Nama : Imam Ataqwa Khamarullah
NIM : B01217022
A2
PEMIKIRAN KHAWARIJ
Objek Kajian : Ilmu Kalam
Objek Material : Pemikiran Khawarij
Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai
idiologinya
sendiri. Termasuk ajaran yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah
keyakinannya yaitu jika ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran
mereka dianggap kafir. Secara etimologis kata Khawarij berasal dari kata bahasa
Arab, yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini
yang mendasari Syaharastani untuk menyebut Khawarij terhadap orang yang
memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian estimologi ini pula, Khawarij
berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Mereka juga
menyebut kelompoknya dengan Syurah, berasal dari kata Yasyri (menjual),
sebagaimana ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 207. Yaitu 207. dan di
antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan
Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya adalah orang
yang bersedia mengorbankan dirinya untuk Allah. Kaum Khawarij dalam sejarah
permulaannya memang terkenal dengan aliran yang mengutamakan zuhud dan ibadah,
mereka mengusahakan agar pada diri-diri mereka tercetak simbolik ketakwaan.
Karena itu mereka sangat memaksakan dalam hal ibadah.
Dalam catatan sejarah, untuk pertama kalinya, Khawarij muncul sejak
zaman Rasulullah. Kemudian ide mereka ini menemukan momentumnya di zaman Usman
ibn Affan, sampai zaman Ali ibn Abi Thalib. Pada zaman Ali mereka menjadi
kelompok yang sangat kuat dan terorganisir. Adapun yang dimaksud dengan
pengertian Khawarij secara umum yaitu dimulai dari peristiwa ketika Khalifah
Ali bin Abi Thalib naik menjadi khalifah pada tahun 656, ia melakukan
perombakan-perombakan dalam pemerintahannya. Antara lain adalah memecat
gubernur-gubernur di wilayah kekuasaannya, diantara gubernur itu adalah
Muawiyah yang menjabat sebagai gubernur Damaskus yaitu Muawiyah, ia tidak
terima dengan pemecatan ini dan kemudian memberontak kepada Khalifah Ali bin
Abi Thalib, akhirnya pecahlah pemberontakan itu dalam perang Shiffin pada tahun
37 H/ 657.
Dari peristiwa inilah kelompok yang keluar ini disebut sebagai
Khawarij. Kelompok Khawarij mulanya memandang Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan
pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali Bin Abi Thalib merupakan
Khalifah sah yang telah dibaiat mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada
di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Terlebih berdasarkan
estimasi Khawarij, kelompok Khalifah Ali Bin Abi Thalib hampir memperoleh
kemenangan pada peperangan itu. Tetapi karena Khalifah Ali Bin Abi Thalib
menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih
itu menjadi hilang. Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebenarnya sudah mencium
kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Muawiyah, sehingga ia bermaksud untuk
menolak permintaan itu, namun karena desakan sebagian pengikutnya terutama ahli
Qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki alTamimi dan Zeid bin
Husain al-Thai, dengan sangat terpaksa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
Dalam lapangan politik mereka mempunyai paham yang berbeda dengan paham yang di
waktu itu. Menurut keyakinan mereka khalifah atau imam harus dipilih secara
bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota
suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang
sanggup asal orang Islam. Khalifah yang terpiliha akan terus memegang
kekuasaannya selam ia bersikap Adil dan menjalankan syariah Islam. Tetapi kalau
ia menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam ia wajib dijatuhkan atau dibunuh. Pada
saat itulah Usman dan Ali, bagi mereka telah menjadi kafir. Demikian pula
halnya Mu’awiyah, Amr ibn al-‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang
mereka anggap telah melanggar syariah agama.
Perlu diketahui kaum Khawarij kebanyakan dari orang-orang Arab
Badui yang hidup di padang pasir dan keadaan yang serba keras, membuat mereka
bersifat sederhana dalam alam pikiran, keras dalam pendirian, berani dalam
bertindak, dan mandiri. Mereka berpandangan sempit, fanatik, kurang
toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka karena kurang berilmu pengetahuan.
Akibatnya rawan akan terjadinya pengelompokan baru. Mereka mudah menuduh kafir
atau musrik terhadap siapa saja yang tidak mengikuti mereka. Kafir atau musyrik
dengan sendirinya halal darahnya untuk dialirkan. Ajaran-ajaran Islam yang
terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya dan harus
dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman
dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran. Sikap fanatik ini membuat
mereka tidak mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham
mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil. Di sinilah kemudian,
kelompok Khawarij menjadi beberapa golongan, ada golongan yang ekstrim dan
radikal, sesunggunya mereka telah hilang dalam sejarah, golongan al-Ibadiah ini
yang yang masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar, Afrika Utara,
Umman dan Arabia Selatan. Ajaran-ajaran ekstrim mereka masih mempunyai pengaruh
walaupun tidak banyak dalam masyarakat Islam sekarang.
Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi.
Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam
cara hidup dalam pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap
merdeka, tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan
dalam sifat ke-Badawi-an mereka. Mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan,
dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu
pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam, sebagai terdapat al-Quran dan al-hadits,
mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena
itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana dalam
pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman tebal, tetapi sempit, ditambah
lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan
terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun penyimpangan dalam bentuk
kecil. Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah
belah menjadi golongan-golongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap
mereka yang terus menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa
Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
Dalam lapangan ketatanegaraan mereka memang mempunyai paham yang
berlawanan dengan paham yang ada di waktu itu. Mereka lebih bersifat
demokratis, karena menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas
oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku
Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang Arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal
orang Islam, sekalipun ia hamba sahaya yang berasal dari Afrika. Khalifah yang
terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia bersikap adil dan menjalankan
syari’at Islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia wajib
dijatuhkan atau dibunuh.
Dalam hubungan ini, khalifah atau pemerintahan Abu Bakar dan ’Umar
Ibn Khattab secara keseluruhan dapat mereka terima. Bahwa kedua khalifah ini
diangkat dan bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, mereka
akui. Tetapi ’Utsman Ibn ’Affan mereka anggap telah menyeleweng mulai dari
tahun ketujuh dari masa khalifahnya, dan ’Ali juga mereka pandang menyeleweng
sesudah peristiwa arbitrase tersebut di atas. Sejak waktu itulah ’Utsman dan
’Ali bagi mereka telah menjadi kafir; demikian pula halnya dengan Mu’awiyah,
’Amr Ibn al-As, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah
melanggar ajaran-ajaran Islam.
Premis
1. Khawarij dalam
perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai idiologinya
sendiri.
2. Mereka
berpandangan sempit, fanatik, kuran toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka
karena kurang berilmu pengetahuan.
3. Ajaran
yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika
ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Ajaran-ajaran
Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya
dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka
merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran.
Konklusi
Khawarij dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran yang mempunyai
idiologinya
sendiri. Mereka
berpandangan sempit, fanatik, kuran toleran terhadap perbedaan, tidak terbuka
karena kurang berilmu pengetahuan. Ajaran
yang paling mencolok yang dianut oleh Khawarij adalah keyakinannya yaitu jika
ada orang Islam yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggap kafir. Ajaran-ajaran
Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis, mereka artikan menurut lafadnya
dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka
merupakan iman dan paham mereka yang sederhana dalam pemikiran.
Daftar Pustaka
__________, Majmā’ al-Fatāwā, Maktabah, Ibnu Taimiyah, t. th..
Aḫmad ‘Usmānī, Syabbīr, al-Fatḥ al-Mulkin bi Sharḥ Ṣaḥīḥ Muslim,
Damaskus: Dār al-Qolam, 2006.
Al-‘Aini, Badri al-Din, Umdah al-Qari Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri,
Beirut: Dar Ihya alTurats al-‘Arabi, t.th.
al-Nawawi, Muḥyi al-Dīn Yahya ibn Sharaf, Sharḥu al-Nawāwī ‘alā Ṣaḥīḥ
Muslim, Beirut: Dār Ihya al-Turāts, 1392.
Bukhārī, ‘Abū ‘Abdi Allāh Muḫammad ibn Ismā’il ibn Ibrāhīm ibn
Mughīrah, alJāmi al-Ṣaḥīh, Beirut: Dār Ibnu Katsīr, 1987.
Ibnu Taimiyah, Ahmad ibn ‘Abdi Al-Halim, al-Nubuwwat, Beirut: Dār
Al-Kitab Al- ‘Arabi, 1985.