima dengan pemecatan ini dan kemudian memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, akhirnya pecahlah pemberontakan itu dalam perang Shiffin pada tahun 37 H/ 657.
Dari peristiwa inilah kelompok yang keluar ini disebut sebagai Khawarij. Kelompok Khawarij mulanya memandang Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali Bin Abi Thalib merupakan Khalifah sah yang telah dibaiat mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Terlebih berdasarkan estimasi Khawarij, kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu. Tetapi karena Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi hilang. Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah, sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu, namun karena desakan sebagian pengikutnya terutama ahli Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki alTamimi dan Zeid bin Husain al-Thai, dengan sangat terpaksa Khalifah Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan. Dalam lapangan politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di waktu itu. Menurut keyakinan mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam. Khalifah yang terpiliha akan terus memegang kekuasaannya selam ia bersikap Adil dan menjalankan syariah Islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam ia wajib dijatuhkan atau dibunuh. Pada saat itulah Usman dan Ali, bagi mereka telah menjadi kafir. Demikian pula halnya Mu’awiyah, Amr ibn al-‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar syariah agama.
Perlu diketahui kaum Khawarij kebanyakan dari orang-orang Arab Badui yang hidup di padang pasir dan keadaan yang serba keras, membuat mereka bersifat sederhana dalam alam pikiran, keras dalam pendirian, berani dalam bertindak, dan mandiri. Mereka berpandangan sempit, fanatik, kurang toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka karena kurang berilmu pengetahuan. Akibatnya rawan akan terjadinya pengelompokan baru. Mereka mudah menuduh kafir atau musrik terhadap siapa saja yang tidak mengikuti mereka. Kafir atau musyrik dengan sendirinya halal darahnya untuk dialirkan. Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran. Sikap fanatik ini membuat mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil. Di sinilah kemudian, kelompok Khawarij menjadi beberapa golongan, ada golongan yang ekstrim dan radikal, sesunggunya mereka telah hilang dalam sejarah, golongan al-Ibadiah ini yang yang masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan. Ajaran-ajaran ekstrim mereka masih mempunyai pengaruh walaupun tidak banyak dalam masyarakat Islam sekarang.
Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dalam pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam sifat ke-Badawi-an mereka. Mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan, dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam, sebagai terdapat al-Quran dan al-hadits, mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun penyimpangan dalam bentuk kecil. Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
Dalam lapangan ketatanegaraan mereka memang mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada di waktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam, sekalipun ia hamba sahaya yang berasal dari Afrika. Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia wajib dijatuhkan atau dibunuh.
Dalam hubungan ini, khalifah atau pemerintahan Abu Bakar dan ’Umar Ibn Khattab secara keseluruhan dapat mereka terima. Bahwa kedua khalifah ini diangkat dan bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, mereka akui. Tetapi ’Utsman Ibn ’Affan mereka anggap telah menyeleweng mulai dari tahun ketujuh dari masa khalifahnya, dan ’Ali juga mereka pandang menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase tersebut di atas. Sejak waktu itulah ’Utsman dan ’Ali bagi mereka telah menjadi kafir; demikian pula halnya dengan Mu’awiyah, ’Amr Ibn al-As, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar ajaran-ajaran Islam.
Premis
1.      Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai idiologinya sendiri.
2.      Mereka berpandangan sempit, fanatik, kuran toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka karena kurang berilmu pengetahuan.
3.      Ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran.
Konklusi
Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai idiologinya sendiri. Mereka berpandangan sempit, fanatik, kuran toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka karena kurang berilmu pengetahuan. Ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran.

Daftar Pustaka

__________, Majmā’ al-Fatāwā, Maktabah, Ibnu Taimiyah, t. th..
Aḫmad ‘Usmānī, Syabbīr, al-Fatḥ al-Mulkin bi Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Damaskus: Dār al-Qolam, 2006.
Al-‘Aini, Badri al-Din, Umdah al-Qari Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri, Beirut: Dar Ihya alTurats al-‘Arabi, t.th.
al-Nawawi, Muḥyi al-Dīn Yahya ibn Sharaf, Sharḥu al-Nawāwī ‘alā Ṣaḥīḥ Muslim, Beirut: Dār Ihya al-Turāts, 1392.
Bukhārī, ‘Abū ‘Abdi Allāh Muḫammad ibn Ismā’il ibn Ibrāhīm ibn Mughīrah, alJāmi al-Ṣaḥīh, Beirut: Dār Ibnu Katsīr, 1987.
Ibnu Taimiyah, Ahmad ibn ‘Abdi Al-Halim, al-Nubuwwat, Beirut: Dār Al-Kitab Al- ‘Arabi, 1985.