Sunday, June 9, 2019

[Hariri Ulfa'i Rrosyidah] Ikhwanul Muslimin dan Konsepsi Politiknya


Nama   : Hariri Ulfa’i Rrosyidah / A2
Nim     : B91217119
Ikhwanul Muslimin dan Konsepsi Politiknya
Objek Kajian :
1.      Kajian Material : Ilmu Kalam
2.      Kajian Formal : Definisi, tujuan, dan konsepsi politik Ikhwanul Muslimin


Pengertian Ikhwanul Muslimin
Jamaah Ikhwanul Muslimin  adalah salah satu jamaah dakwah terbesar yang hingga kini terus melakukan berbagai kegiatannya. Para simpatisan, pendukung dan para kadernya tersebar di berbagai wilayah di seluruh dunia. Mereka  melakukan kegiatan  dakwahnya dengan berpedoman  kepada berbagai arahan dan pemikiran yang  dicetuskan oleh pemikir besar  Ikhwan Al-Muslimin sekaligus pendirinya, Imam Syahid  Hasan Al-Banna. [1]Hasan al-Banna lahir di Mesir pada 1906 dan wafat umur 43 tahun kemudian karena dibunuh. Pria itu dikenal luas sebagai pendiri Ikhwanul Muslimin, organisasi yang sampai kini terus berkiprah di Dunia Islam.[2] Meskipun jamaah ini lahir dalam kurun  waktu yang cukup lama, semangat perjuangannya hidup dan terus berkembang. Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan pedoman Islam yang memandang bahwa Islam yaitu agama yang universal dan menyeluruh, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual seperti shalat, puasa, haji, dan zakat saja.
Tujuan Ikhwanul Muslimin yaitu mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapat ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam. Namun sayang sekali pedoman shufi kental sekali memengaruhi organisasi ini. Ikhwanul Muslimin menolak segala bentuk penjajahan dan monarki yang pro-Barat.[3]

Konsepsi Politik Ikhwanul Muslimin
Politik ikhwan bertujuan untuk membentuk kepribadian politik sesuai dengan keyakinan mereka, membentuk orientasi dan sensivitas politik yang didasarkan kepada keyakinan tersebut, membentuk kesadaran politik anggota, dan akhirnya agar menjadi partisipan aktif dalam kehidupan politik dengan segala bentuk partisipasi yang mungkin dilakukan. [4] Imam Hasan Al-Banna pernah berkata: Siapa pun yang mengira bahwa Islam tidak menyentuh wilayah politik atau berprasangka bahwa politik bukan tema pembahasan dalam Islam, maka sesungguhnya ia telah menzhalimi dirinya dan telah menganiaya ilmunya. Saya tidak mengatakan bahwa mereka telah menzhalimi Islam, karena Islam adalah syariat Allah yang tak akan pernah tersentuh oleh kebatilan, baik yang datang dari depan maupun dari belakang.[5] Hasan Al-Banna (Mursyid ‘Aam pertama jamaah ikhwan) pernah memaparkan konsepsi politik ketika berbicara mengenai hubungan antara Islam dengan politik dan sikap seorang muslim terhadapnya. Beliau berpendapat bahwa:  “ politik adalah hal yang memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat. Ia memiliki dua sisi: internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal politik adalah “mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud dengan sisi eksternal politik adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.
Hasan Al-Banna, dengan gamblang mengaitkan antara aqidah dan aktivitas politik. Ia berkata, “ Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh kedepan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Keislaman seseorang menuntutnya untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsanya.
Selanjutnya, Hasan Al-Banna mengatakan,“Sesungguhnya kami adalah politikus dalam arti bahwa kami memberikan perhatian kepada persolan-persoalan bangsa kami, dan kami bekerja dalam rangka mewujudkan kebebasan seutuhnya.” Definisi ini dipandang sebagai definisi politik transformatif (berorientasi kepada perubahan) dan lebih luas dibandingkan dengan definisi politik prespektif modern yang hanya memfokuskan kepada aktivitas struktur-struktur organisasi politik maupun pelaku politik.
Karenanya, menurut Ikhwan, politik adalah upaya memikirkan persoalan internal dan eksternal umat, memberikan perhatian kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya. Ia berkaitan dengan aqidah dan akhlak serta bertujuan untuk melakukan perubahan. Di dalam risalah pergerakan ikhwanul muslimin hasan al-banna memaparkan bahwa “ Sesungguhnya dalam Islam ada politik, namun politik yang padanya terletak kebahagiaan dunia dan akhirat. Itulah politik kami.[6]
Al-Ikhwanul Muslimin yang lahir puluhan tahun yang lalu melihat penguasaan birokrasi atas kehidupan beragama yang sempat membelokkan Islam dari tujuan semula.  Ini berarti tumbuhnya ajaran badi yang tidak mementingkan kebutuhan birokrasi agama, melainkan tegaknya ajaran-ajaran agama yang abadi dalam kehidupan masyarakat, karena inilah kritik-ritik terhadap  keputusna pemerintahh yang dianggap menyimpang dari ajaran agama justru datang dari kelompok ini. Intelejen Mesir menghabiskan upaya mereka untuk menghadapi para pemimpin organisasi ini. Ini yang terjadi pada Hasan Al Banna yang memimpin Ikhwanul Muslimin tahun 40-an. Pemikir dan aktivis muslim ini merupakan tandingan Husein Haikal. Hasan Al-Banna dijatuhi hukuman makar karena ingin menggulingkan kekuasaan Raja Farouq. Kemudian ia dijatuhi hukuman mati dan gerakan-nya dilumpuhkan menggunakan kekuasaan. Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia.[7] 


Premis :
  1. Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan pedoman Islam, yang memandang bahwa Islam merupakan agama yang universal atau menyeluruh.

2.  Tujuan Ikhwanul Muslimin yaitu mewujudkan terbentuknya dunia yang tentram dengan ajaran ajaran Islam.
3.  Menggunakan konsep politik transformasi, yakni mengarah pada perubahan
Konklusi :
Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan dakwah yang berlandaskan pedoman Islam secara universal, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual seperti shalat, puasa, haji, dan zakat saja. Akan tetapi, sesuai dengan tujuannya yaitu mewujudkan terbentuknya dunia yang tentram dengan ajaran-ajaran Islam. Termasuk mewujudkan isi daripada dunia itu sendiri, diantarnaya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah SWT. Konsepsi politik Ikhwanul Muslimin yakni berbentuk transformasi. Upaya dalam memikirkan persoalan internal dan eksternal umat, memberikan perhatian kepadanya, dan bekerja demi kebaikan seluruhnya. Ia berkaitan dengan aqidah dan akhlak serta bertujuan untuk melakukan perubahan.